Peta Timor Timur
Pihak
yang terlibat :
- PRO INTEGRASI
- TNI (Tentara Nasional Indonesia)
- Satgas POLRI
- Apodeti (Asociacao Popular de Timor)
- PPI (Pasukan Pejuang Integrasi) / Milisi lokal
- Dan pihak-pihak lainnya...
- PRO KEMERDEKAAN
- Fretilin / Falintil (Frente Revolucionaria de Timor Leste Indepente)
- PRO KEMERDEKAAN PRO PORTUGIS
- UDT (Uniao Democratica Timorense)
- PRO INTEGRASI: Pihak-pihak yang mendukung sepenuhnya Integrasi (bergabungnya) Timor Timur ke dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
- PRO KEMERDEKAAN: Pihak atau organisasi yang mendukung sepenuhnya Timtim untuk merdeka secara independen tanpa campur tangan Indonesia maupun pihak asing (Portugis)
- PRO KEMERDEKAAN PRO PORTUGIS: Pihak yang mendukung sepenuhnya kemerdekaan Timtim namun masih ingin Portugis yang mengatur dan menguasai wilayah Timtim.
PPI
adalah Pasukan Pejuang Integrasi yang anggotanya banyak berasal dari
para penduduk lokal (Timtim) dan mempunyai semangat juang untuk
bertarung bersama dan bergabung (ber-integrasi) menjadi bagian dari
Negara Indonesia.
Fretilin
adalah sebuah gerakan atau organisasi yang ingin mendirikan sebuah
negara sendiri, negara merdeka yang berhaluan kiri. Gerakan ini
sangat menentang berintegrasinya Timor Timur ke Indonesia dan
menghalalkan segala cara untuk mewujudkan ambisi tersebut.
TNI
adalah sebuah Institusi Militer Negara milik Republik Indonesia, yang
para anggotanya sudah bersumpah setia dan bertarung bersama di medan
pertempuran yang sengit di Timor Timur.
UNHCR - Lembaga PBB yang menangani masalah pengungsi
LEMBAGA
DAN ORGANISASI DI TIMTIM:
- UNHCR (Badan PBB untuk masalah pengungsi)
- ICRC (Palang Merah Internasional)
- KKP (Komisi Kebenaran dan Persahabatan)
- UNMO
- UNTAET
- IOM (International Organisation for migration)
- DAFTAR PASUKAN UTUSAN PBB:
- PKF (Peace Keeping Forces/ Pasukan Perdamaian)
- ADF (Australian Defence Force)
- Interfet (Pasukan Austalia utusan PBB)
- Itfet (Satuan tugas Pasukan Indonesia)
- Daftar Satuan Tempur TNI yang dilibatkan dalam konflik:
- Batalyon 125/ Bukit Barisan
- Batalyon 315/ Siliwangi
- Batalyon 407/ Diponegoro
- Batalyon 507/ Raider
- Batalyon 514/ Kostrad
- Batalyon 613/ Raja Alam
- Batalyon 713/ Wirabuana
- Batalyon 725/ Wirabuana
- Batalyon 743/ Udayana (Satuan Organik)
- Batalyon 744 (Satuan Organik)
- Batalyon 745 (Satuan Organik)
- Satgas Nanggala (Kopassus)
- Dan Satuan-satuan tempur lainnya...
- Operasi Militer yang dilancarkan TNI:
- Operasi Seroja
- Operasi Kikis
- Operasi Kikis 1981
- Operasi Komando Sektor
- Operasi Kontra-Insurjensi (Anti-Pemberontakan)
- Operasi Melati
- KEKUATAN:
TNI : Sekitar 35.000 Prajurit yang dikerahkan.Fretilin : 7.000 milisi, 2.500 Pasukan bersenjata, 10.000 sukarelawan lokal, total sekitar 20.000 milisi.
- KORBAN JIWA:
TNI : Sekitar 3.000 prajurit gugur di medan perang.Fretilin : 100.000 hingga 200.000 tewas, terluka, maupun hilang (termasuk warga sipil).
Detik-detik Invasi Militer Indonesia di Timor Timur, 1975
PENDAHULUAN
DAN LATAR BELAKANG
Tak
terhitung sudah berapa banyak darah dan keringat yang dikorbankan
putra-putra Bangsa ini yang mengabdi untuk bangsa. Pecahnya konflik
di Timor Timur memaksa Indonesia mengerahkan agresi militernya
melawan gerakan pemberontakan di Timor Timur. Sekitar 3.000 prajurit
TNI tewas di medan perang. Demi mengabdi untuk negara, mereka
meninggalkan keluarga, sanak saudara, dan kampung halaman mereka.
Saat
itu di era 70an, saat dimana dunia masih berada di ambang Perang
Dingin (Cold War), antara Blok Barat (Amerika) dan Blok Timur (Uni
Soviet- kini Rusia). Masih membekas dalam ingatan pada waktu itu
tentang berkecamuknya Perang Dunia II yang diakhiri dengan kalahnya
Hitler dalam ambisi perangnya dan runtuhnya Imperialisme Kerajaan
Jepang yang melancarkan ekspansi militer mereka di Asia Pasifik.
Beberapa puluh tahun pasca PD II, sisa-sisa kolonialisme masih
ditinggalkan dan dipertahankan di sebagian negara. Beberapa negara
masih menerapkan praktek kolonial dalam menjajah wilayah jajahan
mereka. Amerika, yang merupakan negara Adidaya yang menerapkan
Demokrasi dan ekspansi militer mereka, tentu tidak ingin wilayah
pasifik terkena dampaknya, apalagi saat itu Timor Timur masih berada
dalam konflik yang bisa saja meluas dari praktek kolonialisme yang
dilakukan Portugis. Segala daya dan upaya di tempuh AS untuk meredam
semakin meluasnya konflik dan menghapuskan praktek kolonialisme
tersebut. Apalagi waktu itu ada dua negara besar (Uni Soviet dan
Cina), yang menganut paham komunisme. Bisa saja Timor Timur kemudian
membentuk sebuah negara komunis berhaluan kiri. Dalam mewujudkan
ambisinya itu, AS pun kemudian memanfaatkan Indonesia untuk segera
bertindak, apalagi pada saat itu Indonesia masih sangat kuat sikap
Anti-Kolonialismenya.
INTERFET
DAN INTERVENSI AMERIKA
Amerika
melalui kepanjangan tangannya (Australia), melakukan berbagai
intervensi dan praktek intelijen mereka melalui kehadiran mereka di
Timor Timur sebelum dan setelah referendum Timtim. Upaya tersebut
kemudian dibuktikan dengan kehadiran sejumlah militer dan
lembaga-lembaga asing PBB di Timtim setelah referendum terjadi. PBB
pun membentuk INTERFET (International Force for East Timor) dibawah
payung hukum PBB. INTERFET dipimpin oleh seorang pimpinan militer
Australia (ADF- Australian Defence Force). Pada praktek di lapangan,
setelah ADF pernah bersinggungan dengan TNI/POLRI beberapa kali.
Konflik pun pernah terjadi diantara mereka. Pernah terjadi kontak
senjata antara Pihak militer Indonesia dan ADF Australia walaupun
pada akhirnya konflik tersebut dapat diredam. Umumnya konflik terjadi
lantaran adanya kesalahpahaman atau kurangnya koordinasi antara kedua
belah pihak.
Namun
bukan hanya konflik dengan negara luar saja yang pernah terjadi,
Indonesia juga sempat dipusingkan dengan konflik-konflik internal
yang terjadi di Timtim sendiri yang para pelakunya adalah warga
setempat. Menjelang jajak penentuan pendapat (Referendum), TNI pernah
mencoba melucuti senjata-senjata dari kelompok TNI putra daerah
(kelompok TNI lokal), namun sebagian dari kelompok tersebut
harap-harap cemas lantaran tidak dapat melindungi diri mereka
nantinya setelah kekacauan yang akan terjadi pasca penentuan
pendapat. Otomatis nantinya entah itu Timtim berintegrasi dengan
Indonesia atau Timtim merdeka, jelas ada kekacauan yang ditimbulkan
oleh pihak-pihak yang kecewa dengan hasil keputusan tersebut.
Media-media
asing juga turut memperkeruh suasana di lapangan mengingat mereka
memberitakan suatu kejadian melalui kacamata mereka sendiri dan
terkadang dilebih-lebihkan. Mereka juga cenderung menyudutkan
Indonesia (TNI) dengan menyebarkan berita-berita dengan tudingan
pelanggaran HAM yang diisukan mereka. Terlebih lagi terhadap
Australia, yang dari dulu tidak percaya dan bersikap waspada terhadap
gerak-gerik militer Indonesia yang hampir menduduki Timor Timur
selama 20 tahun lamanya.
BATALYON
ORGANIK DAN PPI
Selain
menurunkan Batalyon Organik (Yon 743, 744, dan 745), ABRI juga
menerjunkan banyak Batalyon penugasan mereka yang berasal dari luar
wilayah Timor Timur. Diantaranya adalah Batalyon 514/ Kostrad, 613,
713, 507, dan Batalyon-batalyon tempur lainnya yang kesemuanya
berjumlah sekitar 20 Batalyon tempur. ABRI juga pada waktu itu
dibantu unsur Brimob dan kelompok milisi pro-integrasi (PPI- Pasukan
Pejuang Integrasi) yang bersama-sama menumpas kelompok bersenjata
Fretilin yang ingin membentuk sebuah negara merdeka.
PPI
adalah kelompok milisi lokal yang dipersenjatai dan bersama-sama
membantu TNI untuk mempertahankan Timtim agar tidak jatuh ke tangan
Fretilin. Sedangkan Fretilin adalah sebuah organisasi atau gerakan
radikal yang bergerak untuk menjadikan Timtim satu negara merdeka
yang berhaluan kiri. Tentu hal itu pun menyulut pro dan kontra
diantara warga Timor Timur lantaran haluan politik yang dianut
Fretilin. Namun nampaknya Fretilin mendapatkan banyak dukungan dari
banyak Tentara Portugal yang masih berada di Timtim. Mereka pun
serempak melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap lawan-lawan
politik mereka yang tak sepaham dengan mereka.
Jika
seandainya Fretilin berhasil membentuk satu negara merdeka, maka AS
pun khawatir tidak dapat melancarkan kebijakan politik dan militernya
di kawasan tersebut. Dan perlu diketahui bahwa AS sangat berambisi
untuk menempatkan sejumlah pangkalan-pangkalan militer mereka dan
amat sangat membutuhkan kawasan-kawasan strategis untuk melaksanakan
pengawasan dan observasi bagi kepentingan militer dan intelijen
mereka. Mereka juga amat membutuhkan Samudera Pasifik-Hindia agar
kapal-kapal Angkatan Laut mereka dapat leluasa keluar-masuk perairan
tersebut. Maka dari itu AS mendesak agar Indonesia segera melancarkan
sebuah agresi militer terhadap Timor Timur.
Kelompok Fretilin/Falintil
KONFLIK
BERSENJATA ANTARA UDT DAN FRETILIN
Pertempuran
dan kejar-kejaran antara kelompok kemerdekaan pro-portugis (UDT) dan
Fretilin pun pecah pada 14 September 1975 di Batugade. Pasukan UDT
pun terdesak dan mundur jauh hingga ke seberang perbatasan Motaain
yang masuk ke dalam wilayah Indonesia. Ketika pertempuran antara UDT
dan Fretilin terjadi, sebagian besar anggota UDT tersudutkan hinnga
masuk ke wilayah Indonesia lantaran serangan-serangan gencar dan
tembakan yang dilancarkan Fretilin untuk menghancurkan kelompok UDT.
Fretilin banyak melancarkan tembakan dan senjata mortir mereka untuk
menghantam kelompok UDT. Banyak dari peluru-peluru nyasar dan
tembakan mortir Fretilin masuk ke wilayah Indonesia dan sangat banyak
peluru-peluru tembakan tersebut mengenai Pos Polisi Motaain. Selain
dari para pengungsi dan anggota UDT, beberapa warga Indonesia yang
ada di perbatasan pun terkena tembakan mortir dan juga peluru
Fretilin.
TNI-
YONIF 743 MEREBUT MONTE TILOMAR
Yonif
743 merupakan Batalyon tempur organik Kodam IX/Udayana yang bermarkas
di Kupang. Batalyon ini kemudian bergabung bersama Batalyon lainnya
dalam melancarkan Operasi Seroja. Yonif 743 bersama dengan Yon 744
dan 745 merupakan Batalyon Organik yang ditempatkan di medan tugas
operasi.
Batalyon
743 kemudian bergerak masuk ke Monte Tilomar, yang merupakan kota
pertama yang menjadi target operasi militer. Sebelumnya, terlebih
dulu Yon 743 membuat daerah persiapan di Kotabot di Selatan Atambua.
Pada saat yang sama, telah bergerak juga Batalyon 507 dari sisi
utara, sedangkan Yon 743 dari sisi barat. Batalyon 743 dengan segera
membetuk wanra, yakni pembentukan pasukan lokal yang nantinya
ditugaskan untuk membantu satuan tempur TNI. Pembentukan wanra ini
sebenarnya merupakan kebijakan situasional ketika satuan khusus POLRI
(Batalyon Pelopor) yang didatangkan dari Jakarta, dianggap gagal
melaksanakan tugasnya dalam hal pengamanan perbatasan. Sebelumnya
Batalyon pelopor tersebut diserang oleh kelompok bersenjata Fretilin.
Nampaknya mereka kurang sigap dengan buruknya komando, kendali,
koordinasi, dan informasi internal mereka juga tidak berjalan dengan
baik.
Pada
saat perekrutan wanra, warga Atambua pun berbondong-bondong mengikuti
rekrutmen tersebut. Antusiasme warga terlihat sangat tinggi. Jumlah
wanra yang direkrut TNI berjumlah lebih dari 1.200 orang. Mereka pun
diperbantukan bersama TNI untuk bergerak dan merebut Monte Tilomar.
Saat
bergerak, Yon-743 melakukan tembakan pendahuluan untuk mengacaukan
pergerakan musuh. Namun musuh yang sudah siaga melakukan serangan
balasan dan dengan mudah dapat menyerang balik pasukan Yon-743.
Tembakan pendahuluan yang pada awalnya dilakukan dengan tujuan
mengacaukan pergerakan Fretilin justru menjadi bomerang bagi para
prajurit Yon-743. Mereka pun dihujani tembakan senapan mesin dan
mortir sehingga banyak dari prajurit kocar-kacir dan akhirnya
prajurit pun mundur kembali ke arah Kotabot.
Lain
halnya dengan Yon-507 Kodam Brawijaya yang bergerak dari sisi utara,
mereka sukses masuk ke Monte Tilomar dan merebutnya. Lantaran Yon-507
bergerak dari arah utara yang merupakan dataran tinggi dan Fretilin
lebih terfokus ke arah Barat, dimana Yon-743 bergerak, sehingga
Yon-507 pun berhasil dan Yon-743 tidak menyangka akan mendapatkan
serangan musuh secara sporadis.
Pasukan
Yon-743 lalu menduduki kota tersebut setelah Batalyon 507 mendapat
penugasan baru ditempat lain. Kota Monte Tilomar pun kemudian
dikuasai sepenuhnya oleh Pasukan Batalyon 743.
Salah seorang anggota gerilyawan Fretilin mengendap-ngendap dari pasukan TNI
ketika terjadi konflik dengan Indonesia
ketika terjadi konflik dengan Indonesia
OPERASI
KIKIS
Operasi
kikis adalah operasi militer yang dilancarkan Indonesia (ABRI/TNI),
yang melibatkan beberapa satuan TNI (AD, Marinir, Paskhas) demi
melumpuhkan gerakan Fretilin.
TNI
yang pada waktu itu bersama wanra, bergerak untuk mengepung gunung
Matebian, di sektor Timur wilayah Timtim. Namun ternyata Fretilin
sudah keburu kabur lantaran mungkin mereka sudah mengetahui informasi
perihal pengepungan yang dilakukan oleh TNI.
Dalam
operasi militer yang dilancarkan TNI ini, dibutuhkan kecermatan dalam
hal pergerakan untuk mendukung suksesnya misi. Dihari kedua dan
dihari-hari berikutnya, pasukan menempuh medan yang cukup berat,
medan yang bergelombang dengan tanjakan yang cukup terjal. Para
prajurit mengisi ransel mereka yang beratnya mencapai 25kg, dengan
pakaian, sepatu cadangan, makanan, senjata, munisi (peluru), dan
termos air lapangan yang terisi air penuh, sehingga selain melakukan
pergerakan di medan yang berat, mereka juga harus terbiasa dengan
beban ransel yang berat di pundak mereka.
Anggota kelompok Fretilin sedang melakukan latihan
Seluruh
pasukan pagar betis (TNI dan rakyat) yang melingkari Gunung Aitana
dari segala penjuru, kemudian beristirahat selama dua hari untuk
menerima penambahan logistik pasukan.
Memasuki
hari ketiga, terdengar suara tembakan yang cukup ramai dari Sektor
sebelah kiri Batalyon 744. sesekali terdengar suara tembakan
tersebut, yang diketahui berasal dari senapan M16 dan senapan G-3.
Saat itu dengan cepat terjadi kontak senjata antara Fretilin dan
Marinir. Baku tembak terjadi sekitar dua jam, ketika itu masih
sesekali terdengar suara letusan senjata yang dilepaskan TNI. Setelah
melakukan konsolidasi, tiga pucuk senapan G-3 dan mouser milik
Fretilin berhasil direbut, sejumlah besar gerilyawan Fretilin
berhasil dilumpuhkan dan ditembak mati.
PRAJURIT
PUTRA DAERAH
Keunggulan
prajurit putra daerah (milisi lokal warga Timor), yang direkrut TNI
dan diperbantukan bersama TNI adalah kelompok yang lebih mengenal
medan, kondisi, dan menguasai bahasa setempat. Loyalitas dan semangat
juang tinggi di setiap pertempuran bersama TNI perlu di acungi
jempol. Mereka bergerak tak kenal rasa takut dan tak kenal lelah
bersama TNI dalam memberantas para gerilyawan. Jika pasukan Fretilin
dibawah komando Xanana Gusmao memiliki para gerilyawan bersenjata
yang ahli dalam perang gerilya, maka TNI melalui Yon-743 nya memiliki
prajurit putra daerah Timor yang sangat gesit, disiplin, dan penuh
tanggung jawab.
Naluri
alamiah mereka dengan sendirinya terbentuk ketika prajurit lokal
Timtim memasuki hutan-hutan, gerakan yang sigap dan senyap serta cara
mereka membidik sangatlah profesional sehingga seringkali sulit
ditandingi bahkan oleh pasukan TNI sekalipun. Sebelum prajurit putra
daerah ditempatkan di Batalyon TNI 743, mereka terlebih dulu
digembleng di Denpasar untuk mengikuti Pendidikan Dasar Militer di
Sekolah Calon Tamtama dan kemudian lulus dengan pangkat Prajurit Dua.
Mayoritas putra daerah tersebut dulunya pernah bergabung bersama
kelompok Apodeti dan UDT.
Bagi
media-media Barat, mereka menyebut PPI sebagai “milisi”. PPI
sendiri telah berjuang bersama TNI yang cukup banyak membantu dan
mempermudah tugas TNI di Timor Timur.
Pasca referendum, Warga Australia terlihat berdemo,
mereka menyerukan agar TNI segera angkat kaki dari Timtim
mereka menyerukan agar TNI segera angkat kaki dari Timtim
KONFLIK
INTERFET DENGAN TNI/POLRI
Intervensi
Australia dalam masalah krisis berkepanjangan yang terjadi di Timtim
adalah bertujuan untuk pengamanan wilayah teritorial di Timor Timur
pasca referendum. Namun dibalik itu semua entah kenapa Australia
sangat Anti terhadap TNI dan bersikap selalu waspada dan menuding
Institusi militer Indonesia tersebut. Media-media Barat khususnya
Australia menuding bahwa sebagian besar kekerasan dan pembunuhan
warga sipil/wartawan asing dilakukan oleh TNI. Mereka menuding TNI
berada dibalik itu semua. Pada akhirnya, toh dilapangan Australia
harus beradaptasi tidak saja dengan medan yang berat dan kondisi di
lapangan, namun juga berbaur dengan TNI.
Pada
tanggal 27 September 1999, dilakukanlah serah terima tanggung jawab
keamanan dari Panglima Penguasa Darurat Militer kepada Pihak
Australia (Interfet). Setelah itu otoritas keamanan di Timtim
sepenuhnya dipegang oleh Interfet. Meski demikian selama satu-dua
bulan Interfet masih dibantu oleh militer Indonesia yakni Satuan
Tugas Itfet (Indonesia Task Force in East Timor) yang terdiri dari
unsur TNI/Polri. Satgas tersebut dipimpin oleh Brigjen (pol) James
Sitorus dengan wakilnya Kolonel CZI Suryo Prabowo, yang kini
merupakan Letjen Purnawirawan TNI. Turut diperbantukan pula Batalyon
700/Lintas Udara sebagai Batalyon Pengawal.
Australia
melakukan pendaratan dalam jumlah besar di Timtim melalui pasukan
Interfet mereka. Interfet juga menerjunkan Tank-tank dan Heli Black
Hawk mereka. Meskipun TNI pada dasarnya selalu menerapkan hubungan
baik dengan pihak Australia, toh konflik dilapangan tak dapat
terhindarkan juga. Hubungan TNI-Interfet sempat memburuk ketika
terjadi baku tembak diantara mereka. Contohnya saja ketika satu
Peleton Interfet (Tentara Australia), Batalyon-2 RAR Australia, untuk
pertama kalinya berpatroli jauh di daerah perbatasan yang hanya
beberapa meter jaraknya dari Pos Polisi Indonesia. Dimana daerah
tersebut selain diisi oleh Satu Peleton Brimob, juga ditempatkan satu
Peleton TNI (Peleton-2, Kipan A, Yon-743, dan Kodam IX/Udayana).
Ketika
pasukan Interfet berpatroli, mereka tanpa sengaja berpapasan dengan
seorang anggota Brimob, karena kaget, secara spontan anggota Brimob
tersebut melepaskan tembakan ke udara. Namun karena Interfet
menganggap itu sebagai sebuah ancaman dan berpikir bahwa anggota
Brimob tadi adalah milisi, maka terjadilah baku tembak.
Setelah
baku tembak berakhir dan kesalahpahaman antara Indonesia dan
Australia dapat diatasi. Namun apa daya ibarat nasi telah menjadi
bubur, jatuh korban jiwa di Pihak Indonesia, 3 anggota Brimob dan
seorang warga lokal tewas tertembak peluru pasukan Interfet.
Sementara itu pihak Interfet tidak ada satupun korban tewas mengingat
saat itu pasukan Indonesia sedang lengah karena beristirahat, dan
Pasukan Interfet dalam kondisi siap tempur sembari melakukan patroli
wilayah. Australia lalu membantah secara tegas semua yang ditudingkan
Indonesia. Australia bersikeras mengklaim bahwa Pasukan mereka tidak
bersalah dan mengatakan bahwa Interfet masih berada didalam
wilayahnya dan mereka tidak memasuki wilayah teritorial Pasukan
Indonesia.
Namun
setelah insiden baku tembak tersebut, kedua belah pihak melakukan
observasi bersama dan menyimpulkan bahwa insiden tersebut terjadi
lantaran kurangnya koordinasi antara Interfet dan TNI/Polri di
lapangan, dan juga keberadaan Joint Security Coordination Group yang
tidak dimanfaatkan secara baik oleh Interfet maupun Itfet, serta
adanya perbedaan peta yang digunakan Pasukan Indonesia dan Pasukan
Australia.
POLEMIK
HADIRNYA PIHAK-PIHAK DAN LEMBAGA ASING PBB
Setelah
referendum, otomatis Indonesia dipandang sebagai pihak yang kalah,
dan militer Indonesia (ABRI- saat itu), dituding dan dipandang
sebagian kalangan yang haus akan “pelanggaran HAM” di Timor
Timur. Mereka terkadang membesar-besarkan berita dan informasi di
lapangan mengenai tewasnya warga sipil dan wartawan asing di Timtim.
Meskipun bermitra baik dengan TNI, Organisasi Palang Merah
Internasional bentukan PBB (ICRC) tetap bersikap kritis terhadap TNI
dan secara intensif memantau setiap pergerakan TNI di lapangan.
Akibat
ketidakpercayaan ICRC terhadap TNI, hal tersebut dimanfaatkan
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menghembuskan isu-isu
negatif yang memojokkan TNI di Timor Timur maupun di mata Dunia
Internasional.
Setelah
hasil referendum diumumkan dan Indonesia dinyatakan kalah oleh
lepasnya Timtim dari pangkuan NKRI, banyak masyarakat kelompok PPI
yang tidak terima dengan hasil referendum tersebut. Mereka kemudian
berdemo untuk mengungkapkan kekecewaan mereka. Mereka kecewa terhadap
pihak-pihak dan lembaga-lembaga asing yang turut campur tangan dalam
urusan Timor Timur. Massa kemudian menduduki Kantor UNHCR (Organisasi
untuk masalah Pengungsi) dan membunuh tiga orang staf nya.
TNI
juga pernah dituding terlibat dalam upaya mengadakan pelatihan
terselubung bagi 15.000 milisi di daerah Atambua untuk disebar ke
wilayah Timor Timur pasca referendum. Tudingan tersebut bahkan
tersiar luas di Australia dan media-media asing yang meliput
perkembangan kondisi pasca penentuan jajak pendapat Timtim. Namun pihak TNI membantah hal tersebut dan tetap menjaga hubungan
yang baik dengan kehadiran pihak-pihak asing di lapangan.
Penarikan pasukan Indonesia dari Timtim, 1999
senang dapat pengetahuan ini. salam...
ReplyDeleteTQ atas artikel ini, menambah pengetahuan atas pergorbanan RI dlm mempertahankan Timor Leste
ReplyDeleteMantap
ReplyDeleteItu kesalahan fatal kebijakan pak habibie
ReplyDeleteArtikel yang sangat membantu (y)
ReplyDeleteSia2 pengorbanan tni puluhan thn disana mempertaruhkan nyawa,mninggalkan keluarga trcinta demi mempertahankan nkri..eh tau nya dilepas gtu aja.da brapa ribu tni kita gugur sia2 dsana,alm.bapak saya sudah 3x brjuang disana,thn 76,84,89..mngkin ayah saya pun nangis di makamnya dngar timtim lepas gtu aja.
ReplyDeleteSia2 pengorbanan tni puluhan thn disana mempertaruhkan nyawa,mninggalkan keluarga trcinta demi mempertahankan nkri..eh tau nya dilepas gtu aja.da brapa ribu tni kita gugur sia2 dsana,alm.bapak saya sudah 3x brjuang disana,thn 76,84,89..mngkin ayah saya pun nangis di makamnya dngar timtim lepas gtu aja.
ReplyDeleteKalo aja pak harto presidennya..mngkin sampe saat ini timtim msih bagian dari indonesia.
ReplyDeleteSudah ribuan nyawa para pahlawan indonesia yang gugur, tetapi kebijakan habibie dg begitu saja melepas timor timur itu sangat menyakiti hati para pejuang indonesia di timor timur.
ReplyDelete