Gambar Profil Kelly Johnson bersama pesawat-pesawat siluman ciptaannya
“Kenali musuhmu
sebelum kau berusaha mengalahkannya.” Ketika sedang
hebat-hebatnya berseteru dengan Uni Soviet, boleh jadi Amerika telah
terpengaruh dengan petuah Sun Tzu yang amat terkenal itu. Mereka lalu
membuat pesawat intai yang nyaris tak tersentuh radar demi mengetahui
dan kelemahan Soviet. Setelah itu, mereka lalu membuat pesawat
pemukul kelas berat yang sama-sama meraih predikat untouchable.
Berikut ini adalah kisah dan latar belakang pembuatan pesawat Black
Jet seperti U-2, SR-71 dan B2 Bomber, yang amat menghebohkan dunia.
Tony, diminta segera
berkemas dan melakukan perjalanan ke sebuah daerah tandus dan
terpencil di gurun Nevada, Arizona, AS. Ia diminta mengganti namanya
dan menanggalkan apa saja yang bisa menghubungkan dirinya dengan
Lockheed. Ia hanya ditemani Dorsey Kammerer, orang kepercayaan Kelly.
Tony LeVier, saat itu, diminta oleh Clarence “Kelly” Johnson
untuk menerbangkan sebuah pesawat, yang baru saja berhasil
dikembangkannya. Tanpa ragu-ragu ia pun bersedia untuk menjadi orang
pertama yang menerbangkannya. Namun di benaknya masih terdapat rasa
penasaran tentang pesawat seperti apa yang akan diterbangkannya.
Sesampainya di tempat yang sekarang dikenal sebagai Pangkalan Udara
Edwards tersebut, pada suatu hari di bulan Agustus 1955, ia terkesima
melihat pesawat yang sebelumnya membuatnya penasaran cukup lama.
Sebuah pesawat berbentuk aneh dengan warna hitam, yakni U-2
Dragonlady. Pesawat seperti apakah gerangan?
Kelly bersama pesawat silumannya- U-2 Stealth
Sejumlah pejabat
menyebutnya black jet. Bukan saja karena warnanya yang hitam
legam, tetapi juga karena seluruh proses pembuatannya, mulai dari
rancangan, anggaran, dan spesifikasi teknis dari jenis pesawat ini,
tidak pernah diumumkan secara terbuka. Lalu, mengapa harus ada Black
jet? Apakah AS tengah merencanakan operasi terselubung? Apa yang
melatarbelakangi pembuatannya? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu
memang sempat terlintas di benak LeVier, dan sampai sekarang pun
jawaban-jawaban detail atas pertanyaan-pertanyaan tersebut pun masih
banyak ditutup-tutupi meskipun sekarang AS sudah mengumumkan ke
publik tentang keberadaan pesawat-pesawat “ghost” tersebut.
BOMBER GAP
Untukk menjawab
pertanyaan tersebut, agaknya kita harus mengetahui dulu latar
belakang kondisi dan situasi AS pada era 50-an, serta perasaan
psikologis yang dialami Presiden AS dan para pejabat-pejabat tinggi
pada waktu itu.
Disiapkannya pesawat
pengintai U-2 tak bisa dilepaskan dari ketakutan AS ketika menghadapi
konflik global pasca Perang Dunia II dan ketidakmampuan Dinas
Intelijen AS dalam mengatahui pola pikir orang nomor satu di Istana
Kremlin. Meski keluar sebagai “pemenang” dalam pergulatan
PD II dan pernah bahu-membahu bersama Uni Soviet menghadapi Jerman,
Washington merasa harus menjaga jarak dengan negeri besar ini. Itu
karena AS tak pernah sepenuhnya percaya dengan orang-orang Rusia.
Ketidakpercayaan itu
rupanya berkembang menjadi rasa curiga yang berlebih, terutama
setelah Uni Soviet sukses meracik sendiri bom atom dan meledakkannya
pada 1949. Washington menyakini, pasti ada maksud tertentu di balik
pembuatan renjata pemusnah massal itu. Kalau tidak untuk menciptakan
hegemoni di kawasan sekitarnya, apalagi tujuannya kalau bukan untuk
menggertak AS. Kekhawatiran itu makin memuncak meski AS telah lebih
dulu memiliki kemampuan membuat bom atom. Kekhawatiran itu pada
intinya bersumber pada dua hal; pertama, karena pimpinan Uni Soviet
baru saja beralih ke Nikita Khrushchev, mantan tentara yang amat
agresif dan provokatif. Dan yang kedua, kerena Badan Intelijen AS
memang tak pernah mampu menerobos lingkaran dalam Kremlin.
Semua perkembangan,
misalnya seperti peledakan bom atom itu, kerap tiba-tiba sampai ke
telinga Presiden AS tanpa adanya peringatan dari CIA. Ketidakmampuan
CIA inilah yang membuat Presiden AS Dwight D. Eisenhower kerap kecewa
dan berang, dan sekaligus berpikir: “Adakah peralatan canggih
yang dapat digunakan untuk mengatasi ketidakmampuan CIA?”
Belum lagi
pertanyaan itu terjawab, pada pertengahan tahun 1954, Presiden
Eisenhower kembali dikagetkan oleh parade militer Soviet yang
disiarkan langsung melalui saluran televisi internasional dari
lapangan merah, Moskow. Dalam tanyangan ini, terlihat pesawat pembom
strategis Myasishchev M-4 yang semula hanya dianggap isapan jempol,
ternyata menunjukkan kemampuannya dengan terbang di udara.
Bertahun-tahun, sosok M-4 ini bak monster udara yang tak jelas
rimbanya tapi menakutkan.
Tentang pembom yang satu
ini, sejumlah analis militer pernah mengatakan, Uni Soviet sangat
mungkin telah memiliki 500 unit, tapi lagi-lagi sangat disayangkan
Badan Intelijen AS tak pernah mengetahui seperti apa sesungguhnya
pesawat ini. Dan, jika memang mereka benar-benar memiliki M-4
sebanyak itu, pasti akan ada kesenjangan kekuatan yang lebar dengan
Amerika yang tak memiliki pesawat pembom strategis sebanyak itu.
Analisa ekstrem inilah yang pada masa itu sempat dikenal dengan
istilah bomber gap. Pesawat-pesawat itu disiapkan untuk bisa terbang
non-stop hingga ke daratan Amerika. Bayangkan apa yang bisa dilakukan
AS jika pesawat-pesawat tersebut benar-benar diterbangkan ke AS untuk
misi pemboman? Sejak itulah, keinginan Presiden AS untuk menyediakan
pesawat dan piranti sistem peringatan dini semakin menjadi-jadi.
Pada dasarwarsa 1950-an,
bersama Kanada, AS sebenarnya telah mendirikan pos Distant Early
Warning di Tatalina, Alaska. Pos ini didirikan untuk
menyembunyikan sirine peringatan dini manakala ada pesawat yang
terbang ke arah Amerika. AS juga memiliki satelit mata-mata KH-11
yang matanya kerap diarahkan ke Unh Soviet. Tetapi kedua sistem
senjata ini toh memiliki keterbatasan. Mata satelit amat tergantung
kecerahan langit, sementara tentang Distant Early Warning,
sesungguhnya tak seorang pun bisa menjamin seberapa cepat informasi
dini bisa menggerakkan pesawat-pesawat interceptor AS.
Demikianlah latar
belakang pembuatan black jet U-2. Apakah kehadirannya mampu
menuntaskan seluruh kegundahan sang Presiden, saat itu, belum
seorangpun mampu menjawabnya. Yang pasti, Tony LeVier merasa
terhormat diminta menjadi orang pertama yang menerbangkan Sang Naga
Perempuan. Apalagi yang memintanya adalah langsung dari sang
penciptanya: Clarence “Kelly” Johnson.
Artikel kelanjutan baca disini: Black Jet U2 - Part 2
Disadur
dari Majalah Angkasa Edisi Koleksi No.79 tahun 2012- Black
Jet: Cold War Special Weapon's (Book of One). April 2012
No comments:
Post a Comment