Sunday, 22 February 2015

Urgent Fury (US Navy SEAL)


URGENT FURY



Krisis Grenada makin memanas setelah dipicu pembunuhan Perdana Menteri Maurice Bishop oleh kelompok pemberontak People Revolution Army (PRA) pada oktober 1983. akibatnya nyawa ribuan warga AS ikut terancam. Pemerintah AS segera mengirimkan kekuatan militer ke negara yang mulai dikuasai komunis. Sejumlah satuan khusus seperti Ranger, Delta Force, dan Navy SEAL diterjunkan.
Seperti biasa SEAL mendapat tugas melancarkan pengintaian kawasan pantai, sabotase pangkalan militer, demolisi, dan tugas yang sebenarnya bukan porsi SEAL, yakni mengevakuasi pejabat penting. Sesuai rencana, SEAL akan disusupkan melalui udara dan laut.
Operasi awal SEAL dimulai pada 25 oktober dengan target menyusup ke kawasan Bandara Point Salines dan memandu pasukan Ranger yang nantinya akan menyerbu. Untuk menyusupkan SEAL, rencananya sejumlah personel dari Team SEAL 6 akan diterjunkan dari C-130 Hercules ke laut dan setelah itu bergerak menyusup menuju daratan. Pada hari H di tengah kegelapan malam pesawat C-130 terbang pada ketinggian 500 kaki dan tak lama kemudian SEAL melompat keluar.

Meski telah menjalani latihan khusus, penerjuan pada malam hari dan mendarat di laut yang bergelombang ternyata memberi masalah bagi SEAL. Akibat banyak perangkat tempur yang harus dibawa, empat personel SEAL justru terjerat parasut dan hilang tenggelam. Musibah tak terduga itu menyebabkan misi dibatalkan dan SEAL yang selamat diperintahkan berenang menuju kapal penjemput untuk selanjutnya diangkut ke AS.
Hari berikutnya SEAL, dengan misi yang sama, diterjunkan lagi ke pinggiran pantai dari heli Black Hawk. Namun, sewaktu berada di lautan lagi-lagi masalah datang. Sebagian besar peralatan ternyata hilang dan kawasan pantai ternyata dipenuhi kapal patroli musuh. Untuk menghindari korban jatuh lagi, SEAL diperintahkan menuju kapal penjemput dan segera meninggalkan lokasi sasaran. Namun tak ada kata menyerah bagi SEAL.
 
Hari berikutnya SEAL yang kali ini bergerak pada pagi hari kembali diterjunkan dan berhasil ke daratan. Sasaran utama adalah menghancurkan pemancar radio yang digunakan PRA untuk melancarkan perang urat syaraf. Suara ledakan bom yang menghancurkan transmisi membuat PRA tahu mereka sedang diserang. Tembakan gencar dari PRA pun menyalak termasuk tembakan senapan mesin dari ranpur BTR-60. Tim SEAL yang tugasnya memang bukan bertempur secara frontal, segera bergegas ke pantai dan kemudian berenang menuju kapal penjemput.
Sementara itu SEAL Team 4 ditugaskan untuk menyusup ke pantai Grenada dan mendeteksi kondisi pantai apakah cocok untuk pendaratan amfibi atau tidak. Mereka berhasil mendarat tanpa kesulitan. Di sepanjang garis pantai, Team 4 berhasil mengetahui bahwa pertahanan pantai PRA justru sudah ditarik mundur secara tergesa dan dipindahkan ke pusat kota. SEAL menilai, pantai Grenada tidak cocok untuk pendaratan amfibi. Mereka pun mengirimkan sinyal, sebaiknya marinir dan Ranger diterjunkan lewat udara. Operasi lintas udara Ranger dan US Marine kemudian menjadi penerjunan yang spektakuler mengingat PRA telah menyiapkan meriam penangkis serangan udara (PSU).
Sementara itu SEAL yang bertugas mengevakuasi Gubernur Jenderal Grenada, Sir Paul Scoon dan keluarganya setelah meluncur dari helikopter berhasil mencapai sasaran. Tim segera membangun perimeter sekaligus persiapan evakuasi.




Sesuai rencana, gubernur dan keluarganya dievakuasi dengan heli Black Hawk jika keadaan benar-benar telah aman. Tapi ketika SEAL sedang sibuk melaksanakan persiapan, pasukan pemberontak PRA tiba-tiba datang dan langsung membentuk formasi pengepungan. Rupanya kehadiran Black Hawk yang baru saja menurunkan tim SEAL telah menarik perhatian PRA. Dari cara nya menggelar pengepungan, PRA rupanya telah merencanakan operasi penyergapan itu. Apalagi mereka dilengkapi ranpur BTR-60PB yang peluru kanon nya sanggup menembus tembok gedung.

Melihat kehadiran pemberontak, SEAL segera bersiap. Komandan regu Letnan Mike Walsh memerintahkan penembak jitu SEAL untuk membidik setiap personel PRA yang mencoba masuk. Tembak menembak sengit pun berlangsung. Berkat tembakan jitu sniper SEAL, 21 pemberontak PRA tewas. Untuk sementara pasukan penyerang memilih untuk mundur.
Letnan Walsh menarik nafas lega karena perimeternya berhasil menahan gempuran pemberontak kendati hanya untuk sementara. Untuk pertempuran panjang, mereka jelas tak siap. Selain karena persediaan amunisi, mereka juga bukan tim yang dipersiapkan untuk pertempuran panjang.
Dalam posisi terjebak dan persediaan peluru semakin menipis, Letnan Walsh berusaha meminta bantuan. Karena ada masalah komunikasi, Letnan Walsh baru bisa kontak setelah menghubungi markas operasi SEAL di AS. Bantuan yang diharapkan adalah gempuran meriam C-130 Spectre dan kehadiran pasukan tambahan marinir.

Malam harinya, tembakan gencar datang lagi dari PRA dan kali ini kanon BTR mulai menyalak. Dinding bangunan yang dihantam peluru kanon langsung jebol. Untuk memberi kesan bahwa SEAL masih punya amunisi, Letnan Walsh memerintahkan hanya menembakkan peluru sesekali tapi dengan jarak yang teratur.
Dalam kondisi kritis tiba-tiba terdengar raungan mesin C-130 Spectre disusul dentuman-dentuman ledakan dahsyat. Tembakan yang dilakukan pada malam hari itu sebenarnya sulit untuk tepat sasaran. Namun tak berapa lama kemudian pasukan PRA dan BTR memilih mundur.

Menjelang pagi keadaan bertambah kondusif ketika pasukan marinir tiba. Perimeter pengamanan evakuasi segera dibentuk dan operasi evakuasi gubernur dan keluarganya lewat udara pun sukses. Dalam perjalanan kembali ke markas, SEAL mendapat berita buruk. Upaya pengiriman bantuan pasukan marinir ternyata memakan korban. Dua Black Hawk ditembak jatuh oleh PRA dan mengakibatkan tiga anggota marinir dan satu personel SEAL gugur.

No comments:

Post a Comment