BAJAK LAUT ERA KEKAISARAN ROMAWI
Sejarahnya,
Bajak Laut ada ketika pelayaran yang bersifat perdagangan. Bajak Laut
juga disebut pirate, pada dasarnya merupakan aksi perompakan yang
dilakukan satu kapal terhadap kapal lainnya. Barang yang dirompak
(bahasa lainnya; dirampok), kemudian dipindahkan ke kapal perompak
dibawah ancaman senjata.
Dulu pada zaman kekaisaran Romawi dan masa Yunani Kuno (14 SM), kapal-kapal dagang yang berlayar melintasi laut Mediterania dan Aegean telah dibajak. Barang-barang dikapal seperti minyak zaitun dan biji-bijian, dirampas. Para penumpangnya pun ditawan dan kemudian dijual sebagai budak. Ancaman bajak laut terus terjadi hingga abad ke 3-SM dan sangat merugikan Kekaisaran Romawi. Perlu waktu ratusan tahun bagi Kekaisaran Romawi untuk memerangi Bajak Laut. Upaya perang melawan Bajak Laut itu pun terus berlanjut hingga memasuki abad ke-1 Masehi.
VIKING
Ketika
Kekaisaran Romawi mengalami kehancuran dan diwarnai oleh lepasnya
berbagai negara jajahan, serangan bajak laut pun kembali marak.
Kelompok yang paling populer adalah Bajak Laut Viking, yang berasal
dari kawasan Eropa Utara, seperti Denmark, Norwegia, dan Swedia.
Bajak Laut Viking yang gemar menggunakan perahu layar berukuran
ramping dan panjang, dikenal mahir bertempur, buas, dan ditakuti oleh
berbagai negara. Kapal-kapal dagang yang menjadi langganan aksi
kejahatan bajak laut tersebut berasal dari Inggris, Perancis, Jerman,
Irlandia, Italia, Rusia, dan Spanyol.
Sebagai
bangsa lautan, Viking tidak hanya memiliki kawanan bajak laut yang
ditakuti, tapi juga memiliki penjelajah samudera yang berhasil
menemukan Amerika Utara, 500 tahun sebelum Columbus menemukan Amerika
pada tahun 1492. Sosok Bajak Laut Viking yang tinggi besar,
bersenjatakan kapak, pedang besar, pisau, dan helm bertanduk, menjadi
legenda yang menggambarkan kehebatan mereka saat bertempur. Selain
jago bertarung, Bajak Laut yang menggunakan Bahasa Jerman ini juga
pandai dalam membuat kapal, serta mahir dalam menentukan arah
navigasi ketika mereka berlayar di lautan.
Memasuki
abad ke-9, Bajak Laut yang beroperasi di laut Mediterania dipengaruhi
oleh situasi Perang Salib. Para pembajak dari kelompok muslim
beroperasi pada abad ke-9 dan ke-10 ketika Kekaisaran Creta masih
berkuasa. Memasuki abad 18 dan 19, para Bajak Laut Kristen yang
berasal dari Catalonia menjadi ancaman serius bagi kapal-kapal dagang
di laut Mediterania. Selain Bajak Laut dari kelompok tersebut, pada
era itu juga diwarnai oleh keganasan Bajak Laut muslim Tunisia, yang
dikenal juga sebagai Corsair. Kebanyakan Bajak Laut Tunisia berasal
dari Bajak Laut Eropa yang melarikan diri dari kejaran kapal-kapal
perang dan sengaja mencari perlindungan di kawasan Tunisia.
PERANG
SALIB
Perancis
akhirnya kemudian memutuskan untuk memerangi bajak laut Tunisia dan
berhasil menghancurkan pangkalannya, yang berada di laut Mediterania.
Akibat gempuran tersebut, para bajak laut Tunisia memilih kabur
menuju Samudera Hindia dan bermarkas di Haiti, yang kemudian dikenal
sebagai Buccaneers. Sebagian dari para Bucaneers itu terus berlayar
menuju Laut Karibia dan bergabung dengan perompak yang sudah ada,
yaitu bajak laut dari Karibia. Salah satu tokoh bajak laut asal
Karibia yang tersohor adalah perompak asal Inggris, yaitu John Ward.
Masa
Kekaisaran Ottoman juga memunculkan bajal laut asal Ottoman, yang
dikenal sebagai Ottoman Corsairs dan beroperasi di perairan Afrika
Utara, Aljazair, Tunisia, dan Tripoli. Seperti Barbary Crusade yang
terbentuk untuk mendukung kekuatan laut kubu Kristen, Ottoman
Corsairs juga terbentuk demi kepentingan tempur kubu muslim. Bagi
kapal-kapal dagang Eropa yang sering melewati perairan tersebut,
kawasan yang rawan perompakan (laut Arab, Afrika Utara, dan
Mediterania) dikenal sebagai Barbary Coast atau pantai yang rawan
karena bajak laut yang ganas.
REVOLUSI
AMERIKA & BAJAK LAUT DI ABAD KE-15, 16 dan 17
Menjelang
pecahnya Revolusi Amerika, Desember 1777, bajak laut mulai menyerang
kapal-kapal dagang Amerika yang sedang berlayar menuju Laut Arab.
Perompak yang menyerang itu kebanyakan berpangkalan di Maroko.
Pada
akhir tahun 1798, sebuah pulau dekat Sardinia diserang oleh para
bajak laut Tunisia dan mereka menawan 900 penduduk, yang kemudian
dijual sebagai budak. Perairan Mediterania dan Laut Arab yang menjadi
ajang bagi aksi kejahatan bajak laut juga menjadi lahan untuk
merompak kapal dengan sasaran khusus muatan manusia. Orang-orang
Eropa yang ditawan dari kapal-kapal transport kemudian dijual ke
Afrika Utara sebagai budak.
Perompakan
dengan sasaran manusia, baik yang berada di laut maupun di darat itu
berlangsung antar tahun 1530-1780. Jumlah orang Eropa yang dijadikan
tenaga budak sebanyak 1,25 juta orang. Daerah-daerah yang menjadi
tujuan penjualan para budak kulit putih antara lain Aljazair,
Tunisia, Istanbul, dan Tripoli. Pulau itu lalu digunakan sebagai
pangkalan para pembajak mengingat lokasinya yang strategis, berada di
ketinggian dan terlindungi oleh lagon. Kapal-kapal dagang yang
melintas bisa diamati dari jarak jauh dan serangan perompakan bisa
disusun lebih terencana serta lebih mematikan.
Era
abad ke-17 bahkan menjadi masa panen bagi para perompak dan
memunculkan nama-nama legendaris bajak laut, seperti bajak laut asal
Belanda yang dikenal sebagai Zymen Danseker (Simon de Danser). Zymen
yang beroperasi sebagai pimpinan bajak laut di Perairan Aljazair dan
Tunisia kemudian bekerja sama dengan John Ward.
No comments:
Post a Comment