Pada 10 Maret
1950, badan intelijen AS yang baru, CIA (Central Intelligence Agency),
menyampaikan prediksi bahwa Korea Utara akan menyerang Korea Selatan pada bulan
Juni 1950. Jenderal Charles Willoughby, yang memiliki jejaring intelijen yang
luas di semenanjung itu telah mengumpulkan 1.195 laporan antara bulan Juni 1949
dan Juni 1950, yang antara lain melaporkan bahwa para prajurit Cina Komunis
berdarah Korea telah memasuki Korea Utara dalam jumlah besar setelah
dikalahkannya Chiang Kai-shek serta pembentukan besar-besaran pasukan
penggempur Merah yang jumlahnya melebihi pasukan Korea Selatan di dekat garis
lintang 38 derajat. Kepala intelijen Jenderal MacArthur sependapat dengan
laporan CIA, dan meramalkan bahwa perang akan pecah pada akhir musim semi atau
awal musim panas tahun itu.
Sayangnya, ujian
besar pertama CIA- memperkirakan pecahnya perang di Semenanjung Korea- tidak
berjalan dengan baik. Laporan-laporan tertulisnya yang sampai di meja Jenderal
MacArthur, Panglima Tertinggi Pasukan Sekutu di Jepang, serta Departemen
Pertahanan maupun Departemen Luar Negeri, terserak dibawah timbunan kertas yang
berisi berbagai informasi dan analisis yang saling bertentangan, membingungkan
dan seringkali jelas-jelas tidak terpercaya. Itu masalah intelijen yang biasa,
berkaitan dengan masalah membedakan “isyarat” dari “kegaduhan”. “kegaduhan”
pada musim panas 1950, muncul dalam bentuk ancaman Komunis yang kelihatannya
mengancam seluruh penjuru dunia: mengenai batas pendudukan di Eropa, di
Trieste, dan di ladang-ladang minyak Timur Tengah, masalah gerilyawan Huk di
Filipina, masalah perbatasan di Yunani dan Yugoslavia. Sekalipun Korea
tercantum sebagai tempat dimana kemungkinan terjadi konfrontasi dengan pihak
Komunis, tetapi isunya berada di bagian paling bawah dalam daftar panjang
mengenai daerah yang kemungkinan menjadi medan pertempuran. Truman sendiri lalu
mengeluhkan bahwa jawatan intelijen itu hanya mengidentifikasikan Korea sebagai
salah satu dari beberapa tempat dimana perang kemungkinan akan pecah di tahun
1950, tidak memberikannya petunjuk seperti apakah dan kapan tepatnya peristiwa
seperti itu akan terjadi.
MacArthur
ditunjuk sebagai Panglima Tertinggi pasukan PBB ketika Perang Korea meletus.
Meski demikian, MacArthur memiliki banyak ketidakcocokan terhadap sejumlah
kebijakan resmi pemerintah Amerika sehingga pada April 1951, Presiden AS Truman
menjatuhkan MacArthur dari jabatan tertinggi dan pada akhirnya skandal
kejatuhannya menimbulkan banyak kontroversi baik dari media maupun dari publik
Amerika.
Penyerbuan yang tidak terelakkan di Korea
Selatan itu sendiri merupakan hasil dari sebuah rencana jahat yang lebih besar.
Sekalipun pada saat itu dinas intelijen Amerika tidak mengetahuinya, dalam
kunjungannya ke Uni Soviet pada bulan Maret dan April 1949, Kim Il-Sung
(pemimpin Korut saat itu) menyampaikan keprihatinannya karena usaha-usaha
subversif untuk menyatukan Korea mengalami kemunduran akibat kebijakan tangan
besi rezim Rhee terhadap anasir-anasir sayap Kiri di Korea Selatan. Dalam
pertemuan dengan Stalin, Kim mendesak pelindungnya itu untuk mendukung suatu
invasi Korea Utara ke Korea Selatan. Namun, Stalin tidak menyetujuinya karena
tidak ingin mengambil tindakan yang dapat memprovokasi Amerika Serikat atau
Korea Selatan untuk berperang.
Sikap Stalin
kemudian berubah pada September 1949 ketika kaum Komunis meraih kemenangan
dalam Perang Saudara di Cina sehingga memperkuat blok Komunis di timur Asia
serta keberhasilan ujicoba bom atom Uni Soviet, yang menghilangkan suatu
ketimpangan besar dalam suatu perang dengan Amerika Serikat. Kartu Korea sendiri
semakin kelihatan menarik bagi diktator Uni Soviet tersebut ketika di tahun itu
juga Amerika menarik pasukan pendudukan terakhirnya dari Semenanjung tersebut
dan bersikap dingin terhadap keinginan Filipina, Cina Nasionalis, dan Korea
Selatan untuk membentuk “Pakta Pasifik” menurut contoh NATO. Akhirnya, pidato
Acheson pada 12 Januari 1950 yang mengecualikan Korea Selatan dalam garis
pertahanan keliling Amerika Serikat di Pasifik membuat Stalin dan rekan-rekan
komunis Asianya menarik kesimpulan- yang salah- bahwa Amerika tidak akan
berperang demi Korea Selatan.
Kim
Il-Sung merupakan pemimpin tertinggi Korea Utara sejak terbentuknya negara itu
pada tahun 1948 hingga kematiannya di tahun 1994. Didukung oleh dukungan moral Uni
Soviet dan bantuan pasukan Cina, Kim memimpin negaranya memasuki gelanggang
Perang Korea dalam usahanya menyatukan Semenanjung Korea dibawah rezim Komunis.
Stalin sendiri memiliki tiga alasan untuk
mendukung penyerbuan Korea Utara ke Korea Selatan. Pertama, direbutnya Korea
Selatan akan memperkuat keamanan Soviet di Asia Timur. Secara khusus, dia ingin
memperkuat posisi Soviet sebelum Jepang bangkit kembali menjadi sebuah kekuatan
ekonomi dan militer. Kedua, diktator Soviet itu khawatir bahwa Rhee akan segera
menyerang Korea Utara, dimana hal seperti itu akan menimbulkan keadaan yang
tidak dapat dikontrol sehingga Soviet terpaksa harus turun tangan. Ketiga,
Stalin yakin bahwa suatu peperangan akan membuat Cina Komunis semakin terikat
kepada Uni Soviet. Suatu perang atas Korea akan menjegal kemungkinan Cina
bersedia berbaikan dengan Amerika Serikat.
Kim Il-Sung
mengunjungi Uni Soviet lagi secara rahasia pada April 1950. Pada saat itu,
Stalin akhirnya mengijinkan Korea Utara untuk segera menyerang Korea Selatan.
Dia hanya meminta Kim agar dapat memastikan diraihnya kemenangan yang
menentukan dan agar tidak terjadi perluasan medan pertempuran. Stalin juga
menekankan bahwa Soviet tidak akan melakukan intervensi secara langsung karena
menganggap negerinya belum siap berhadapan secara militer dengan pihak Barat.
Sekalipun demikian, dia menjanjikan akan mengirimkan semua peralatan perang
yang diperlukan Korea Utara.
Kim lalu
mengunjungi Mao di Peiping. Mao sepakat bahwa penyatuan Korea hanya dapat
diraih dengan cara pertempuran. Dia pun ragu bahwa Amerika Serikat akan
bersedia berperang demi Korea. Kim sendiri terlihat percaya diri dan
memberitahu Mao bahwa pasukannya akan merebut seluruh daratan Korea hanya dalam
kurun waktu dua hingga tiga minggu, jauh sebelum intervensi Amerika
dimungkinkan.
Pihak Cina dan
Soviet sendiri telah mengkoordinasikan usaha-usaha untuk membantu Korea Utara
menyatukan daratan Korea melalui jalan kekerasan pada saat kunjungan Mao ke
Moskow pada musim dingin 1949-1950. Untuk memastikan kemenangan Kim, Mao
kemudian mengembalikan dua unit Korea dalam Tentara Pembebasan Rakyat Cina,
Divisi ke-164 dan Divisi ke-166, yang merupakan pasukan divisi para veteran
Perang Saudara di Cina, yang diserahkan kepada Kim. Selain itu, Mao juga
menempatkan sejumlah besar pasukan Cina di perbatasan Cina-Korea Utara untuk
berjaga-jaga apabila nantinya Amerika ternyata melakukan intervensi terhadap
invasi Korea Utara. Stalin sendiri memberikan sumbangan berupa sejumlah besar
peralatan militer yang jauh melebihi bantuan yang diberikan Amerika kepada
Korea Selatan.
Antara tanggal 15
hingga 24 Juni 1950, Komando Tertinggi Korea Utara telah mengumpulkan sekitar
90.000 prajurit yang disusun dalam 7 Divisi Infantri, 1 Brigade lapis baja, 1
Resimen infantri terpisah, 1 Resimen sepeda motor, dan 1 Brigade Polisi
Perbatasan, yang didukung oleh 120 unit Tank T-34/85 yang berada di dekat Garis
Lintang 38 derajat.
Pada pukul 04:00
tanggal 25 Juni, pasukan Korea Utara melancarkan suatu serangan terkoordinasi
terhadap Korea Selatan yang membentang dari pantai barat ke timur. Dibawah
Komando taktis Kolonel Lee Hak Ku, para penembak meriam yang mengawaki
baterai-baterai howitzer mengamati ledakan peluru-peluru meriamnya dan
memperbaiki jarak jangkaunya. Kemudian, ketika Lee menurunkan tangannya yang
mengacung dalam suatu gerakan perintah secara tiba-tiba, tank-tank T-34/85
buatan Soviet merayap menyeberangi Garis Lintang. Di atas mereka,
pesawat-pesawat Yak dan Shturmovik terbang ke arah Seoul, yang
jaraknya hanya beberapa menit penerbangan. Dengan tiupan terompet, infanteri
Korea Utara bergerak menyeberangi perbatasan menuju sasaran awal mereka.
Sekalipun cuaca buruk dan turun hujan deras, Jenderal Korea Utara Chai Ung Jun
mengerahkan 90.000 prajurit memasuki Korea Selatan tanpa mengalami hambatan.
Perahu-perahu dan sampan-sampan mendaratkan pasukan Korea Utara dibelakang
garis pasukan musuh di selatan. Sebagaimana dikatakan MacArthur dikemudian
hari, Korea Utara “menyerang seperti kobra”.
Divisi-divisi Ibu
Kota, ke-1 dan ke-2 Korea Selatan berusaha mempertahankan kawasan di sebelah
utara Seoul, tetapi serangan mendadak Korea Utara dan gempuran tank musuh
segera memukul mundur pasukan Korea Selatan ke Seoul sendiri. Pada 27 Juni,
Rhee secara rahasia dievakuasi dari Seoul bersama para pejabat pemerintah
lainnya. Pada 28 Juni, pukul 02:00 Tentara Korea Selatan meledakkan jembatan
besar diatas Sungai Han dalam usaha mereka untuk membendung gerakan musuh.
Jembatan tersebut diledakkan saat masih terdapat 4.000 pengungsi yang sedang
berada di atasnya, sehingga ratusan penduduk sipil dan prajurit terbunuh.
Penghancuran jembatan itu juga membuat banyak unit Korea Selatan terjebak di
utara Sungai Han.
Seoul jatuh ke
tangan Korea Utara pada hari yang sama. Sejumlah anggota parlemen Korea Selatan
yang tetap tinggal di kota tersebut lalu membelot ke pihak musuh. Banyak
prajurit Korea Selatan- yang masih diragukan loyalitasnya kepada rezim Syngman
Rhee- pada akhirnya banyak dari mereka memilih membelot dan bergabung dengan
pihak Korea Utara. Pada akhir Juni, Korea Selatan hanya tinggal memiliki kurang
dari 22.000 prajurit dari 95.000 prajurit yang dimilikinya pada saat pecahnya
perang.
Pada awalnya,
berita mengenai pecahnya perang di Korea menimbulkan kebingungan di Washington.
Pemerintahan Truman menganggap bahwa Korea Utara tidak bertindak sendiri dalam
invasi mereka ke Korea Selatan melainkan atas perintah Moskow. Tetangga komunis
Korea lainnya, Cina, dikesampingkan sebagai kekuatan utama dibelakang serangan
itu karena Korea Utara dianggap Amerika Serikat sebagai boneka Uni Soviet.
Disamping itu, Mao Tse-tung masih mengkonsolidasikan kekuatannya didalam negeri
Cina sehingga saat itu dianggap masih lemah untuk terlibat dalam konflik
peperangan internasional. Para pejabat Amerika tidak mengabaikan keterlibatan
Cina dalam peristiwa serangan itu tetapi kebanyakan dari mereka menganggap
Soviet lah yang bertanggungjawab atas invasi Korea Utara.
Pemerintah Truman
masih mengingat kejadian-kejadian pada tahun 1930-an ketika negara-negara Poros
mulai melancarkan agresi tanpa adanya tindakan pencegahan dari negara-negara
lainnya, yang kemudian melahirkan Perang Dunia II. Mereka khawatir bahwa
apabila agresi Komunis tidak dihentikan di Korea Selatan, maka pihak Komunis
akan melakukan agresi lebih lanjut dan akhirnya akan mengobarkan suatu konflik
dunia baru. Truman dan para pembantunya juga yakin bahwa Amerika sedang diuji
oleh pihak Komunis dan apabila negara itu tidak mengambil tindakan dan
menghadapi tantangan tersebut maka seluruh kebijakan pembendungan Komunis yang
dilakukan Amerika akan semakin kacau balau, dan Amerika akan dipastikan
kehilangan sekutu-sekutunya di daratan Eropa serta bagian dunia lainnya, NATO
pun bisa jadi akan terpecah-belah dan pihak Komunis akan melakukan agresi di
tempat lainnya.
Di awal-awal meletusnya Perang Korea, pesawat berjenis P-51 Mustang
merupakan pesawat andalan pasukan PBB. Namun dalam beberapa tahun peperangan,
pesawat berjenis Mustang dan pesawat-pesawat di era Perang Dunia II
perlahan-lahan diganti dengan jenis pesawat jet yang lebih baru dan lebih
canggih.
Keadaan politik dalam negeri AS juga menjadi pertimbangan Truman.
Dia masih terbebani oleh tuduhan pihak Republik bahwa pemerintahannya tidak
mampu menghadapi ancaman komunis dan bertanggung jawab atas hilangnya Cina. Dia
juga diserang oleh Senator Joseph McCarthy, yang menuduh adanya agen-agen
komunis dalam pemerintaan Truman. Untuk membungkam tuduhan itu, para pemimpin
Demokrat benar-benar membutuhkan suatu manuver kemenangan dalam menghadapi
ancaman Komunis. Dan satu-satunya cara adalah mengambil garis perlawanan
sekeras mungkin melawan agresi Korea Utara.
Truman bertindak
cepat dan menentukan di Korea dengan menggunakan pengaruh eksekutifnya untuk
memberikan suplai bantuan militer, diplomatik, dan bantuan ekonomi
besar-besaran kepada Korea Selatan. Namun Truman melakukan semua itu tanpa izin
maupun tanpa adanya konsultasi terlebih dulu dengan Kongres, memberikan suatu
preseden yang kemudian menjadi begitu kontroversial selama Perang Vietnam. Pada
minggu pertama setelah serangan Korea Utara, Truman bukan hanya mengutuk agresi
Korea Utara tetapi juga menginstruksikan Jenderal Douglas MacArthur untuk
mengirimkan suplai melalui jalur udara kepada pasukan Korea Selatan,
memerintahkan dukungan laut dan udara bagi Korea Selatan, mengirimkan pasukan
darat ke Korea, memerintahkan blokade laut terhadap Korea Utara, serta
mengirimkan Armada ke-7 ke selatan Formosa untuk melindungi pulau itu dari
kemungkinan serangan Cina- suatu tindakan yang untuk pertama kalinya dilakukan
Amerika untuk membela Cina Nasionalis. Dia juga meningkatkan bantuan Amerika
kepada pasukan Perancis yang memerangi para pemberontak komunis di Indocina dan
menjanjikan bantuan lebih besar kepada Filipina yang juga sedang berjuang
melawan pemberontak Hukbalahap yang berhaluan Komunis.
Karena strategi
dasar kebijakan luar negeri Amerika adalah usaha kolektif, maka Amerika meminta
Dewan Keamanan PBB untuk menjatuhkan sanksi terhadap Korea Utara guna mencari
pengesahan terhadap tindakannya. Kepada dewan tersebut, delegasi Amerika
menyatakan bahwa serangan komunis ke Korea Selatan merupakan sebuah serangan
terhadap PBB sendiri karena badan dunia tersebut telah mengawasi pemilu yang
menciptakan negara itu di tahun 1948. Karena Uni Soviet sedang memboikot PBB sebagai
protes atas tidak diterimanya Cina Komunis dalam badan dunia itu, maka dua
resolusi yang dikeluarkan PBB yang menguntungkan Amerika terhindari dari veto
Uni Soviet yang melumpuhkan. Resolusi yang pertama, dikeluarkan pada 25 Juni,
berisi kutukan terhadap invasi Korea Utara sedangkan resolusi kedua,
dikeluarkan tanggal 7 Juli, merekomendasikan suatu komando terpadu dibawah
pimpinan Amerika Serikat dan memberikan izin untuk menggunakan bendera PBB di
Korea.
Truman
menindaklanjuti resolusi itu dengan menunjuk Jenderal MacArthur sebagai
Panglima Komando PBB, namun jenderal tersebut hanya bertindak atas perintah
dari Washington. Markas Besar Komando PBB dibawah pimpinan MacArthur berada di
Tokyo, dimana dia secara teratur diharuskan membuat laporan Joint Chiefs of
Staff (JCS), yang kemudian memberikannya kepada Menteri Luar Negeri AS melalui
tembusan Menteri Pertahanan. Setelah memberitahukan laporan itu kepada Presiden
Truman, Menteri Luar Negeri meneruskannya lepada Dewan Keamanan PBB. Meski
komando pasukan PBB dilapangan diatur seakan-akan seluruh pasukannya adalah
prajurit Amerika, ada dua hal yang memungkinkan munculnya konflik. Penyebabnya
adalah dimasukannya Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan yang baru
dibentuk ke dalam rantai komando yang tidak ada dalam Perang Dunia II. Apabila
terjadi ketidakcocokan diantara kedua departemen tersebut, maka operasi militer
dapat dikacaukan. MacArthur, yang terbiasa berhubungan langsung dengan JCS
dalam Perang Dunia II, menemukan bahwa selain JCS, kini ia juga diharuskan
bertanggungjawab kepada Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan. Selain itu,
MacArthur juga tetap harus memperhatikan pandangan PBB.
Dengan kecakapan
militernya, Jenderal MacArthur sendiri merupakan jenderal pilihan yang tepat.
Ia juga adalah salah satu jenderal Amerika yang populer dan dipuja. Jenderal
lulusan West Point nomor satu pada tahun 1903 itu dalam Perang Dunia I pernah
bertugas di Perancis, dimana dia memperoleh tiga belas medali penghargaan. Ia
lalu menjadi kepala staf angkatan darat Amerika di tahun 1903, dan kemudian
menjabat panglima tertinggi pasukan Filipina. Selama PD II, MacArthur
ditugaskan kembali oleh Presiden F.D. Roosevelt untuk menjabat panglima
tertinggi Sekutu di Pasifik Baratdaya dan berhasil menepati janjinya untuk
kembali ke Filipina serta menerima penyerahan Jepang kepada Sekutu pada akhir
perang. Sejak 1945 hingga saat memegang amanat komando PBB, MacArthur menjabat
sebagai panglima pasukan pendudukan Amerika di Jepang, dimana dia berhasil
menghapuskan militerisme dan fasisme di Jepang serta mendemokrasikan bekas
musuh Amerika Serikat di Pasifik itu.
Foto ini adalah foto 385 tentara Amerika Divisi Angkatan Darat ke-7
yang selamat dan masih terjebak dalam serangkaian pertempuran gerilya pasukan
Cina Komunis di pesisir Changjin pada akhir November 1950. Jumlah pasukan
Divisi ke-7 ini pada awalnya berjumlah 2.500 prajurit.
Sekalipun demikian, MacArthur juga memiliki kekurangan. Jenderal
tersebut dikenal sebagai orang yang angkuh dan selalu ingin dipublikasikan agar
lebih populer dan terkenal. Dia juga memiliki kecenderungan untuk mengklaim
keberhasilan yang seharusnya merupakan hak orang lain untuk dirinya sendiri
sementara melemparkan kesalahannya kepada orang lain. Kelemahan lainnya adalah
meski sang Jenderal sangat baik untuk menyampaikan perintah-perintahnya, tetapi
ia sangat buruk dalam menjalankan perintah yang ditujukan kepadanya.
Pada awalnya,
keputusan Presiden Truman untuk melakukan intervensi di Korea didukung segenap
rakyat Amerika, termasuk kaum Republik yang sebelumnya mengecam kebijakannya di
Timur Jauh. Akan tetapi ketika biaya perang membengkak dan jumlah korban jiwa
dalam peperangan meningkat, muncul kritik-kritik pedas yang mencela presiden
karena merampas hak Kongres untuk menyatakan perang dan karena melibatkan
negara dalam konflik dimana tidak ada kepentingan nasional Amerika yang
terancam.
Sebenarnya,
militer Amerika tidak siap untuk menghadapi peperangan di Korea. Demobilisasi
yang dilakukan setelah berakhirnya era Perang Dunia II telah menurunkan
kemampuan tempur konvensionalnya sedangkan program NSC-68 baru mulai berjalan.
Para prajurit Amerika pertama yang dikirim ke Korea adalah para rekrutan yang
masih muda, mentah, dan minim pengalaman, yang terbiasa dengan tugas-tugas
administrasi pendudukan di Jepang, sehingga boleh dikatakan mereka bukanlah
tandingan bagi pasukan Korea Utara yang terlatih dan terkoordinasi dengan baik.
Sekalipun demikian, kekurangan tersebut diimbangi Amerika dengan semangat
patriotisme yang masih tinggi dan kepemimpinan yang baik dari para bintara dan
perwira yang berpengalaman.
Pada tanggal 29
Juni, empat hari setelah invasi Korea Utara ke Korea Selatan, MacArthur dan
beberapa stafnya terbang ke Suwon, Korea Selatan, untuk menilai situasi yang
dengan cepat menjadi keadaan yang mencemaskan. Ketika mereka berada di Suwon,
empat pesawat Yak menyerang lapangan terbang namun segera dirontokkan oleh
pesawat-pesawat Mustang yang mengawal rombongan MacArthur. Terkesan, sang
Jenderal mengizinkan Angkatan Udara Timur Jauh Amerika Serikat untuk menyerang
kawasan di utara Garis Lintang 38 derajat, dengan syarat mereka tidak melanggar
batas wilayah udara Cina maupun Uni Soviet. Padahal sebenarnya MacArthur tidak
memiliki izin dari Presiden maupun JCS untuk melancarkan serangan udara seperti
itu. Bahkan sekalipun JCS mengijinkan serangan pada 30 Juni, itu bukanlah
terakhir kalinya MacArthur membuat keputusan tanpa konsultasi terlebih dahulu
kepada JCS maupun Presiden.
Serangan pertama
ke wilayah Korea Utara terjadi beberapa jam setelah MacArthur diberikan izin
melakukan serangan, dimana sebuah wing pesawat pembom B-26 menggempur lapangan
terbang militer utama Pyongyang. Dalam waktu beberapa hari saja, Angkatan Udara
Korea Utara berhenti menjadi kekuatan yang efektif dan hanya mampu melancarkan
serangan kecil-kecilan. Tanpa banyak usaha, Angkatan Udara Timur Jauh Amerika
berhasil merajai udara. Sebaliknya, pasukan Korea Utara masih merajalela di
daratan. Pada 4 Juli, setelah memperbaiki sebuah jembatan rel kereta api di
atas Sungai Han, dua Divisi Infanteri Korea Utara bergerak terus kea rah
selatan dengan dukungan tank-tank T-34. Untuk membendung gerakan mereka,
MacArthur memerintahkan Letnan Jenderal Walton H. Walker, panglima Satuan Darat
ke-8, untuk segera mengirimkan Divisi Infanteri ke-24 yang berpangkalan di
Kyushu untuk bergerak ke Korea. Mayor Jenderal Willian F. Dean, panglima divisi
itu, segera dikirimkan ke Korea lewat udara. Ikut bersamanya pasukan penghambat
berkekuatan 540 prajurit yang disebut sebagai Gugus Tugas Smith sesuai nama
komandan mereka, Letnan Kolonel Charles B. Smith. Sisa Divisi ke-24 kemudian
akan dikirimkan lewat jalur laut.
Dalam beberapa
bulan, pasukan tempur darat Amerika di Korea kemudian berkembang dari sebuah
resimen menjadi sebuah kekuatan lebih dari 210.000 prajurit. Sementara itu,
sejak bulan Juli, 15 negara lainnya seperti Inggris, Australia, dan Turki mulai
mengirimkan pasukan mereka juga. Akan tetapi walau mereka berada dibawah
bendera PBB, konflik di Korea pada dasarnya adalah perang milik Amerika.
Pada 5 Juli,
pasukan Amerika terlibat pertempuran penting pertama di Korea, ketika Gugus
Tugas Smith menyerang pasukan Korea Utara di Osan. Namun gugus tugas itu
bukanlah tandingan musuh. Tidak memiliki senjata yang mampu menghancurkan
tank-tank Korea Utara, gugus tugas itu kehilangan 180 prajurit yang tewas,
terluka, atau tertawan. Tentara Korea Utara terus mendesak maju ke selatan,
memukul mundur pasukan Amerika di Pyongtaek, Chonan, dan Chochiwon, serta
memaksa pasukan Divisi ke-24 mengundurkan diri ke Taejeon.
Gugus Tugas Smith tiba di Stasiun Kereta Api Taejon dekat Osan, pada 5 Juli 1950. Kekuatan Gugus Tugas Smith berkekuatan setengah battalion dan kebanyakan dari mereka berusia remaja. Gugus Tugas ini nantinya dipersiapkan sendirian untuk bertempur melawan unit divisi Korea Utara serta melakukan pertempuran melawan unit tank Korea Utara. (Foto Departemen Pertahanan AS)
Gugus Tugas Smith tiba di Stasiun Kereta Api Taejon dekat Osan, pada 5 Juli 1950. Kekuatan Gugus Tugas Smith berkekuatan setengah battalion dan kebanyakan dari mereka berusia remaja. Gugus Tugas ini nantinya dipersiapkan sendirian untuk bertempur melawan unit divisi Korea Utara serta melakukan pertempuran melawan unit tank Korea Utara. (Foto Departemen Pertahanan AS)
Resimen-resimen dari Divisi ke-24 yang
kelelahan setelah dua minggu pertempuran untuk menghambat gerakan musuh itu
mengambil posisi mempertahankan sebuah garis pertahanan yang membentang di
sepanjang Sungai Kum hingga sebelah timur kota Taejeon. Selain terhambat akibat
kurangnya komunikasi, perlengkapan, dan senjata berat untuk menandingi daya
gempur pasukan Korea Utara, pasukan Amerika juga kalah dalam hal jumlah dan
kurang terlatih. Dipukul mundur dari tepian sungai, pasukan Amerika terlibat
pertempuran sengit di jalan-jalan kota Taejeon selama tiga hari.
Kekalahan besar
Divisi ke-24 dapat dirujuk pada fakta bahwa para prajuritnya kurang terlatih
dan tidak siap tempur serta tidak memiliki perlengkapan yang memadai karena
terlalu lama menghabiskan waktunya sebagai pasukan pendudukan Amerika di
Jepang. Namun, sekalipun menderita kerugian besar, Divisi ke-24 berhasil
menjalankan misinya untuk menghambat gerakan Korea Utara hingga tanggal 20
Juli. Pada saat itu, pasukan Amerika telah membangun Perimeter Pusan di sebelah
baratdaya.
Sebagaimana
pasukan Komunis lainnya, tentara Korea Utara memiliki para komisaris politik
dalam semua tingkatan unit. Kehadiran mereka mencerminkan kebijakan pemerintah
Korea Utara sekaligus ideologi komunis. Pada masa itu, dan hingga kini,
pemerintah Korea Utara dikenal brutal dan bebal. Perang yang mereka mulai pun
berlangsung dengan brutal. Dalam gerakannya ke selatan, pasukan Korea Utara
melakukan pembersihan terhadap para cendekiawan Korea Selatan dengan membunuh
para pegawai negeri dan kaum intelektual karena secara politis dianggap
berseberangan dengan rezim Kim Il-Sung. Menurut perkiraan PBB, 26.000 warga
Korea Selatan dibunuh oleh pasukan darat penyerbu Korea Utara selama beberapa
bulan pertama perang. Di Taejeon sendiri, lebih dari 7.000 warga sipil serta
prajurit Korea Selatan dan Amerika diikat lalu ditembak mati.
Ratusan prajurit
Amerika dibunuh dengan cara tersebut selama perang. Salah satunya terjadi di
Bukit 303. 41 prajurit Amerika, termasuk 26 orang penembak mortar dari kompi
Amerika yang ditangkap tanpa perlawanan oleh Divisi ke-3 Korea Utara karena
salah mengira mereka sebagai prajurit Korea Selatan, lalu ditawan. Tangan
mereka diikat dibelakang punggung dengan kawat radio dan kawat lampu. 2 hari
kemudian, pada tanggal 17 Agustus, ketika pasukan Amerika lainnya dikerahkan
untuk merebut kembali tempat itu, pasukan Korea Utara membunuh para tawanan
Amerika yang tidak berdaya itu dengan berondongan senapan mesin.
Pasukan Korea
Utara seringkali juga menyiksa dan mencincang tawanan perang. Dalam suatu
peristiwa yang menyeramkan, Divisi ke-7 Korea Utara mengikat sejumlah prajurit
dari Divisi Infanteri ke-25 yang mereka tawan, memotong kaki mereka sebelum
membunuh para korban. Tawanan lainnya dikebiri atau dipotong lidahnya atau
dijadikan sasaran latihan bayonet. Pada tanggal 20 Agustus, setelah
laporan-laporan mengenai kekejaman pasukan Korea Utara ini diketahui, Jenderal
MacArthur memperingatkan Kim Il-Sung bahwa dia harus bertanggung jawab atas
pembantaian yang dilakukan anak buahnya.
Pertempuran musim dingin: beberapa pasukan senapan mesin Amerika bersiaga didekat sebuah desa Korea setelah menggempur posisi pasukan Cina. (Foto US Army).
Pertempuran musim dingin: beberapa pasukan senapan mesin Amerika bersiaga didekat sebuah desa Korea setelah menggempur posisi pasukan Cina. (Foto US Army).
GAMBAR: Para tawanan Korea Utara yang berhasil ditangkap marinir
Amerika. Pada 15 September 1950 Jenderal MacArthur melancarkan operasi
pendaratan amfibi di Inchon, Korea Selatan, yang membuahkan kemenangan atas
invasi taktis yang dilancarkan terhadap pasukan Korea Utara. hanya dalam waktu
beberapa minggu saja, pasukan PBB dan Korea Selatan berhasil merebut kembali
Seoul serta memotong garis suplai pasukan Korea Utara.
Setelah merebut Taejeon, pasukan Korea Utara
mulai bergerak menuju Perimeter Pusan, sebuah garis pertahanan PBB sepanjang
230 kilometer di sekeliling kawasan yang terdapat di ujung tenggara Semenanjung
Korea, yang juga mencakup pelabuhan Pusan, dari semua arah dalam usaha untuk
mengepungnya. Pusan sendiri merupakan pelabuhan penting karena bala bantuan PBB
mengalir ke Korea melalui tempat ini. Namun, kaliber pasukan yang dikerahkan Korea
Utara untuk menjalankan tugas ambisiusnya itu lebih rendah daripada pasukan
yang mereka gunakan pada awal invasi. Berbagai aksi penghambatan yang dilakukan
pasukan Amerika dan Korea Selatan untuk menghambat laju pasukan Korea Utara
telah membuat Kim Il-Sung kehilangan 58.000 prajurit dan sejumlah besar tank.
Untuk menggantikan kerugian ini, Korea Utara harus bergantung pada pasukan
pengganti dan wajib militer yang kurang berpengalaman, dimana banyak
diantaranya berasal dari para pria Korea Selatan yang dipaksa bergabung dengan
Tentara Pembebasan Rakyat. Setelah pertempuran di Perimeter Pusan, Korea Utara
mengerahkan 13 divisi infanteri dan sebuah divisi lapis baja.
Berhadapan dengan
72.000 prajurit Korea Utara di Perimeter Pusan adalah 92.000 prajurit PBB, yang
terutama terdiri atas pasukan Korea Selatan, Amerika, dan Inggris. Dalam
usahanya mengepung kawasan itu dari segala penjuru, dua divisi Korea Utara yang
terdiri dari para veteran Perang Saudara Cina bergerak ke selatan dalam suatu
manuver lebar guna mengapit lambung kiri pasukan PBB yang benar-benar tersebar.
Menyerbu posisi-posisi PBB, kedua divisi berkali-kali memukul mundur pasukan
Amerika dan Korea Selatan yang berusaha membendung serangan Korea Utara. Selama
enam minggu, pertempuran sengit berlangsung
di sekitar kota-kota Taegu, Masan, dan P’ohang, serta Sungai Naktong. Pasukan
Korea Utara terus merangsek maju sebelum akhirnya dihentikan oleh Divisi ke-25
Amerika yang berjarak kurang dari 48 km dari wilayah Pusan.
Sekalipun
melancarkan dua serangan besar-besaran lagi selama bulan Agustus dan September,
pasukan Korea Utara gagal mendesak mundur pasukan PBB. Akibatnya, pelabuhan
Pusan dapat terus menerima bala bantuan yang kini tiba setiap hari.
Senjata-senjata bazooka dan tank-tank berat M26 Pershing Amerika yang
dapat menghadapi tank T-34/85 mulai berdatangan. Jumlah pasukan PBB pun
meningkat menjadi 180.000 prajurit.
Jenderal Walker
lalu menggunakan daya gempur dan cadangannya yang lebih besar secara efektif
untuk menghantam pasukan Korea Utara. Kekurangan perbekalan karena garis
suplainya telah terbentang panjang dan menderita korban jiwa besar, akhirnya
perlawanan pasukan Korea Utara ambruk. Diperkirakan selama pertempuran di
Perimeter Pusan, mereka kehilangan antara 36.000 hingga 41.000 prajurit yang
tewas atau tertawan. Dipihak PBB, Amerika kehilangan hampir 20.000 prajurit
yang tewas atau terluka maupun hilang, sementara pasukan Korea Selatan
kehilangan sekitar 40.000 prajurit.
Sisa-sisa pasukan
Korea Utara kemudian terpaksa mengundurkan diri secara tergesa-gesa dari
Perimeter Pusan ketika mereka mendengar berita mengguncangkan yang terjadi di
Inchon, jauh disebelah utara. Pertempuran di Pusan sendiri merupakan titik
terjauh yang dapat dicapai oleh pasukan Korea Utara selama peperangan.
Tank M26 Pershing
Amerika bergerak menuju garis depan untuk mencegah usaha penyeberangan musuh di
Sungai Naktong. Kedatangan Tank ini di perimeter Pusan mengakhiri dominasi
tank-tank T-34/85 Korea Utara.
MacArthur mengusulkan dilakukan pendaratan
amfibi di Inchon, pelabuhan Seoul, 160km dibelakang garis pertahanan Korea
Utara. Suatu pendaratan amfibi disana akan memberikan kesempatan untuk memotong
garis komunikasi Korea Utara dan menjebak pasukannya yang berada diwilayah
Selatan. Inchon merupakan titik pertempuran yang sangat berbahaya dan beresiko
untuk diserang. Pertempuran dalam kota sendiri dipastikan akan sangat
berdarah-darah; apalagi ketika para prajurit pertama-tama harus mendarat dahulu
dari kapal-kapal pendarat yang berada langsung dibawah tembakan musuh yang
mempertahankannya. Kegagalan operasi akan mengakibatkan kerusakan yang sulit
diperbaiki bagi kredibilitas PBB di Korea serta merusak reputasi badan dunia
itu dalam menangani setiap krisis yang terjadi.
Pada awalnya, JCS
bersikap skeptis terhadap rencana itu karena terlalu jauh ke wilayah utara dari
garis pertahanan PBB dan terlalu dekat dengan Seoul sehingga pasukan Korea
Utara pasti akan memberikan perlawanan sengit. Selain itu, pihak JCS juga
mempertimbangkan gelombang tinggi di tempat itu yang akan menyulitkan pasukan
PBB sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan korban yang besar.
Namun jika
pendaratan di Inchon berhasil, PBB pun akan mendapatkan nama yang harum. Selain
itu hal tersebut juga akan memungkinkan perebutan kembali Seoul, yang terletak
29km di sebelah timur pelabuhan. Akhirnya pihak JCS pun memberikan lampu hijau
bagi rencana pendaratan MacArthur. Kemungkinan serangan pasukan PBB di Inchon
sendiri telah dipikirkan oleh kubu Komunis. Sekalipun kemenangan awal Korea
Utara membuat Kim meramalkan bahwa ia dapat mengakhiri perang pada akhir
Agustus, para pemimpin Cina bersikap lebih pesimis. Untuk menghadapi
kemungkinan serangan balasan Amerika, Perdana Menteri Chou En-Lai memohon bantuan
Uni Soviet untuk memberikan dukungan udara bagi pasukan Cina. Sekitar 260.000
tentara Cina ditempatkan di sepanjang perbatasan Korea dibawah komando Gao
Gang.
Chou juga memerintahkan
dilakukannya survei topografi di Korea dan memerintahkan Lei Yingfu, penasehat
militer Cina di Korea, untuk menganalisis situasi militer di semenanjung itu.
Lei menyimpulkan bahwa MacArthur kemungkinan besar akan berusaha melakukan
suatu pendaratan di Inchon. Setelah membahas mengenai kemungkinan tersebut
dengan Mao, Chou memberikan taklimat kepada para penasehat militer Soviet dan
Korea Utara mengenai hasil survey Lei ini, serta memerintahkan kesiapan militer
di sepanjang perbatasan dengan Korea untuk bersiap menghadapi aktivitas
angkatan laut Amerika di Selat Korea.
Divisi Marinir
ke-1 dan Divisi Infanteri ke-7 Amerika akan melancarkan serangan sebagai bagian
dari Korps X Amerika yang baru dibentuk. Letnan Jenderal Edward Almond, kepala
staf MacArthur, ditunjuk untuk memimpin korps tersebut. Korps X tidak berada
dibawah komando Satuan Darat ke-8, dimana kedua kesatuan bertanggung jawab
kepada MacArthur di Tokyo. Korps X sendiri merupakan pasukan cadangan terakhir
yang dimiliki MacArthur. Jika pertaruhannya gagal dan bencana menimpanya di
Inchon, maka tidak ada lagi prajurit yang tersisa untuk merebut kembali Korea
Selatan.
Pasukan pendarat
Amerika diperkuat oleh para prajurit dan marinir Korea Selatan. Operasi yang
melibatkan 260 kapal yang mengangkut 70.000 prajurit ini sendiri sulit
ditutup-tutupi pelaksanaannya sehingga para wartawan perang di Jepang
menjulukinya sebagai Operasi Yang Sudah Diketahui Umum.
Untuk berlindung dari serangan udara pesawat dan serangan artileri
Amerika, pasukan Cina komunis dan Korea Utara membuat terowongan berlindung
bawah tanah, menciptakan ruang-ruang didalamnya untuk meredam serangan
mematikan senjata artileri berkaliber berat. Pasukan Cina juga mempersenjatai
diri mereka dengan granat tangan “potato master”. (Eastphoto)
Armada tersebut
muncul di lepas pantai Inchon pada 14 September. MacArthur berada di atas kapal
komando armada, Mount McKinley, untuk mengamati hasil dari pertaruhan besarnya.
Suatu gempuran laut dan udara dilancarkan terhadap pulau benteng Wolmi-do
dimulai pada pukul 05.45 pagi tanggal 15 September, diikuti oleh pendaratan
prajurit marinir. Beberapa diantara prajurit yang mengambil bagian dari
pendaratan tersebut merupakan para pejuang veteran Perang Pasifik dan
memperkirakan mereka akan mendapat suatu perlawanan sengit sama seperti yang
telah dihadapinya saat memerangi pasukan Jepang. Namun, ternyata mereka nyaris
tidak menghadapi perlawanan dari beberapa prajurit lawan yang tersisa dan masih
terguncang oleh gempuran sebelumnya. Kurang dari satu jam kemudian pulau itu
dinyatakan aman dan tidak ada prajurit Amerika yang terbunuh dalam invasi. Itu
suatu pertanda baik, dan diikuti pada siang harinya oleh keberhasilan yang
bahkan lebih besar lagi.
Setelah mendarat,
pasukan Amerika jauh lebih beresiko terkena “tembakan sahabat” dari gempuran
meriam angkatan laut daripada perlawanan ringan yang dilakukan musuh. Sekalipun
demikian, pasukan marinir telah mengamankan kota itu pada saat tengah malam,
dengan korban jiwa hanya 20 prajurit. 18.000 prajurit Amerika telah mendarat di
Inchon sebelum malam berakhir. Dalam waktu empat hari berikutnya, jumlahnya
meningkat hingga 50.000 tentara. Pada hari akhir penyerbuan itu pasukan marinir
telah maju sejauh 16 kilometer ke timur di jalan menuju Seoul. MacArthur
sendiri mendarat pada tanggal 17 September, menaiki mobil menuju garis depan
untuk melihat sisa-sisa sebuah konvoi tank Korea Utara yang baru saja
dihancurkan pasukan marinir.
Pasukan Korea Selatan (ROK- Republic of Korea) bergerak dalam suatu formasi menuju garis depan dalam pertempuran di Perimeter Pusan, pada Agustus 1950. (Foto dari US. Army)
Pasukan Korea Selatan (ROK- Republic of Korea) bergerak dalam suatu formasi menuju garis depan dalam pertempuran di Perimeter Pusan, pada Agustus 1950. (Foto dari US. Army)
Pada 18 September, Stalin mengirimkan Jenderal H.M Zakharov ke
Korea untuk meminta Kim Il-Sung agar menghentikan serangannya di Perimeter
Pusan dan mengirimkan pasukannya untuk mempertahankan Seoul. Tidak mengetahui
kekuatan pasukan Korea Utara, Chou En-Lai mengatakan apabila Korea Utara
memiliki pasukan cadangan sedikitnya berjumlah 100.000 prajurit, mereka harus
berusaha menghancurkan pasukan musuh di Inchon. Jika tidak, masih menurut Chou,
maka mereka sebaiknya menarik pasukannya kembali ke utara.
Sekalipun
terkejut, pasukan Korea Utara belum dikalahkan. 20.000 prajurit Korea Utara
memberikan perlawanan sengit di jalan-jalan Seoul pada minggu terakhir bulan
September. Jenderal Almond menyatakan kota Seoul secara resmi “dibebaskan” pada
25 September, 3 bulan setelah dimulainya invasi Korea Utara. Kenyataannya,
dibutuhkan waktu tiga hari pertempuran sengit lagi di pusat kota untuk
membersihkan perlawanan musuh. Pasukan Korea Utara telah membangun
penghalang-penghalang jalan di jalanan yang harus dibersihkan bulldozer sebelum
tank-tank Amerika dapat bergerak maju, sementara para penembak gelap menembaki
infanteri Amerika. Pasukan Amerika bergerak perlahan-lahan melewati kota itu,
memperebutkan gedung demi gedung dan jalan demi jalan. Sebagian besar kota
diratakan dengan tanah dan banyak penduduk sipil terbunuh.
Sementara Korps X
menerobos keluar dari Inchon, Satuan Darat ke-8 menyerbu dari Perimeter Pusan.
Pada tanggal 26 September, kedua kesatuan bertemu di Osan, menjebak sejumlah
besar prajurit musuh. 3 hari kemudian, pasukan Korea Selatan mencapai Garis
Lintang 38 derajat. Pasukan Korea Utara menjadi kacau balau. Terkepung, pasukan
Korea Utara di sebelah barat Osan dihancurkan. Para prajuritnya yang berada di
sebelah timur Osan runtuh saat mencoba bergerak mundur ke utara. Banyak
prajurit mundur ke Taebaek sebagai gerilyawan. Para perwira tinggi seringkali
menyerah kepada pasukan Amerika dan Korea Selatan. Bahkan kepala staf Divisi
ke-13 Korut menembak mati panglimanya, yang ingin melanjutkan serangan sia-sia,
agar memampukan anak buahnya mengundurkan diri.
Hanya sekitar
25.000 hingga 30.000 prajurit Korea Utara yang berhasil meloloskan diri dan
menyeberangi Garis Lintang 38 derajat. Korea Utara telah kehilangan lebih dari
150.000 pasukan. Pihak PBB sendiri berhasil menangkap 125.000 tawanan Korea
Utara. Kerugian PBB dalam serangan tersebut, termasuk di Inchon, mencapai
18.000 prajurit.
GAMBAR POSTER PROPAGANDA KOREA
SELATAN: Berbunyi; “Tentara Cina. Waspada Jangan tertipu! Uni Soviet sekarang
sedang mengontrol daratan Cina dan memaksa Cina memasuki Perang Korea. Tentara
berani mati Cina sedang dikorbankan!!”
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
ReplyDeleteJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)
Kereeen...
ReplyDeletemasih ada kelnjutannya cerita perang korea itu diatas. kelanjutannya amerika dan korea selatan terus melakukan serangan balasan sampe ke ibukota korea utara, bahkan kebablasan sampai ke wilayah cina tiongkok,, karena kebablasan itulah alasan cina menjadi ikutan terlibat membantu teman komunisnya korea utara yg sekarat dan memukul mundur kembali pasukan PBB (Amerika cs) sampe keperbatasan garis lintang 38 derajat itu lagi (DMZ sekarang namanya. hingga perang berakhir diperbatasan itu dan tidak ada kesepakatan jelas sampe sekarang. dan sampe sekarang garis batas 38 derajat itu menjadi batas korea utara dan korea selatan.
ReplyDeletebagus artikelnya....
ReplyDeletesangat bermanfaat
trimakasih.