Tuesday, 23 July 2013

Pertempuran Atlantik (3) - Insiden Laconia




Kisah tentang insiden Laconia bermula pada suatu pagi tanggal 12 September 1942. U-156 tengah berpatroli di Atlantik Selatan, dekat Afrika Barat, tepatnya antara wilayah Liberia dengan pulau Ascension. U-156 yang dipimpin oleh Kapitanleutnant Werner Hartenstein adalah salah satu dari beberapa kapal selam U-Boat Tiper IXC Jerman yang beroperasi di sekitar pesisir pantai Barat Afrika.

Ketika tengah bergerak di permukaan menuju ke arah Selatan, sesuatu membuat Hertenstein naik ke atas menara anjungan U-boatnya. Tiba-tiba perhatiannya tertuju pada siluet sebuah Kapal Inggris berukuran besar di horizon yang tengah berlayar sendirian, sebelah Barat Daya dari posisinya. Lokasinya sekitar 500 mil dari pantai Barat Afrika, dan merupakan area yang secara rutin dilalui oleh patroli pesawat Sekutu yang berpangkalan di Freetown. Hartenstein segera mengubah arah U-boatnya untuk bergerak sejajar dengan kapal tersebut. Sambil tetap mengamati kepulan asap dari cerobongnya di kejauhan, Hartenstein menjaga jarak dengan kapal itu, sampai ia merasa cukup aman untuk mendekatinya, yaitu saat malam mulai menjelang.

Hartenstein segera mengidentifikasikan targetnya, yaitu sebuah kapal milik perusahaan British Cunard Star Liner berbobot 20.000 ton, bernama Laconia. Ketika pecah perang, kapal Laconia telah diubah menjadi kapal pengangkut tentara (troopship) dan dipersenjatai dengan meriam dek, bom dalam (depth charges), dan perangkat sonar ASDIC. Semua itu membuatnya telah sah sebagai target militer.

Segera setelah matahari mulai tenggelam di ufuk Barat, Hartenstein mendekati targetnya. U-156 sudah berada pada posisinya. Ketika kapal Sekutu itu telah berada tepat pada perangkat pembidiknya, Hartenstein langsung melepaskan 2 torpedo dari jarak sekitar 2 mil. Setelah melncur selama 3 menit, kedua torpedo itu pun menghantam targetnya dan hampir segera menghentikan laju Laconia yang perlahan mulai miring. Hartenstein membawa U-156 naik ke permukaan dan mendekati kapal yang tengah sekarat itu, siapa tahu ia dapat menangkap perwira militer senior Inggris yang mungkin ada didalam kapal tersebut. Ditengah lembayung senja yang mulai memudar di langit, para awak U-156 terperangah melihat sejumlah penumpang kapal Laconia yang berusaha melarikan diri, sebagian berada diatas sekoci yang telah penuh sesak, namun lebih banyak lagi yang terapung-apung di lautan. Terdengar suara jeritan panik dan tangisan ketakutan di antara para korban. Suasananya benar-benar sangat kacau. Bangkai kapal Laconia yang terbakar bagai obor raksasa di tengah laut, menerangi langit malam dan orang-orang yang tengah terapung-apung dipermukaan laut, timbul-tenggelam diantara mayat-mayat penumpang yang tewas. Sebagian diantara mereka adalah wanita dan anak-anak.

Ketika sedang menyaksikan pemandangan mengerikan itu, tiba-tiba awak U-156 mendengar suara teriakan orang minta tolong dalam bahasa Italia, “Aiuto, aiuto!” Bingung bercampur heran, awak U-Boat segera menolong beberapa korban yang terapung-apung di laut, dan segera mengetahui situasi yang sebenarnya tentang kapal Laconia. Kapal Inggris itu ternyata membawa 2.732 penumpang, yang terdiri dari 136 awak, 285 tentara Inggris, 80 warga sipil termasuk wanita dan anak-anak, 160 tentara Polandia, dan 1.800 orang adalah tentara Italia yang ditawan oleh Inggris. Itu bukanlah kapal tentara seperti yang dibayangkan oleh Hartenstein.

Menyadari telah melakukan kesalahan fatal, Hartenstein segera melancarkan operasi penyelamatan. Ratusan orang yang masih hidup ia angkat ke atas dek kapal selamnya, termasuk wanita dan anak-anak, yang banyak diantaranya berdesak-desakan masuk kedalam kapal selam, dan selebihnya, sekitar 200 orang, berada diatas 4 sekoci penyelamat. Hartenstein juga memanggil sejumlah U-Boat yang berada dekat dengan posisinya untuk membantunya menyelamatkan korban, dan menyiarkan pesan radio dalam bahasa Inggris untuk memberitahukan posisinya sekalian meminta bantuan dari kapal apa saja yang terdekat dengan lokasi kejadian. Dalam usaha itu, U-156 tetap berada dipermukaan selama lebih dari dua setengah hari untuk memberikan pertolongan kepada para penumpang yang masih hidup.

Sementara di Pusat Komando Armada U-Boat Jerman (BdU), Doenitz terkejut mendengar laporan dan aksi yang sedang dilakukan oleh Hartenstein. Walau Doenitz memerintahkan untuk tidak terlalu banyak menyelamatkan para penumpang diluar kemampuan U-156, namun Doenitz tidak mengabaikan masalah itu. Ia mendukung penuh aksi yang dilakukan Hartenstein. Menurut keterangan Doenitz, sesudah perang, apabila ia memberi perintah yang bertentangan dengan hukum kemanusiaan, maka itu akan dapat menghancurkan moral anak buahnya.

Untuk mempercepat operasi penyelamatan, Doenitz memerintahkan 3 U-Boat lagi untuk segera membantu Hartenstein. Sambil mengibarkan bendera Palang Merah, U-506 (Erich Wurdeman) dan U-507 (Harro Schacht) tiba dua hari kemudian, siang hari tanggal 15 September. Mereka kemudian bergabung dengan kapal selam Italia, Cappelini. Ketiga kapal selam ini bersama U-156, membawa mereka yang selamat, sambil menarik sekoci dan menempatkan ratusan orang yang penuh berdiri di atas deknya. Mereka bergerak menuju ke pesisir pantai Afrika untuk bertemu dengan kapal Perang Perancis Vichy yang akan dikirim sebagai bagian dari operasi penyelamatan.

Keesokan paginya, tanggal 16 September, pukul 11.25, konsentrasi keempat U-Boat ini diketahui oleh pesawat pembom Amerika, B-24 Liberator, yang beroperasi di pulau Ascension. Para korban yang selamat melambaikan tangan dan ke 4 U-boat memberikan sinyal meminta pertolongan. Bendera palang merah pun dibentangkan diatas dek untuk diperlihatkan pada pilot B-24 tersebut. Pilot pesawat, Letnan James D.Harden, berputar balik dan mengontak radio ke pangkalannya untuk meminta intruksi lebih lanjut. Perwira jaga yang sedang bertugas hari itu, Kapten Robert C.Richardson, tiga kali mengulangi perintahnya untuk segera menyerang.

Satu jam kemudian, Harden berputar kembali ke lokasi dan para korban yang tadi kecewa merasa lega melihat kembali pesawat B-24. Mereka mengira Harden akan menge-drop bantuan yang sangat mereka butuhkan, yaitu makanan, obat-obatan dan juga air tawar. Namun apa yang terjadi? Harden malah memberi mereka serangan berupa kombinasi bom permukaan dan bom dalam. Satu bom bahkan jatuh tepat di tengah-tengah sekoci penyelamat, ratusan orang pun tewas selama serangkaian serangan bom tersebut. U-156 mengalami kerusakan kecil, namun Hartenstein tidak mau ambil resiko, ia segera menyelam bersama U-boatnya meninggalkan ratusan orang yang masih berada diatas punggung kapal selamnya, kembali tenggelam dan terapung-apung di lautan. Semua kapal selam menyalam dan melarikan diri, namun begitu U-506 dan U-507 kembali lagi ke area tersebut dan kembali menyelamatkan mereka yang tersisa. Untungnya, kapal perang milik Perancis Vichy datang dari Dakar keesokan harinya, dan menyelamatkan para korban yang masih tersisa. 

Jumlah korban jiwa akibat serangan bomber Amerika itu sangat besar. Total dari seluruh kapal Laconia, sebanyak 1.621 orang tewas dan 1.111 sisanya selamat, termasuk mereka yang diselamatkan di atas dek U-Boat Jerman yang penuh sesak. Insiden ini meninggalkan bayang-bayang trauma yang mendalam bagi Doenitz dan para awak armada kapal selam U-Boat Jerman.




No comments:

Post a Comment