Monday, 24 August 2015

PERANG KOREA - Invasi Korea Utara (Part 1)



            Pada 10 Maret 1950, badan intelijen AS yang baru, CIA (Central Intelligence Agency), menyampaikan prediksi bahwa Korea Utara akan menyerang Korea Selatan pada bulan Juni 1950. Jenderal Charles Willoughby, yang memiliki jejaring intelijen yang luas di semenanjung itu telah mengumpulkan 1.195 laporan antara bulan Juni 1949 dan Juni 1950, yang antara lain melaporkan bahwa para prajurit Cina Komunis berdarah Korea telah memasuki Korea Utara dalam jumlah besar setelah dikalahkannya Chiang Kai-shek serta pembentukan besar-besaran pasukan penggempur Merah yang jumlahnya melebihi pasukan Korea Selatan di dekat garis lintang 38 derajat. Kepala intelijen Jenderal MacArthur sependapat dengan laporan CIA, dan meramalkan bahwa perang akan pecah pada akhir musim semi atau awal musim panas tahun itu.

            Sayangnya, ujian besar pertama CIA- memperkirakan pecahnya perang di Semenanjung Korea- tidak berjalan dengan baik. Laporan-laporan tertulisnya yang sampai di meja Jenderal MacArthur, Panglima Tertinggi Pasukan Sekutu di Jepang, serta Departemen Pertahanan maupun Departemen Luar Negeri, terserak dibawah timbunan kertas yang berisi berbagai informasi dan analisis yang saling bertentangan, membingungkan dan seringkali jelas-jelas tidak terpercaya. Itu masalah intelijen yang biasa, berkaitan dengan masalah membedakan “isyarat” dari “kegaduhan”. “kegaduhan” pada musim panas 1950, muncul dalam bentuk ancaman Komunis yang kelihatannya mengancam seluruh penjuru dunia: mengenai batas pendudukan di Eropa, di Trieste, dan di ladang-ladang minyak Timur Tengah, masalah gerilyawan Huk di Filipina, masalah perbatasan di Yunani dan Yugoslavia. Sekalipun Korea tercantum sebagai tempat dimana kemungkinan terjadi konfrontasi dengan pihak Komunis, tetapi isunya berada di bagian paling bawah dalam daftar panjang mengenai daerah yang kemungkinan menjadi medan pertempuran. Truman sendiri lalu mengeluhkan bahwa jawatan intelijen itu hanya mengidentifikasikan Korea sebagai salah satu dari beberapa tempat dimana perang kemungkinan akan pecah di tahun 1950, tidak memberikannya petunjuk seperti apakah dan kapan tepatnya peristiwa seperti itu akan terjadi.


MacArthur ditunjuk sebagai Panglima Tertinggi pasukan PBB ketika Perang Korea meletus. Meski demikian, MacArthur memiliki banyak ketidakcocokan terhadap sejumlah kebijakan resmi pemerintah Amerika sehingga pada April 1951, Presiden AS Truman menjatuhkan MacArthur dari jabatan tertinggi dan pada akhirnya skandal kejatuhannya menimbulkan banyak kontroversi baik dari media maupun dari publik Amerika.  




Penyerbuan yang tidak terelakkan di Korea Selatan itu sendiri merupakan hasil dari sebuah rencana jahat yang lebih besar. Sekalipun pada saat itu dinas intelijen Amerika tidak mengetahuinya, dalam kunjungannya ke Uni Soviet pada bulan Maret dan April 1949, Kim Il-Sung (pemimpin Korut saat itu) menyampaikan keprihatinannya karena usaha-usaha subversif untuk menyatukan Korea mengalami kemunduran akibat kebijakan tangan besi rezim Rhee terhadap anasir-anasir sayap Kiri di Korea Selatan. Dalam pertemuan dengan Stalin, Kim mendesak pelindungnya itu untuk mendukung suatu invasi Korea Utara ke Korea Selatan. Namun, Stalin tidak menyetujuinya karena tidak ingin mengambil tindakan yang dapat memprovokasi Amerika Serikat atau Korea Selatan untuk berperang.

            Sikap Stalin kemudian berubah pada September 1949 ketika kaum Komunis meraih kemenangan dalam Perang Saudara di Cina sehingga memperkuat blok Komunis di timur Asia serta keberhasilan ujicoba bom atom Uni Soviet, yang menghilangkan suatu ketimpangan besar dalam suatu perang dengan Amerika Serikat. Kartu Korea sendiri semakin kelihatan menarik bagi diktator Uni Soviet tersebut ketika di tahun itu juga Amerika menarik pasukan pendudukan terakhirnya dari Semenanjung tersebut dan bersikap dingin terhadap keinginan Filipina, Cina Nasionalis, dan Korea Selatan untuk membentuk “Pakta Pasifik” menurut contoh NATO. Akhirnya, pidato Acheson pada 12 Januari 1950 yang mengecualikan Korea Selatan dalam garis pertahanan keliling Amerika Serikat di Pasifik membuat Stalin dan rekan-rekan komunis Asianya menarik kesimpulan- yang salah- bahwa Amerika tidak akan berperang demi Korea Selatan.



Kim Il-Sung merupakan pemimpin tertinggi Korea Utara sejak terbentuknya negara itu pada tahun 1948 hingga kematiannya di tahun 1994. Didukung oleh dukungan moral Uni Soviet dan bantuan pasukan Cina, Kim memimpin negaranya memasuki gelanggang Perang Korea dalam usahanya menyatukan Semenanjung Korea dibawah rezim Komunis. 



Stalin sendiri memiliki tiga alasan untuk mendukung penyerbuan Korea Utara ke Korea Selatan. Pertama, direbutnya Korea Selatan akan memperkuat keamanan Soviet di Asia Timur. Secara khusus, dia ingin memperkuat posisi Soviet sebelum Jepang bangkit kembali menjadi sebuah kekuatan ekonomi dan militer. Kedua, diktator Soviet itu khawatir bahwa Rhee akan segera menyerang Korea Utara, dimana hal seperti itu akan menimbulkan keadaan yang tidak dapat dikontrol sehingga Soviet terpaksa harus turun tangan. Ketiga, Stalin yakin bahwa suatu peperangan akan membuat Cina Komunis semakin terikat kepada Uni Soviet. Suatu perang atas Korea akan menjegal kemungkinan Cina bersedia berbaikan dengan Amerika Serikat.

            Kim Il-Sung mengunjungi Uni Soviet lagi secara rahasia pada April 1950. Pada saat itu, Stalin akhirnya mengijinkan Korea Utara untuk segera menyerang Korea Selatan. Dia hanya meminta Kim agar dapat memastikan diraihnya kemenangan yang menentukan dan agar tidak terjadi perluasan medan pertempuran. Stalin juga menekankan bahwa Soviet tidak akan melakukan intervensi secara langsung karena menganggap negerinya belum siap berhadapan secara militer dengan pihak Barat. Sekalipun demikian, dia menjanjikan akan mengirimkan semua peralatan perang yang diperlukan Korea Utara.
            Kim lalu mengunjungi Mao di Peiping. Mao sepakat bahwa penyatuan Korea hanya dapat diraih dengan cara pertempuran. Dia pun ragu bahwa Amerika Serikat akan bersedia berperang demi Korea. Kim sendiri terlihat percaya diri dan memberitahu Mao bahwa pasukannya akan merebut seluruh daratan Korea hanya dalam kurun waktu dua hingga tiga minggu, jauh sebelum intervensi Amerika dimungkinkan.
            Pihak Cina dan Soviet sendiri telah mengkoordinasikan usaha-usaha untuk membantu Korea Utara menyatukan daratan Korea melalui jalan kekerasan pada saat kunjungan Mao ke Moskow pada musim dingin 1949-1950. Untuk memastikan kemenangan Kim, Mao kemudian mengembalikan dua unit Korea dalam Tentara Pembebasan Rakyat Cina, Divisi ke-164 dan Divisi ke-166, yang merupakan pasukan divisi para veteran Perang Saudara di Cina, yang diserahkan kepada Kim. Selain itu, Mao juga menempatkan sejumlah besar pasukan Cina di perbatasan Cina-Korea Utara untuk berjaga-jaga apabila nantinya Amerika ternyata melakukan intervensi terhadap invasi Korea Utara. Stalin sendiri memberikan sumbangan berupa sejumlah besar peralatan militer yang jauh melebihi bantuan yang diberikan Amerika kepada Korea Selatan.
            Antara tanggal 15 hingga 24 Juni 1950, Komando Tertinggi Korea Utara telah mengumpulkan sekitar 90.000 prajurit yang disusun dalam 7 Divisi Infantri, 1 Brigade lapis baja, 1 Resimen infantri terpisah, 1 Resimen sepeda motor, dan 1 Brigade Polisi Perbatasan, yang didukung oleh 120 unit Tank T-34/85 yang berada di dekat Garis Lintang 38 derajat.
            Pada pukul 04:00 tanggal 25 Juni, pasukan Korea Utara melancarkan suatu serangan terkoordinasi terhadap Korea Selatan yang membentang dari pantai barat ke timur. Dibawah Komando taktis Kolonel Lee Hak Ku, para penembak meriam yang mengawaki baterai-baterai howitzer mengamati ledakan peluru-peluru meriamnya dan memperbaiki jarak jangkaunya. Kemudian, ketika Lee menurunkan tangannya yang mengacung dalam suatu gerakan perintah secara tiba-tiba, tank-tank T-34/85 buatan Soviet merayap menyeberangi Garis Lintang. Di atas mereka, pesawat-pesawat Yak dan Shturmovik terbang ke arah Seoul, yang jaraknya hanya beberapa menit penerbangan. Dengan tiupan terompet, infanteri Korea Utara bergerak menyeberangi perbatasan menuju sasaran awal mereka. Sekalipun cuaca buruk dan turun hujan deras, Jenderal Korea Utara Chai Ung Jun mengerahkan 90.000 prajurit memasuki Korea Selatan tanpa mengalami hambatan. Perahu-perahu dan sampan-sampan mendaratkan pasukan Korea Utara dibelakang garis pasukan musuh di selatan. Sebagaimana dikatakan MacArthur dikemudian hari, Korea Utara “menyerang seperti kobra”.

            Divisi-divisi Ibu Kota, ke-1 dan ke-2 Korea Selatan berusaha mempertahankan kawasan di sebelah utara Seoul, tetapi serangan mendadak Korea Utara dan gempuran tank musuh segera memukul mundur pasukan Korea Selatan ke Seoul sendiri. Pada 27 Juni, Rhee secara rahasia dievakuasi dari Seoul bersama para pejabat pemerintah lainnya. Pada 28 Juni, pukul 02:00 Tentara Korea Selatan meledakkan jembatan besar diatas Sungai Han dalam usaha mereka untuk membendung gerakan musuh. Jembatan tersebut diledakkan saat masih terdapat 4.000 pengungsi yang sedang berada di atasnya, sehingga ratusan penduduk sipil dan prajurit terbunuh. Penghancuran jembatan itu juga membuat banyak unit Korea Selatan terjebak di utara Sungai Han.
            Seoul jatuh ke tangan Korea Utara pada hari yang sama. Sejumlah anggota parlemen Korea Selatan yang tetap tinggal di kota tersebut lalu membelot ke pihak musuh. Banyak prajurit Korea Selatan- yang masih diragukan loyalitasnya kepada rezim Syngman Rhee- pada akhirnya banyak dari mereka memilih membelot dan bergabung dengan pihak Korea Utara. Pada akhir Juni, Korea Selatan hanya tinggal memiliki kurang dari 22.000 prajurit dari 95.000 prajurit yang dimilikinya pada saat pecahnya perang.
            Pada awalnya, berita mengenai pecahnya perang di Korea menimbulkan kebingungan di Washington. Pemerintahan Truman menganggap bahwa Korea Utara tidak bertindak sendiri dalam invasi mereka ke Korea Selatan melainkan atas perintah Moskow. Tetangga komunis Korea lainnya, Cina, dikesampingkan sebagai kekuatan utama dibelakang serangan itu karena Korea Utara dianggap Amerika Serikat sebagai boneka Uni Soviet. Disamping itu, Mao Tse-tung masih mengkonsolidasikan kekuatannya didalam negeri Cina sehingga saat itu dianggap masih lemah untuk terlibat dalam konflik peperangan internasional. Para pejabat Amerika tidak mengabaikan keterlibatan Cina dalam peristiwa serangan itu tetapi kebanyakan dari mereka menganggap Soviet lah yang bertanggungjawab atas invasi Korea Utara.

            Pemerintah Truman masih mengingat kejadian-kejadian pada tahun 1930-an ketika negara-negara Poros mulai melancarkan agresi tanpa adanya tindakan pencegahan dari negara-negara lainnya, yang kemudian melahirkan Perang Dunia II. Mereka khawatir bahwa apabila agresi Komunis tidak dihentikan di Korea Selatan, maka pihak Komunis akan melakukan agresi lebih lanjut dan akhirnya akan mengobarkan suatu konflik dunia baru. Truman dan para pembantunya juga yakin bahwa Amerika sedang diuji oleh pihak Komunis dan apabila negara itu tidak mengambil tindakan dan menghadapi tantangan tersebut maka seluruh kebijakan pembendungan Komunis yang dilakukan Amerika akan semakin kacau balau, dan Amerika akan dipastikan kehilangan sekutu-sekutunya di daratan Eropa serta bagian dunia lainnya, NATO pun bisa jadi akan terpecah-belah dan pihak Komunis akan melakukan agresi di tempat lainnya.




Di awal-awal meletusnya Perang Korea, pesawat berjenis P-51 Mustang merupakan pesawat andalan pasukan PBB. Namun dalam beberapa tahun peperangan, pesawat berjenis Mustang dan pesawat-pesawat di era Perang Dunia II perlahan-lahan diganti dengan jenis pesawat jet yang lebih baru dan lebih canggih. 





Keadaan politik dalam negeri AS juga menjadi pertimbangan Truman. Dia masih terbebani oleh tuduhan pihak Republik bahwa pemerintahannya tidak mampu menghadapi ancaman komunis dan bertanggung jawab atas hilangnya Cina. Dia juga diserang oleh Senator Joseph McCarthy, yang menuduh adanya agen-agen komunis dalam pemerintaan Truman. Untuk membungkam tuduhan itu, para pemimpin Demokrat benar-benar membutuhkan suatu manuver kemenangan dalam menghadapi ancaman Komunis. Dan satu-satunya cara adalah mengambil garis perlawanan sekeras mungkin melawan agresi Korea Utara.
            Truman bertindak cepat dan menentukan di Korea dengan menggunakan pengaruh eksekutifnya untuk memberikan suplai bantuan militer, diplomatik, dan bantuan ekonomi besar-besaran kepada Korea Selatan. Namun Truman melakukan semua itu tanpa izin maupun tanpa adanya konsultasi terlebih dulu dengan Kongres, memberikan suatu preseden yang kemudian menjadi begitu kontroversial selama Perang Vietnam. Pada minggu pertama setelah serangan Korea Utara, Truman bukan hanya mengutuk agresi Korea Utara tetapi juga menginstruksikan Jenderal Douglas MacArthur untuk mengirimkan suplai melalui jalur udara kepada pasukan Korea Selatan, memerintahkan dukungan laut dan udara bagi Korea Selatan, mengirimkan pasukan darat ke Korea, memerintahkan blokade laut terhadap Korea Utara, serta mengirimkan Armada ke-7 ke selatan Formosa untuk melindungi pulau itu dari kemungkinan serangan Cina- suatu tindakan yang untuk pertama kalinya dilakukan Amerika untuk membela Cina Nasionalis. Dia juga meningkatkan bantuan Amerika kepada pasukan Perancis yang memerangi para pemberontak komunis di Indocina dan menjanjikan bantuan lebih besar kepada Filipina yang juga sedang berjuang melawan pemberontak Hukbalahap yang berhaluan Komunis.

            Karena strategi dasar kebijakan luar negeri Amerika adalah usaha kolektif, maka Amerika meminta Dewan Keamanan PBB untuk menjatuhkan sanksi terhadap Korea Utara guna mencari pengesahan terhadap tindakannya. Kepada dewan tersebut, delegasi Amerika menyatakan bahwa serangan komunis ke Korea Selatan merupakan sebuah serangan terhadap PBB sendiri karena badan dunia tersebut telah mengawasi pemilu yang menciptakan negara itu di tahun 1948. Karena Uni Soviet sedang memboikot PBB sebagai protes atas tidak diterimanya Cina Komunis dalam badan dunia itu, maka dua resolusi yang dikeluarkan PBB yang menguntungkan Amerika terhindari dari veto Uni Soviet yang melumpuhkan. Resolusi yang pertama, dikeluarkan pada 25 Juni, berisi kutukan terhadap invasi Korea Utara sedangkan resolusi kedua, dikeluarkan tanggal 7 Juli, merekomendasikan suatu komando terpadu dibawah pimpinan Amerika Serikat dan memberikan izin untuk menggunakan bendera PBB di Korea.

            Truman menindaklanjuti resolusi itu dengan menunjuk Jenderal MacArthur sebagai Panglima Komando PBB, namun jenderal tersebut hanya bertindak atas perintah dari Washington. Markas Besar Komando PBB dibawah pimpinan MacArthur berada di Tokyo, dimana dia secara teratur diharuskan membuat laporan Joint Chiefs of Staff (JCS), yang kemudian memberikannya kepada Menteri Luar Negeri AS melalui tembusan Menteri Pertahanan. Setelah memberitahukan laporan itu kepada Presiden Truman, Menteri Luar Negeri meneruskannya lepada Dewan Keamanan PBB. Meski komando pasukan PBB dilapangan diatur seakan-akan seluruh pasukannya adalah prajurit Amerika, ada dua hal yang memungkinkan munculnya konflik. Penyebabnya adalah dimasukannya Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan yang baru dibentuk ke dalam rantai komando yang tidak ada dalam Perang Dunia II. Apabila terjadi ketidakcocokan diantara kedua departemen tersebut, maka operasi militer dapat dikacaukan. MacArthur, yang terbiasa berhubungan langsung dengan JCS dalam Perang Dunia II, menemukan bahwa selain JCS, kini ia juga diharuskan bertanggungjawab kepada Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan. Selain itu, MacArthur juga tetap harus memperhatikan pandangan PBB.

            Dengan kecakapan militernya, Jenderal MacArthur sendiri merupakan jenderal pilihan yang tepat. Ia juga adalah salah satu jenderal Amerika yang populer dan dipuja. Jenderal lulusan West Point nomor satu pada tahun 1903 itu dalam Perang Dunia I pernah bertugas di Perancis, dimana dia memperoleh tiga belas medali penghargaan. Ia lalu menjadi kepala staf angkatan darat Amerika di tahun 1903, dan kemudian menjabat panglima tertinggi pasukan Filipina. Selama PD II, MacArthur ditugaskan kembali oleh Presiden F.D. Roosevelt untuk menjabat panglima tertinggi Sekutu di Pasifik Baratdaya dan berhasil menepati janjinya untuk kembali ke Filipina serta menerima penyerahan Jepang kepada Sekutu pada akhir perang. Sejak 1945 hingga saat memegang amanat komando PBB, MacArthur menjabat sebagai panglima pasukan pendudukan Amerika di Jepang, dimana dia berhasil menghapuskan militerisme dan fasisme di Jepang serta mendemokrasikan bekas musuh Amerika Serikat di Pasifik itu.




Foto ini adalah foto 385 tentara Amerika Divisi Angkatan Darat ke-7 yang selamat dan masih terjebak dalam serangkaian pertempuran gerilya pasukan Cina Komunis di pesisir Changjin pada akhir November 1950. Jumlah pasukan Divisi ke-7 ini pada awalnya berjumlah 2.500 prajurit.




Sekalipun demikian, MacArthur juga memiliki kekurangan. Jenderal tersebut dikenal sebagai orang yang angkuh dan selalu ingin dipublikasikan agar lebih populer dan terkenal. Dia juga memiliki kecenderungan untuk mengklaim keberhasilan yang seharusnya merupakan hak orang lain untuk dirinya sendiri sementara melemparkan kesalahannya kepada orang lain. Kelemahan lainnya adalah meski sang Jenderal sangat baik untuk menyampaikan perintah-perintahnya, tetapi ia sangat buruk dalam menjalankan perintah yang ditujukan kepadanya.
            Pada awalnya, keputusan Presiden Truman untuk melakukan intervensi di Korea didukung segenap rakyat Amerika, termasuk kaum Republik yang sebelumnya mengecam kebijakannya di Timur Jauh. Akan tetapi ketika biaya perang membengkak dan jumlah korban jiwa dalam peperangan meningkat, muncul kritik-kritik pedas yang mencela presiden karena merampas hak Kongres untuk menyatakan perang dan karena melibatkan negara dalam konflik dimana tidak ada kepentingan nasional Amerika yang terancam.

            Sebenarnya, militer Amerika tidak siap untuk menghadapi peperangan di Korea. Demobilisasi yang dilakukan setelah berakhirnya era Perang Dunia II telah menurunkan kemampuan tempur konvensionalnya sedangkan program NSC-68 baru mulai berjalan. Para prajurit Amerika pertama yang dikirim ke Korea adalah para rekrutan yang masih muda, mentah, dan minim pengalaman, yang terbiasa dengan tugas-tugas administrasi pendudukan di Jepang, sehingga boleh dikatakan mereka bukanlah tandingan bagi pasukan Korea Utara yang terlatih dan terkoordinasi dengan baik. Sekalipun demikian, kekurangan tersebut diimbangi Amerika dengan semangat patriotisme yang masih tinggi dan kepemimpinan yang baik dari para bintara dan perwira yang berpengalaman.

            Pada tanggal 29 Juni, empat hari setelah invasi Korea Utara ke Korea Selatan, MacArthur dan beberapa stafnya terbang ke Suwon, Korea Selatan, untuk menilai situasi yang dengan cepat menjadi keadaan yang mencemaskan. Ketika mereka berada di Suwon, empat pesawat Yak menyerang lapangan terbang namun segera dirontokkan oleh pesawat-pesawat Mustang yang mengawal rombongan MacArthur. Terkesan, sang Jenderal mengizinkan Angkatan Udara Timur Jauh Amerika Serikat untuk menyerang kawasan di utara Garis Lintang 38 derajat, dengan syarat mereka tidak melanggar batas wilayah udara Cina maupun Uni Soviet. Padahal sebenarnya MacArthur tidak memiliki izin dari Presiden maupun JCS untuk melancarkan serangan udara seperti itu. Bahkan sekalipun JCS mengijinkan serangan pada 30 Juni, itu bukanlah terakhir kalinya MacArthur membuat keputusan tanpa konsultasi terlebih dahulu kepada JCS maupun Presiden.
            Serangan pertama ke wilayah Korea Utara terjadi beberapa jam setelah MacArthur diberikan izin melakukan serangan, dimana sebuah wing pesawat pembom B-26 menggempur lapangan terbang militer utama Pyongyang. Dalam waktu beberapa hari saja, Angkatan Udara Korea Utara berhenti menjadi kekuatan yang efektif dan hanya mampu melancarkan serangan kecil-kecilan. Tanpa banyak usaha, Angkatan Udara Timur Jauh Amerika berhasil merajai udara. Sebaliknya, pasukan Korea Utara masih merajalela di daratan. Pada 4 Juli, setelah memperbaiki sebuah jembatan rel kereta api di atas Sungai Han, dua Divisi Infanteri Korea Utara bergerak terus kea rah selatan dengan dukungan tank-tank T-34. Untuk membendung gerakan mereka, MacArthur memerintahkan Letnan Jenderal Walton H. Walker, panglima Satuan Darat ke-8, untuk segera mengirimkan Divisi Infanteri ke-24 yang berpangkalan di Kyushu untuk bergerak ke Korea. Mayor Jenderal Willian F. Dean, panglima divisi itu, segera dikirimkan ke Korea lewat udara. Ikut bersamanya pasukan penghambat berkekuatan 540 prajurit yang disebut sebagai Gugus Tugas Smith sesuai nama komandan mereka, Letnan Kolonel Charles B. Smith. Sisa Divisi ke-24 kemudian akan dikirimkan lewat jalur laut.
            Dalam beberapa bulan, pasukan tempur darat Amerika di Korea kemudian berkembang dari sebuah resimen menjadi sebuah kekuatan lebih dari 210.000 prajurit. Sementara itu, sejak bulan Juli, 15 negara lainnya seperti Inggris, Australia, dan Turki mulai mengirimkan pasukan mereka juga. Akan tetapi walau mereka berada dibawah bendera PBB, konflik di Korea pada dasarnya adalah perang milik Amerika.

            Pada 5 Juli, pasukan Amerika terlibat pertempuran penting pertama di Korea, ketika Gugus Tugas Smith menyerang pasukan Korea Utara di Osan. Namun gugus tugas itu bukanlah tandingan musuh. Tidak memiliki senjata yang mampu menghancurkan tank-tank Korea Utara, gugus tugas itu kehilangan 180 prajurit yang tewas, terluka, atau tertawan. Tentara Korea Utara terus mendesak maju ke selatan, memukul mundur pasukan Amerika di Pyongtaek, Chonan, dan Chochiwon, serta memaksa pasukan Divisi ke-24 mengundurkan diri ke Taejeon.



Gugus Tugas Smith tiba di Stasiun Kereta Api Taejon dekat Osan, pada 5 Juli 1950. Kekuatan Gugus Tugas Smith berkekuatan setengah battalion dan kebanyakan dari mereka berusia remaja. Gugus Tugas ini nantinya dipersiapkan sendirian untuk bertempur melawan unit divisi Korea Utara serta melakukan pertempuran melawan unit tank Korea Utara. (Foto Departemen Pertahanan AS)




Resimen-resimen dari Divisi ke-24 yang kelelahan setelah dua minggu pertempuran untuk menghambat gerakan musuh itu mengambil posisi mempertahankan sebuah garis pertahanan yang membentang di sepanjang Sungai Kum hingga sebelah timur kota Taejeon. Selain terhambat akibat kurangnya komunikasi, perlengkapan, dan senjata berat untuk menandingi daya gempur pasukan Korea Utara, pasukan Amerika juga kalah dalam hal jumlah dan kurang terlatih. Dipukul mundur dari tepian sungai, pasukan Amerika terlibat pertempuran sengit di jalan-jalan kota Taejeon selama tiga hari.
            Kekalahan besar Divisi ke-24 dapat dirujuk pada fakta bahwa para prajuritnya kurang terlatih dan tidak siap tempur serta tidak memiliki perlengkapan yang memadai karena terlalu lama menghabiskan waktunya sebagai pasukan pendudukan Amerika di Jepang. Namun, sekalipun menderita kerugian besar, Divisi ke-24 berhasil menjalankan misinya untuk menghambat gerakan Korea Utara hingga tanggal 20 Juli. Pada saat itu, pasukan Amerika telah membangun Perimeter Pusan di sebelah baratdaya.

            Sebagaimana pasukan Komunis lainnya, tentara Korea Utara memiliki para komisaris politik dalam semua tingkatan unit. Kehadiran mereka mencerminkan kebijakan pemerintah Korea Utara sekaligus ideologi komunis. Pada masa itu, dan hingga kini, pemerintah Korea Utara dikenal brutal dan bebal. Perang yang mereka mulai pun berlangsung dengan brutal. Dalam gerakannya ke selatan, pasukan Korea Utara melakukan pembersihan terhadap para cendekiawan Korea Selatan dengan membunuh para pegawai negeri dan kaum intelektual karena secara politis dianggap berseberangan dengan rezim Kim Il-Sung. Menurut perkiraan PBB, 26.000 warga Korea Selatan dibunuh oleh pasukan darat penyerbu Korea Utara selama beberapa bulan pertama perang. Di Taejeon sendiri, lebih dari 7.000 warga sipil serta prajurit Korea Selatan dan Amerika diikat lalu ditembak mati.

            Ratusan prajurit Amerika dibunuh dengan cara tersebut selama perang. Salah satunya terjadi di Bukit 303. 41 prajurit Amerika, termasuk 26 orang penembak mortar dari kompi Amerika yang ditangkap tanpa perlawanan oleh Divisi ke-3 Korea Utara karena salah mengira mereka sebagai prajurit Korea Selatan, lalu ditawan. Tangan mereka diikat dibelakang punggung dengan kawat radio dan kawat lampu. 2 hari kemudian, pada tanggal 17 Agustus, ketika pasukan Amerika lainnya dikerahkan untuk merebut kembali tempat itu, pasukan Korea Utara membunuh para tawanan Amerika yang tidak berdaya itu dengan berondongan senapan mesin.
            Pasukan Korea Utara seringkali juga menyiksa dan mencincang tawanan perang. Dalam suatu peristiwa yang menyeramkan, Divisi ke-7 Korea Utara mengikat sejumlah prajurit dari Divisi Infanteri ke-25 yang mereka tawan, memotong kaki mereka sebelum membunuh para korban. Tawanan lainnya dikebiri atau dipotong lidahnya atau dijadikan sasaran latihan bayonet. Pada tanggal 20 Agustus, setelah laporan-laporan mengenai kekejaman pasukan Korea Utara ini diketahui, Jenderal MacArthur memperingatkan Kim Il-Sung bahwa dia harus bertanggung jawab atas pembantaian yang dilakukan anak buahnya.




Pertempuran musim dingin: beberapa pasukan senapan mesin Amerika bersiaga didekat sebuah desa Korea setelah menggempur posisi pasukan Cina. (Foto US Army). 






GAMBAR: Para tawanan Korea Utara yang berhasil ditangkap marinir Amerika. Pada 15 September 1950 Jenderal MacArthur melancarkan operasi pendaratan amfibi di Inchon, Korea Selatan, yang membuahkan kemenangan atas invasi taktis yang dilancarkan terhadap pasukan Korea Utara. hanya dalam waktu beberapa minggu saja, pasukan PBB dan Korea Selatan berhasil merebut kembali Seoul serta memotong garis suplai pasukan Korea Utara. 






Setelah merebut Taejeon, pasukan Korea Utara mulai bergerak menuju Perimeter Pusan, sebuah garis pertahanan PBB sepanjang 230 kilometer di sekeliling kawasan yang terdapat di ujung tenggara Semenanjung Korea, yang juga mencakup pelabuhan Pusan, dari semua arah dalam usaha untuk mengepungnya. Pusan sendiri merupakan pelabuhan penting karena bala bantuan PBB mengalir ke Korea melalui tempat ini. Namun, kaliber pasukan yang dikerahkan Korea Utara untuk menjalankan tugas ambisiusnya itu lebih rendah daripada pasukan yang mereka gunakan pada awal invasi. Berbagai aksi penghambatan yang dilakukan pasukan Amerika dan Korea Selatan untuk menghambat laju pasukan Korea Utara telah membuat Kim Il-Sung kehilangan 58.000 prajurit dan sejumlah besar tank. Untuk menggantikan kerugian ini, Korea Utara harus bergantung pada pasukan pengganti dan wajib militer yang kurang berpengalaman, dimana banyak diantaranya berasal dari para pria Korea Selatan yang dipaksa bergabung dengan Tentara Pembebasan Rakyat. Setelah pertempuran di Perimeter Pusan, Korea Utara mengerahkan 13 divisi infanteri dan sebuah divisi lapis baja.
            Berhadapan dengan 72.000 prajurit Korea Utara di Perimeter Pusan adalah 92.000 prajurit PBB, yang terutama terdiri atas pasukan Korea Selatan, Amerika, dan Inggris. Dalam usahanya mengepung kawasan itu dari segala penjuru, dua divisi Korea Utara yang terdiri dari para veteran Perang Saudara Cina bergerak ke selatan dalam suatu manuver lebar guna mengapit lambung kiri pasukan PBB yang benar-benar tersebar. Menyerbu posisi-posisi PBB, kedua divisi berkali-kali memukul mundur pasukan Amerika dan Korea Selatan yang berusaha membendung serangan Korea Utara. Selama enam minggu,  pertempuran sengit berlangsung di sekitar kota-kota Taegu, Masan, dan P’ohang, serta Sungai Naktong. Pasukan Korea Utara terus merangsek maju sebelum akhirnya dihentikan oleh Divisi ke-25 Amerika yang berjarak kurang dari 48 km dari wilayah Pusan.

            Sekalipun melancarkan dua serangan besar-besaran lagi selama bulan Agustus dan September, pasukan Korea Utara gagal mendesak mundur pasukan PBB. Akibatnya, pelabuhan Pusan dapat terus menerima bala bantuan yang kini tiba setiap hari. Senjata-senjata bazooka dan tank-tank berat M26 Pershing Amerika yang dapat menghadapi tank T-34/85 mulai berdatangan. Jumlah pasukan PBB pun meningkat menjadi 180.000 prajurit.

            Jenderal Walker lalu menggunakan daya gempur dan cadangannya yang lebih besar secara efektif untuk menghantam pasukan Korea Utara. Kekurangan perbekalan karena garis suplainya telah terbentang panjang dan menderita korban jiwa besar, akhirnya perlawanan pasukan Korea Utara ambruk. Diperkirakan selama pertempuran di Perimeter Pusan, mereka kehilangan antara 36.000 hingga 41.000 prajurit yang tewas atau tertawan. Dipihak PBB, Amerika kehilangan hampir 20.000 prajurit yang tewas atau terluka maupun hilang, sementara pasukan Korea Selatan kehilangan sekitar 40.000 prajurit.
            Sisa-sisa pasukan Korea Utara kemudian terpaksa mengundurkan diri secara tergesa-gesa dari Perimeter Pusan ketika mereka mendengar berita mengguncangkan yang terjadi di Inchon, jauh disebelah utara. Pertempuran di Pusan sendiri merupakan titik terjauh yang dapat dicapai oleh pasukan Korea Utara selama peperangan.




            Tank M26 Pershing Amerika bergerak menuju garis depan untuk mencegah usaha penyeberangan musuh di Sungai Naktong. Kedatangan Tank ini di perimeter Pusan mengakhiri dominasi tank-tank T-34/85 Korea Utara. 




MacArthur mengusulkan dilakukan pendaratan amfibi di Inchon, pelabuhan Seoul, 160km dibelakang garis pertahanan Korea Utara. Suatu pendaratan amfibi disana akan memberikan kesempatan untuk memotong garis komunikasi Korea Utara dan menjebak pasukannya yang berada diwilayah Selatan. Inchon merupakan titik pertempuran yang sangat berbahaya dan beresiko untuk diserang. Pertempuran dalam kota sendiri dipastikan akan sangat berdarah-darah; apalagi ketika para prajurit pertama-tama harus mendarat dahulu dari kapal-kapal pendarat yang berada langsung dibawah tembakan musuh yang mempertahankannya. Kegagalan operasi akan mengakibatkan kerusakan yang sulit diperbaiki bagi kredibilitas PBB di Korea serta merusak reputasi badan dunia itu dalam menangani setiap krisis yang terjadi.

            Pada awalnya, JCS bersikap skeptis terhadap rencana itu karena terlalu jauh ke wilayah utara dari garis pertahanan PBB dan terlalu dekat dengan Seoul sehingga pasukan Korea Utara pasti akan memberikan perlawanan sengit. Selain itu, pihak JCS juga mempertimbangkan gelombang tinggi di tempat itu yang akan menyulitkan pasukan PBB sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan korban yang besar.

            Namun jika pendaratan di Inchon berhasil, PBB pun akan mendapatkan nama yang harum. Selain itu hal tersebut juga akan memungkinkan perebutan kembali Seoul, yang terletak 29km di sebelah timur pelabuhan. Akhirnya pihak JCS pun memberikan lampu hijau bagi rencana pendaratan MacArthur. Kemungkinan serangan pasukan PBB di Inchon sendiri telah dipikirkan oleh kubu Komunis. Sekalipun kemenangan awal Korea Utara membuat Kim meramalkan bahwa ia dapat mengakhiri perang pada akhir Agustus, para pemimpin Cina bersikap lebih pesimis. Untuk menghadapi kemungkinan serangan balasan Amerika, Perdana Menteri Chou En-Lai memohon bantuan Uni Soviet untuk memberikan dukungan udara bagi pasukan Cina. Sekitar 260.000 tentara Cina ditempatkan di sepanjang perbatasan Korea dibawah komando Gao Gang.
            Chou juga memerintahkan dilakukannya survei topografi di Korea dan memerintahkan Lei Yingfu, penasehat militer Cina di Korea, untuk menganalisis situasi militer di semenanjung itu. Lei menyimpulkan bahwa MacArthur kemungkinan besar akan berusaha melakukan suatu pendaratan di Inchon. Setelah membahas mengenai kemungkinan tersebut dengan Mao, Chou memberikan taklimat kepada para penasehat militer Soviet dan Korea Utara mengenai hasil survey Lei ini, serta memerintahkan kesiapan militer di sepanjang perbatasan dengan Korea untuk bersiap menghadapi aktivitas angkatan laut Amerika di Selat Korea.

            Divisi Marinir ke-1 dan Divisi Infanteri ke-7 Amerika akan melancarkan serangan sebagai bagian dari Korps X Amerika yang baru dibentuk. Letnan Jenderal Edward Almond, kepala staf MacArthur, ditunjuk untuk memimpin korps tersebut. Korps X tidak berada dibawah komando Satuan Darat ke-8, dimana kedua kesatuan bertanggung jawab kepada MacArthur di Tokyo. Korps X sendiri merupakan pasukan cadangan terakhir yang dimiliki MacArthur. Jika pertaruhannya gagal dan bencana menimpanya di Inchon, maka tidak ada lagi prajurit yang tersisa untuk merebut kembali Korea Selatan.
            Pasukan pendarat Amerika diperkuat oleh para prajurit dan marinir Korea Selatan. Operasi yang melibatkan 260 kapal yang mengangkut 70.000 prajurit ini sendiri sulit ditutup-tutupi pelaksanaannya sehingga para wartawan perang di Jepang menjulukinya sebagai Operasi Yang Sudah Diketahui Umum.





       Untuk berlindung dari serangan udara pesawat dan serangan artileri Amerika, pasukan Cina komunis dan Korea Utara membuat terowongan berlindung bawah tanah, menciptakan ruang-ruang didalamnya untuk meredam serangan mematikan senjata artileri berkaliber berat. Pasukan Cina juga mempersenjatai diri mereka dengan granat tangan “potato master”. (Eastphoto)









            Armada tersebut muncul di lepas pantai Inchon pada 14 September. MacArthur berada di atas kapal komando armada, Mount McKinley, untuk mengamati hasil dari pertaruhan besarnya. Suatu gempuran laut dan udara dilancarkan terhadap pulau benteng Wolmi-do dimulai pada pukul 05.45 pagi tanggal 15 September, diikuti oleh pendaratan prajurit marinir. Beberapa diantara prajurit yang mengambil bagian dari pendaratan tersebut merupakan para pejuang veteran Perang Pasifik dan memperkirakan mereka akan mendapat suatu perlawanan sengit sama seperti yang telah dihadapinya saat memerangi pasukan Jepang. Namun, ternyata mereka nyaris tidak menghadapi perlawanan dari beberapa prajurit lawan yang tersisa dan masih terguncang oleh gempuran sebelumnya. Kurang dari satu jam kemudian pulau itu dinyatakan aman dan tidak ada prajurit Amerika yang terbunuh dalam invasi. Itu suatu pertanda baik, dan diikuti pada siang harinya oleh keberhasilan yang bahkan lebih besar lagi.
            Setelah mendarat, pasukan Amerika jauh lebih beresiko terkena “tembakan sahabat” dari gempuran meriam angkatan laut daripada perlawanan ringan yang dilakukan musuh. Sekalipun demikian, pasukan marinir telah mengamankan kota itu pada saat tengah malam, dengan korban jiwa hanya 20 prajurit. 18.000 prajurit Amerika telah mendarat di Inchon sebelum malam berakhir. Dalam waktu empat hari berikutnya, jumlahnya meningkat hingga 50.000 tentara. Pada hari akhir penyerbuan itu pasukan marinir telah maju sejauh 16 kilometer ke timur di jalan menuju Seoul. MacArthur sendiri mendarat pada tanggal 17 September, menaiki mobil menuju garis depan untuk melihat sisa-sisa sebuah konvoi tank Korea Utara yang baru saja dihancurkan pasukan marinir.




Pasukan Korea Selatan (ROK- Republic of Korea) bergerak dalam suatu formasi menuju garis depan dalam pertempuran di Perimeter Pusan, pada Agustus 1950. (Foto dari US. Army) 




Pada 18 September, Stalin mengirimkan Jenderal H.M Zakharov ke Korea untuk meminta Kim Il-Sung agar menghentikan serangannya di Perimeter Pusan dan mengirimkan pasukannya untuk mempertahankan Seoul. Tidak mengetahui kekuatan pasukan Korea Utara, Chou En-Lai mengatakan apabila Korea Utara memiliki pasukan cadangan sedikitnya berjumlah 100.000 prajurit, mereka harus berusaha menghancurkan pasukan musuh di Inchon. Jika tidak, masih menurut Chou, maka mereka sebaiknya menarik pasukannya kembali ke utara.

            Sekalipun terkejut, pasukan Korea Utara belum dikalahkan. 20.000 prajurit Korea Utara memberikan perlawanan sengit di jalan-jalan Seoul pada minggu terakhir bulan September. Jenderal Almond menyatakan kota Seoul secara resmi “dibebaskan” pada 25 September, 3 bulan setelah dimulainya invasi Korea Utara. Kenyataannya, dibutuhkan waktu tiga hari pertempuran sengit lagi di pusat kota untuk membersihkan perlawanan musuh. Pasukan Korea Utara telah membangun penghalang-penghalang jalan di jalanan yang harus dibersihkan bulldozer sebelum tank-tank Amerika dapat bergerak maju, sementara para penembak gelap menembaki infanteri Amerika. Pasukan Amerika bergerak perlahan-lahan melewati kota itu, memperebutkan gedung demi gedung dan jalan demi jalan. Sebagian besar kota diratakan dengan tanah dan banyak penduduk sipil terbunuh.
            Sementara Korps X menerobos keluar dari Inchon, Satuan Darat ke-8 menyerbu dari Perimeter Pusan. Pada tanggal 26 September, kedua kesatuan bertemu di Osan, menjebak sejumlah besar prajurit musuh. 3 hari kemudian, pasukan Korea Selatan mencapai Garis Lintang 38 derajat. Pasukan Korea Utara menjadi kacau balau. Terkepung, pasukan Korea Utara di sebelah barat Osan dihancurkan. Para prajuritnya yang berada di sebelah timur Osan runtuh saat mencoba bergerak mundur ke utara. Banyak prajurit mundur ke Taebaek sebagai gerilyawan. Para perwira tinggi seringkali menyerah kepada pasukan Amerika dan Korea Selatan. Bahkan kepala staf Divisi ke-13 Korut menembak mati panglimanya, yang ingin melanjutkan serangan sia-sia, agar memampukan anak buahnya mengundurkan diri.
            Hanya sekitar 25.000 hingga 30.000 prajurit Korea Utara yang berhasil meloloskan diri dan menyeberangi Garis Lintang 38 derajat. Korea Utara telah kehilangan lebih dari 150.000 pasukan. Pihak PBB sendiri berhasil menangkap 125.000 tawanan Korea Utara. Kerugian PBB dalam serangan tersebut, termasuk di Inchon, mencapai 18.000 prajurit.


GAMBAR POSTER PROPAGANDA KOREA SELATAN: Berbunyi; “Tentara Cina. Waspada Jangan tertipu! Uni Soviet sekarang sedang mengontrol daratan Cina dan memaksa Cina memasuki Perang Korea. Tentara berani mati Cina sedang dikorbankan!!”







4 comments:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    ReplyDelete
  2. masih ada kelnjutannya cerita perang korea itu diatas. kelanjutannya amerika dan korea selatan terus melakukan serangan balasan sampe ke ibukota korea utara, bahkan kebablasan sampai ke wilayah cina tiongkok,, karena kebablasan itulah alasan cina menjadi ikutan terlibat membantu teman komunisnya korea utara yg sekarat dan memukul mundur kembali pasukan PBB (Amerika cs) sampe keperbatasan garis lintang 38 derajat itu lagi (DMZ sekarang namanya. hingga perang berakhir diperbatasan itu dan tidak ada kesepakatan jelas sampe sekarang. dan sampe sekarang garis batas 38 derajat itu menjadi batas korea utara dan korea selatan.

    ReplyDelete