Sunday, 7 October 2012

T-80, Leclerc, dan M1 Abrams

One of The Lightest Heaviest


Siapa rival berat T-80?? Jawaban normatif tapi sesungguhnya amat mengena, yakni adalah jajaran Main Battle Tank (MBT) Barat. Ya, apapun jenisnya dan bagaimanapun teknologinya yang terdapat dalam MBT NATO, kesemuanya itu mengerucut pada satu tujuan: yakni menghadang dan mengungguli semua MBT Soviet, tak terkecuali T-80.


T-80 (Rusia)

    Dalam melansir alutsista Darat, Rusia seringkali tidak fokus atau mengarahkannya pada satu ancaman saja. Paling penting adalah penyesuaiannya dengan taktik penggelaran kekuatan darat dalam skema pertempuran NATO, terutama di kubu Eropa Barat. Itulah sebabnya beberapa jenis alutsista matra darat Soviet seakan tak memiliki padanan sekelas di kalangan Barat.

    Begitupun demikian dengan T-80, meski jelas-jelas merupakan MBT (Tank Tempur Utama), namun mengoperasikannya secara apple-to-apple relatif sulit.  Apalagi T-80 memiliki fitur yang sulit (kalau tak mau disebut mustahil) ditemui padanannya pada masa itu. Sebut saja kemampuan melontarkan rudal  Anti-Tank dari laras meriamnya. Sudah begitu, besaran kaliber meriamnya pun terhitung lebih besar ketimbang MBT Barat. Meski harus diakui pula bahwa besaran yang tak terpaut jauh itu bukan merupakan jaminan pasti akan superioritasnya.

    Di samping itu, bobot tempur T-80 nyatanya cukup membuat para pengamat Barat kuatir. Hal ini terlihat jelas pada bobot tempur monster darat ini yang mencapai 44-50 ton (tergantung varian), menjadikan power-to-weight ratio-nya berdampak positif pada aspek kelincahannya.

    Di luar kedua ciri khas tersebut, masih banyak yang dapat diperdebatkan mengenai MBT mana yang “terbaik”. Yang jelas, semua berpulang kepada kebutuhan di lapangan dan yang terpenting, lagi-lagi adalah operatornya alias the man behind the gun.


LECLERC (Perancis)

    Dua fitur Leclerc diamini merupakan rivalitas langsung dari fitur serupa yang dimiliki T-80. Keduanya adalah sistem pemuat peluru meriam otomatis (autoloader) dan bobot tempur yang ringan. Kata “ringan” disini tentulah masih berkutat di kisaran 40-50 ton. Namun jika angka tersebut dikomparasi dengan bobot Abrams, Chalengger, atau Leopard 2, yang kesemuanya bermain di kisaran 60 ton, barulah kelihatan perbedaan-perbedaan yang signifikan.

    Mengejar pengurangan bobot Tank diakali perancang MBT Perancis ini dari dua sisi sekaligus. Selain otomatisasi sebanyak mungkin (terutama dengan autoloader), lapisan armor pada Leclerc memang tidak dibuat semasif rekan sejawatnya di NATO. Bahkan main wheel pun dibuat dari bahan alumunium alloy. Di sisi lain, mesin diesel khusus dari tipe hyperbar yang ringan namun bertenaga badak diandalkan untuk menghela kereta perang yang kerap dianggap sebagai Tank berpenampilan paling keren di antara jajaran Tank NATO. Hasilnya, Leclerc merupakan MBT NATO dengan akselerasi tercepat.

    Sayang penyakit alutsista buatan Perancis juga melekat pada Leclerc. Karena dianggap telat memasuki pasar, Tank ini nyaris tak mendapat pembeli selain AD Perancis. Untung masih ada Uni Emirat Arab yang mau digandeng kerjasama untuk menekan ongkos pengembangan yang biayanya selangit. Hingga kini memang hanya negeri itulah pemakai Leclerc di luar Perancis.



M1A1/A2 ABRAMS (Amerika Serikat)

    "Benteng kokoh". Dua kata itu memang pas disematkan pada keperkasaan Tank Abrams. Kekokohan Chobham armor-nya sudah melegenda, dibuktikan dari beberapa palagan perang yang diikutinya. Akurasi meriamnya yang masih satu keluarga dengan Leopard 2 juga tak perlu diragukan lagi.

    Meski belum pernah bertempur langsung tank-on-tank, di atas kertas Abrams memang segalanya ketimbang T-80. Meski sama-sama mengusung mesin gas turbin (fitur keduanya yang paling bisa langsung dikomparasi), mesin turbin Abrams sudah terbukti tangguh di medan perang. Meski demikian, sisi negatifnya sebenarnya sama saja, yaitu boros bahan bakar. Bayangkan, untuk menghidupkan mesinnya saja, Abrams langsung menenggak habis 41 liter BBM. Pasokan dan rantai logistik buat kereta perang Paman Sam ini jelas kelihatan harus diperhitungkan secara cermat.


    Namun kalau sudah bicara dari sisi ekonomi, bisa lain ceritanya. Usut punya usut, mau dihitung bagaimanapun, biaya produksi MBT Abrams masih tetap lebih tinggi dibandingkan biaya produksi T-80. Berangkat dari sini, menarik untuk disimak, jika kita berandai-andai, seandainya Uni Soviet tidak keburu bangkrut ekonominya, dan T-80 bisa diproduksi dengan kuantitas minimal dua kali Abrams. Bagaimana jadinya jika kedua MBT ini saling bertempur?





Disadur dari: Majalah Commando Volume VIII No.4 Tahun 2012

No comments:

Post a Comment