Operasi Barbarossa adalah operasi militer Nazi Jerman yang dilakukan pada 22 Juni 1941 terhadap wilayah Uni Soviet. Tujuan utama invasi militer Nazi ini ialah menegaskan kembali ideologi Nazi Jerman dalam menyebarkan konsep ideologi ras Arya-nya yang sangat rasis dan ekstrem ke seantero Eropa. Dengan adanya invasi atas Uni Soviet, Nazi berharap dapat menduduki sepenuhnya Uni Soviet dan kemudian menggantikan populasinya dengan populasi warga Jerman. Hitler juga memiliki rencana terhadap Uni Soviet yang bernama Generalplan Ost- sebuah rencana yang bertujuan untuk memperbudak mereka (baik para tawanan perang atau warga sipil Uni Soviet), menjadikan mereka sebagai budak pekerja yang rencananya dipekerjakan demi kepentingan Nazi di lahan-lahan pertanian yang ada di berbagai wilayah Soviet. Istilah “Jermanisasi” (Germanization) adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan ambisi besar Hitler soal kejayaan ras Arya bukan hanya terhadap wilayah Uni Soviet, melainkan terhadap seluruh wilayah jajahannya di Eropa. Ambisi besar ini tentunya harus segera diwujudkan Hitler melalui operasi militer besar-besaran dengan jumlah tentara yang sangat besar dan berbagai perhitungan strategi perang yang matang.
Sebelum invasi terjadi, Jerman dan Uni Soviet sebenarnya sudah lama saling curiga. Antara keduanya sudah tidak ada rasa saling percaya. Soviet sendiri melanggar pakta non-agresi yang disepakati dengan Jerman saat Soviet menginvasi Bukovina di tahun 1940. Setelah Jerman menjadi bagian dari Kekuatan Axis dengan Jepang dan italia, Jerman sebenarnya ingin memasukkan Soviet ke dalam aliansi Axis tersebut. Ketika selangkah lagi Jerman sudah benar-benar akan menjalin hubungan pertemanan dengan Soviet, Soviet membalas rencana tersebut dengan mengirimkan surat proposal yang mengatakan bahwa Soviet akan bergabung dengan aliansi Axis hanya ketika Jerman setuju untuk menjauh dari wilayah-wilayah jajahan Soviet dan tidak ikut campur dengan urusan luar negeri Soviet atas negara-negara jajahan yang memiliki pengaruh Soviet di Eropa. Jerman pun tidak membalas surat proposal tersebut- menandakan bahwa Jerman sudah memiliki rencana besarnya sendiri terhadap Uni Soviet.
Sebelum Hitler melancarkan invasi militer besar-besaran atas Uni Soviet, sebenarnya para petinggi militer Red Army (sebutan bagi Tentara Soviet saat itu), serta Stalin sendiri sebenarnya sudah mengetahui mengenai adanya rencana invasi tersebut. Namun Stalin sendiri masih berada di zona nyamannya dan bersikeras mengatakan bahwa jangan terlalu mudah percaya rumor yang berkembang, dengan sesumbar mengatakan bahwa Nazi akan butuh 4 tahun lagi sebagai persiapan untuk benar-benar mempersiapkan dan melancarkan Invasi tersebut. Apalagi Jerman dan Soviet sendiri telah menyepakati suatu perjanjian non-agresi dibelakang layar di tahun 1939 (Molotov-Ribbentrop Pact)- yang intinya adalah suatu kesepakatan bagi Jerman dan Soviet untuk menghargai dan membatasi manuver politik dan militer masing-masing agar tidak ada salah paham perihal wilayah jajahan tertentu. Stalin sangat berharap adanya pakta non-agresi itu akan menunda invasi militer Jerman setidaknya dalam kurun waktu 5 tahun. Saat itu, Stalin sendiri sebenarnya masih sibuk dengan berbagai retorika dan manuver politiknya didalam pemerintahan. Stalin nampaknya sedang melakukan “bersih-bersih” dengan darah di tangannya sendiri. Suatu periode yang dikenal dengan istilah Great Purge (Pembersihan/Pemusnahan Besar).
Ketika Nazi melakukan invasi atas Soviet pada 22 Juni 1941, pemusnahan bermotif politik itu masih terjadi. Stalin membantai para jenderal dan petinggi militer Soviet yang tidak loyal kepadanya. Total ada sekitar 30.000 tentara Red Army dibantai oleh Stalin; itu sudah termasuk Jenderal-Jenderal dan komandan korps-nya sendiri. Setelah pembantaian terjadi, Stalin mengisi pos-pos yang kosong di jajaran struktural tertinggi militer Soviet dengan jenderal-jenderal yang sayangnya tidak berpengalaman perihal taktik peperangan atau tidak pernah terjun langsung ke medan pertempuran. Ironisnya, Stalin mengabaikannya dan justru membentuk Komite Politik didalam jajaran militer yang bertujuan untuk memonitor loyalitas politik para jenderal didalam kemiliteran. Stalin ingin memastikan bahwa seluruh elemen yang ada dalam jajaran Red Army loyal terhadapnya, sekaligus mengawasi jika masih ada “tikus-tikus” lainnya yang harus dibantai. Karena kesibukan politiknya itulah, nantinya harus benar-benar dibayar mahal oleh Stalin di awal-awal pertempurannya melawan tentara Nazi yang membuat Red Army sangat kewalahan dan mengalami kekalahan di banyak front pertempuran.
Di mata Hitler, reputasi global Stalin yang telah dicap buruk oleh dunia sebagai pemimpin diktator yang brutal meneguhkan kembali ambisi besar Nazi atas rencana invasi mereka. Hitler paham bahwa setelah pembantaian yang terjadi di internal militer Soviet, kemampuan taktis militer Soviet jelas akan berkurang di medan perang nantinya. Apalagi adanya perombakan besar-besaran dan pembentukan Komite Politik didalamnya. Nazi bahkan meluncurkan banyak propaganda politik yang memperingatkan kembali kebrutalan pemimpin Soviet Stalin dan rencana mereka atas invasi terhadap wilayah Jerman. Untuk itulah, Nazi menegaskan kembali bahwa invasi Nazi atas Soviet menjadi satu-satunya solusi yang dapat menghentikan kebrutalan sang diktator tersebut, sekaligus sejalan dengan agenda besar Jermanisasi Nazi di Eropa serta ambisi pribadi Hitler dalam menguasai seluruh wilayah Soviet. Sekarang hanya tinggal menunggu waktu saja sebelum rencana invasi tersebut dijalankan. Nampaknya tidak ada satu orangpun didunia yang dapat menghentikan ambisi besar Hitler tersebut.
Jerman mempersiapkan satu regimen independen, satu brigade motor terpisah serta 153 divisi untuk Operasi Barbarossa- didalamnya termasuk 104 Divisi infanteri, 19 Divisi panser, 15 Divisi infanteri motor yang dibagi ke dalam 3 grup Army, dan 9 Divisi independen terpisah untuk menguasai wilayah-wilayah yang telah diduduki, 4 Divisi tambahan di Finlandia, dan 2 Divisi cadangan dibawah naungan OKH (Komando Tertinggi Nazi). Di sisi lain, Uni Soviet merespon rencana tersebut dengan cara yang berbeda. Sebelum invasi, Banyak agen intelijen asing yang memberitahukan rencana Hitler tersebut kepada Stalin. Intelijen Inggris menginformasikan Stalin perihal rencana Jerman untuk menginvasi Soviet hanya seminggu setelah Hitler menyetujui rencana Operasi Barbarossa. Namun ketidakpercayaan Stalin kepada Inggris membuatnya masih saja meragukan laporan intelijen Inggris tersebut dengan mengatakan bahwa informasi intelijen tersebut dibuat oleh Inggris untuk mengelabuhi Stalin agar Uni Soviet nantinya berpihak kepada Inggris. Di bulan-bulan awal tahun 1941, agen intelijen Stalin serta intelijen Amerika Serikat juga melaporkan informasi yang sama perihal rencana invasi Nazi ke Soviet. Mata-mata Soviet Richard Sorge juga memberikan Stalin informasi terkait tanggal pasti invasi Barbarossa. Stalin pun kemudian mengakui adanya kemungkinan invasi tersebut, namun ia memilih saat itu untuk tidak memprovokasi Hitler lebih lanjut untuk menghindari kemungkinan terburuk terwujudnya invasi tersebut.
Di awal-awal pecahnya perang, Soviet masih belum memahami skala perang sangat masif yang sedang dilakukan Jerman. Serangan militer Nazi melalui darat dan udara menghancurkan banyak fasilitas militer Soviet dalam waktu beberapa jam saja. Hal itu membuat efektivitas komunikasi dan rantai komando dari platon infanteri serta jajaran Komando Tertinggi Soviet di Moskow lumpuh. Moskow tidak hanya buta terhadap skala masif invasi Nazi tapi respon Stalin terhadap invasi awal itu sangat mengejutkan. Kendati pasukan Nazi sudah menerobos masuk perbatasan dan bergerak cepat menduduki wilayah-wilayah Soviet, Stalin masih saja berpikir bahwa mobilisasi Nazi tersebut dilakukan tanpa izin dan komando Hitler. Unit-unit pesawat Luftwaffe menyapu bersih konsentrasi Pasukan darat Soviet, unit-unit Luftwaffe lainnya menghancurkan markas militer dan komando Soviet. Meski demikian, instruksi Stalin terhadap pasukan unit Artileri yang berjaga di perbatasan membuat banyak pasukan geleng-geleng kepala. Stalin menyuruh unit-unit Artileri di perbatasan untuk tidak menembak karena takut akan membuat Hitler lebih marah lagi. Setelah dalam sekejap saja banyak wilayah Soviet diduduki Nazi, barulah Soviet sadar betapa masifnya skala serangan militer Nazi ini. Luftwaffe Nazi saat itu telah menghancurkan 1.489 pesawat-pesawat Soviet yang ada di darat, serta menghancurkan 3.000 lainnya dalam kurun waktu 3 hari saja.
Seorang prajuri Jerman berjalan ke arah jasad pasukan Soviet saat awal-awal Operasi Barbarossa dilancarkan di tahun 1941. Terlihat juga Light Tank BT-7 yang rusak dan terbakar.
Terlihat seorang prajurit Nazi sedang menaiki kendaraan lapis baja ringan Sd. Kfz-250 half-track. Sedangkan dibelakang terlihat beberapa tank-tank Jerman bersiap untuk melanjutkan serangan ke arah barat.
Sebenarnya
pada saat invasi terjadi, kekuatan militer Soviet tidak begitu buruk. Memang
ada perombakan besar-besaran di jajaran struktur internal militer Soviet,
banyak kendaraan lapis baja dan Tank yang rusak dan terbengkalai, minimnya
kemampuan komando para perwira Soviet, banyak tentara-tentara baru yang masih
awam dan minim pengalaman terjun ke medan perang, masalah hambatan transportasi Alutsista dan
mobilisasi pasukan, korupsi di jajaran pemerintahan, dan lain-lain. Namun
Sebenarnya Uni Soviet sudah memiliki tentara utama yang berjumlah sekitar 5
juta personel yang telah disiapkan. Dan tiap bulan jumlahnya meningkat sehingga
Soviet memiliki sekitar 14 juta pasukan cadangan. Red Army memiliki 33.000
Artileri medan, jumlah yang jauh melebihi total artileri yang dimiliki Nazi.
Soviet juga memiliki 23.000 Tank, yang mana hanya 14.700 Tank saja yang
tersedia dan siap untuk ke medan laga. Sekitar 11.000 Tank Soviet ditempatkan
disepanjang lokasi-lokasi di Distrik-distrik Barat yang langsung menghadap ke
arah Jerman. Hitler, setelah melancarkan invasi dan mengetahui total jumlah
Tank yang dimiliki Soviet saat itu- berkata; “Andai saja saya tahu jumlah persis kekuatan Tank Soviet di tahun 1941,
maka saya tidak akan berani menyerang Soviet.”
Untuk hantaman terakhir Nazi ke
Leningrad, dilakukan oleh 4th Panzer Group dari Army Group Center. Pada 8
Agustus, Tank-tank Nazi bergerak menerobos pertahanan Soviet. Di Akhir bulan
Agustus, Grup Panzer berhasil bergerak sejauh 48km ke arah Leningrad. Nazi
menyerang Leningrad pada Agustus 1941. Pada saat serangan terjadi, para
penduduk lokal Leningrad saat itu tengah membangun pertahanan kota untuk
menghalau serangan, sementara 160.000 penduduk lokal lainnya langsung bergabung
dengan Red Army dan bertempur melawan Nazi. Setelah Divisi Motor 20th Nazi
berhasil menguasai Shlisselburg dan memotong akses jalan ke Leningrad, Hitler
melakukan arahan komando untuk segera menghancurkan Leningrad, membunuh semua
orang tanpa menyisakan satupun tawanan perang. Namun diluar kendali Hitler,
serangan terakhir 10km ke Leningrad itu melambat dan pasukan Nazi juga mengalami
banyak korban jiwa. Hitler yang tidak sabar memerintahkan pasukan untuk tidak
menyerang Leningrad secara langsung karena resiko korban jiwa tambahan tetapi menyuruh
pasukannya untuk membuat penduduk kotanya menyerah. Karena instruksi dadakan itu,
Grup Panzer Jerman tidak melanjutkan invasinya tetapi dalam posisi tak bergerak
sembari memikirkan solusi untuk membuat mereka menyerah, namun di sisi lain
grup Panzer dan pasukan Nazi mendapatkan gempuran artileri yang intens dari pasukan
Soviet di Leningrad. Secara spesifik, dalam serangan ofensif Nazi- Yelnya Offensive, Jerman mengalami
kelahanan besar pertamanya sejak kali pertama invasi Barbarossa dilakukan. Kemenangan
pertama Red Army atas Nazi ini secara signifikan meningkatkan moril para
prajurit dilapangan. Serangan-serangan balik Soviet ini memaksa Hitler untuk
lebih fokus kepada peperangan di front tengah. Jerman akhirnya bergerak dengan
unit Panzer Army ke-3 dan ke-4 untuk segera menghancurkan pertahanan kota
Leningrad dan segera bergerak ke Moskow.
Singkatnya, setelah Nazi berhasil
menguasai Leningrad dan fokus ke Moskow. Pertempuran menjadi sangat brutal.
Pasukan Nazi dari berbagai unit akhirnya mengepung Pasukan Soviet di Moskow.
Pertahanan Moskow pun runtuh. Pasukan Soviet di Moskow hanya berjumlah 90.000
prajurit dan 150 tank saja untuk mempertahankan kota dari segala arah.
Tampaknya tinggal menunggu waktu saja sebelum Nazi benar-benar menduduki Moskow
dan memenangkan pertempuran. Pada 13 Oktober ketika Panzer Group ke-3 Nazi
berhasil bergerak sejauh 140km ke arah ibukota Moskow. Moskow dengan segera
memberlakukan Darurat Militer. Ketika serangan terus berlanjut, cuaca pun
menjadi sangat buruk dan berdampak pada penundaan manuver Nazi. Salju lebat pun
turun dibarengi dengan hujan. Hal itu pun membuat pasukan Nazi dan tank-tank
nya kesulitan bermanuver dan bergerak dengan lambat karena menghadapi hambatan
tanah yang berair, berlumpur, dan dipenuhi salju yang tebal. Saat itu Nazi
segera menunda Operasi terakhir untuk menduduki Moskow karena cuaca buruk
tersebut. Saat mobilisasi Nazi berhenti sementara, pasukan Soviet dengan segera
memanfaatkan waktu mereka untuk mengumpulkan kekuatan dan menyiapkan serangan
untuk menyerang balik. Dalam kurun waktu sebulan sejak operasi Nazi ditunda,
Soviet sekarang memiliki 8 unit pasukan darat yang berisi 30 Divisi pasukan
Siberia. Pasukan ini dikirimkan untuk fokus ke Moskow, unit intelijen Soviet
memastikan Stalin bahwa pasukan ini sengaja digerakkan ke Moskow setelah
intelijen memastikan bahwa tidak akan ada ancaman lagi dari Jepang di front
Timur Jauh. Pada November 1941, ada lebih dari 1.000 tank dan 1.000 pesawat
yang datang bersama Pasukan Siberia untuk bersama-sama mempertahankan kota
Moskow.
Walaupun cuaca masih buruk dan Nazi
saat itu sangat bersikeras untuk menduduki Moskow. Mobilisasi pasukan dan tank
pun dilakukan di tengah cuaca buruk. Dalam kurun waktu 2 minggu pertempuran di
tengah kondisi cuaca buruk, pasukan Nazi dari Panzer Group terlihat kewalahan
akibat serangan balik Soviet. Terlebih mereka mengalami banyak hambatan cuaca
dan kekurangan logistik amunisi dan bahan bakar untuk tank-tank mereka. Ketika
Panzer Group hanya sejengkal lagi berhasil menguasai Moskow. Situasi pun
berbalik. Pada 2 Desember 1941, blizzard (badai
salju lebat) pun terjadi. Meskipun unit recon Nazi berhasil menguasai kota
Khimki, hanya berjarak 8km dari Mokow dan mereka juga berhasil menguasai
Jembatan Moskow-Volga, pasukan Wehrmarcht
tetap saja tidak mampu melawan cuaca badai salju yang cukup ganas. Pasukan
Wehrmarcht sejak awal tidak siap menghadapi cuaca buruk ini karena pakaian
mereka tidak disiapkan untuk menghadapi ancaman cuaca dingin dan bersalju. Banyak
tank-tank dan kendaraan lapis baja mereka pun terkubur salju. Banyak pasukan Wehrmarcht pun mati sia-sia ditengah
ganasnya badai salju yang menerjang. Winter
Warfare (Pertempuran di medan salju) terbukti menjadi momok menakutkan bagi
Pasukan Nazi yang sebelumnya sudah terlalu percaya diri bakal merebut Moskow
dalam sekejap. Badai salju yang lebat
juga membuat unit-unit Luftwaffe Nazi
tidak dapat mengudara membuat Nazi harus menunda operasi serangan udara atas
Moskow. Di saat yang sama, unit-unit Soviet baru berdatangan ke Moskow dalam
membantu pertahanan Moskow dan jumlahnya diperkirakan berjumlah 500.000
pasukan. Pada 5 Desember, pasukan Soviet melancarkan serangan balik atas
posisi-posisi pasukan Nazi yang saat itu sangat kewalahan menghadapi hambatan
cuaca buruk. Pasukan Soviet saat itu menyiasati cuaca buruk itu dengan
mengenakan winter clothing (pakaian
hangat yang tahan cuaca dingin). Setelah Soviet menyerang balik Nazi
bertubi-tubi, serangan balik dari gabungan pasukan darat dan Artileri itu
berhasil memukul mundur Nazi sejauh 250km ke belakang. Wehrmacht tampaknya
harus mengakui kekalahan mereka dalam peperangan Moskow. Mereka pun kehilangan
sekitar 830.000 prajurit di medan perang.
Pada akhir Oktober 1941, kombinasi dari hujan lebat, salju, kabut, dan lumpur membuat mobilisasi unit-unit Jerman tidak dapat dilakukan. Tampak jelas bahwa unit-unit militer Jerman saat itu kalah superior dari Alutsista militer Soviet dalam hal menghadapi tantangan cuaca dan medan yang buruk. Terlihat beberapa tentara memaksakan kendaraannya untuk berjalan ditengah salju yang lebat.
Di awal tahun 1942, beberapa Pasukan Soviet bersiap untuk melakukan serangan balik. Pasukan Nazi mengalami banyak hambatan dalam peperangan diantaranya adalah cuaca buruk serta masalah pasokan logistik yang menghambat mobilisasi kendaraan-kendaraan lapis bajanya. Disaat Jerman sedang bersiap memproduksi pakaian untuk Winter Warfare, pasukan Soviet sudah siap dan merangsek maju ke lokasi-lokasi wilayah yang diduduki Nazi dan langsung memukul mundur mereka.
Nazi
dipaksa mengakui kekalahan di Moskow. Dengan kekalahan itu, mereka terpaksa
harus merancang ulang taktik perang mereka. Serangan balik Soviet pada Desember
1941 merupakan kekalahan yang memakan korban jiwa besar dipihak Jerman. Tidak
hanya korban jiwa, tetapi serangan balik itu membuat Jerman mundur ratusan km
dari posisi Moskow. Wehrmacht, ketika Operasi Barbarossa dilancarkan, memiliki
kekuatan 209 Divisi, dimana hanya 163 Divisi saja yang siap untuk bertempur. Namun
pada 31 Maret 1942, kurang dari setahun, mereka hanya memiliki kekuatan 58
Divisi saja yang bisa dipakai bertempur, sisanya hancur luluh lantah oleh
serangan balik Soviet. Stalin yang terpukau dengan keberhasilan ini tidak puas
begitu saja. Ia lantas menyuruh pasukannya untuk tidak hanya mempertahankan
Moskow saja, tapi juga memukul mundur Nazi di front-front lain di front
pertempuran di Selatan dan Utara. Hitler yang mengetahui kegagalan ini menjadi
sangat marah dan memecat perwira jerman Walther
Von Brauchitsch. Walaupun Soviet juga mengalami korban jiwa yang besar dan
kehilangan banyak wilayahnya, namun moril prajurit mereka kini sedang
tinggi-tingginya dan mereka berhasil memukul mundur Nazi di banyak front
pertempuran. Kendati Hitler kembali memerintahkan pasukannya untuk bertahan dan
menyerang balik, Hitler pun sadar bahwa mobilisasi Nazi terkendala oleh
hambatan cuaca dan kekurangan logistik. Meskipun begitu Hitler tetap bersikeras
ingin mengalahkan Soviet. Pada bulan Februari 1943, Jerman kembali mengalami
kekalahan dalam Pertempuran Stalingrad.
Di tahun 1943, industri Soviet membaik
dan industri-industrinya mampu memproduksi Alutsista dalam jumlah besar dan
dengan segera tank-tank baru itupun dikirim ke medan pertempuran. Serangan
Jerman terakhir terjadi pada periode Juli-Agustus tahun 1943. Sekitar 1 juta
pasukan Nazi bertempur melawan 2.5 juta pasukan Soviet. Soviet melancarkan
Operasi Kutuzov, yakni operasi serangan balik yang melibatkan 6 juta pasukan
yang membuat Jerman kelawahan dan mundur. Setelah Jerman mengalami banyak
kekalahan serupa di tahun 1943 di banyak front, pada akhirnya Jerman memilih
menyerah karena moril prajuritnya yang sangat rendah dan kemampuan Alutsistanya
yang tidak mampu lagi dipakai akibat tidak tersedianya pasokan logistik. Pada
Januari 1945 Soviet akhirnya bergerak ke Berlin dengan ambisi ingin menaklukkan
ibukota Jerman tersebut dan mendudukinya. Perang berakhir dengan kalahnya Nazi
pada Mei 1945 setelah Berlin akhirnya jatuh ke tangan Pasukan Red Army.
Operasi Barbarossa merupakan invasi
militer terbesar dalam sejarah- melibatkan banyak pasukan, tank, senjata,
artileri, dan pesawat. Invasi itu membuka banyak pertempuran di front Timur.
Membunuh lebih dari 26 juta penduduk Soviet, termasuk 8 juta korban jiwa dari
pasukan Red Army. Pertempuran di Front Timur antara Nazi dan Red Army
menghancurkan ekonomi keduabelah pihak. Nazi berhasil meluluhlantahkan 1.710
kota-kota Soviet dan 70.000 desa-desanya dihancurkan. Operasi Barbarossa dan
kekalahan Jerman akhirnya mengubah peta politik di Eropa, akhirnya membagi
dunia kedalam dua blok- Blok Timur dan Barat.
No comments:
Post a Comment