Monday, 19 March 2012

Tembakan Jitu Pengubah Sejarah

SNIPER





Pada bulan Juni 1914, putera mahkota kekaisaran Austro Hungaria (Austria) Pangeran Franz Ferdinand tewas setelah ditembak oleh sniper saat berkunjung ke Sarajevo, Bosnia. Tembakan jitu yang dilepaskan oleh pemberontak Serbia, Gavrilo Princip, tak hanya membunuh Pangeran Ferdinand, namun juga membawa efek lainnya. Dengan cepat segera memicu Perang Dunia I yang memakan korban jiwa 40 juta jiwa. PD I sendiri kemudian menjadi ajang duel para sniper, khususnya para sniper Jerman yang terlatih sehingga menimbulkan banyak korban berjatuhan di pihak Inggris.


Pangeran Franz Ferdinand sesaat sebelum penembakan terjadi



Belajar dari keunggulan sniper Jerman di era PD I, Inggris lalu dengan cepat mengejar ketertinggalannya dengan mendirikan sekolah khusus sniper formal di Perancis (1915). Sekolah sniper Inggris yang didirikan oleh Mayor Hesketh Pricard itu dalam waktu yang singkat berhasil mencetak para prajurit penembak jitu yang terlatih. Dan sukses menandingi kemampuan sniper Jerman. Mayor Pricard yang kemudian menulis buku panduan pendidikan sniper. Sniping In France, bahkan menjadi tokoh populer dan bukunya masih menjadi acuan utama bagi pembelajaran sekolah sniper di era terkini. Salah satu teknik sniper yang menjadi doktrin Pricard adalah penggunaan teleskop pemdidik dan tim sniper yang terdiri dari dua orang, yakni; sniper dan spotter.

Ketika Perang Dunia II meletus, para sniper sekutu, khususnya Inggris dan Perancis, kembali menunjukkan kemampuan mereka dalam pertempuran di Perancis. Sniper Inggris-Perancis berhasil menghambat pergerakan pasukan infanteri Jerman yang terus merangsek masuk kedepan. Peran sniper di era PD II kemudian menjadi sangat penting dan bahkan bisa menjadi penentu dalam jalannya pertempuran.

Pasukan Rusia yang pernah kewalahan ketika menghadapi sniper Jerman di Front Eropa Timur pada PD I, baru mulai melatih para penembak jitu mereka di tahun 1930 dan menjadi sekolah sniper satu-satunya yang memiliki fasilitas sniper lengkap yang mirip dengan medan perang sesungguhnya di kala itu. Akan tetapi peran sniper Rusia seakan pudar ketika pecah Perang musim dingin (Winter War) antara Rusia dan Finlandia. Seorang penembak jitu handal asal Finlandia, Simo Hayla, kala itu berhasil membunuh sekitar 505 prajurit Rusia, ironisnya, ia menggunakan senjata sniper buatan Rusia, Mosin Nagant.

Front PD II yang makin meluas setelah pasukan Nazi Jerman menyerbu Rusia di bulan Juni 1914 dalam Operation Barbarossa. Dalam operasi militer tersebut, tentu menjadi pelajaran tersendiri bagi para sniper Rusia. Hancurnya sejumlah kota Rusia akibat dibombardir oleh serangan pesawat udara dan juga oleh serangan darat Jerman, ternyata membawa keuntungan tersendiri bagi para sniper Rusia yang sebelumnya terbiasa berlatih di sekolah sniper yang dibuat mirip dengan medan perang sesungguhnya. 


Vassili Zaitzev


Dalam perang sengit yang mempertahankan kota terpenting Rusia, Stalingrad, Sniper Rusia Vassili Zaitzev bahkan sukses menaikkan moril para prajurit tempur Rusia dan sekaligus menciutkan moril pasukan Nazi Jerman setelah berhasil mengeliminasi 225 personel Jerman. Ketika PD II, Zaitzev serta murid-muridnya setidaknya telah berhasil membunuh 3000 pasukan musuh dan menjadi pahlawan nasional Rusia. Kegemilangan Zaitzev itu sekaligus membuat perasaan inferior para sniper Rusia yang pernah sebelumnya dipermalukan prestasi sniper Simo Hayha (sniper Finlandia) pada era Winter War. Rusia yang kemudian mengalami demam sniper (1942), bahkan mendidik para sniper mereka hingga mencapai angka ratusan ribu prajurit penembak jitu, termasuk para sniper wanita yang semuanya berjumlah 55.000 prajurit penembak jitu. Dan sniper wanita asal Rusia yang tersohor pun berhasil dicetak oleh Lyudmila Pavlichenko.


Lyudmila Pavlichenko







Disadur dari; Majalah Angkasa Edisi Koleksi; The Great Stories of Sniper. Edisi Koleksi No.78- Februari 2012

No comments:

Post a Comment