Gambar yang dibuat Jeanine Mosher untuk menghormati para anggota Task Force Ranger. Dari gambar terlihat betapa sulit dan kacaunya operasi akibat serangan membabi buta milisi bersenjata Somalia pada Operasi Provide Relief, Mogadishu, Somalia, 3-4 Oktober 1993.
LATAR BELAKANG
Keterlibatan AS di
Somalia dimulai pada 1991 saat pemerintahan negara tersebut runtuh
akibat perang saudara. Saat Warlord klan dan faksi-faksi berebut
kekuasaan dan kendali, penduduk pun mulai dilanda kelaparan. PBB
memulai operasi kemanusiaan skala besar, Operasi Provide Relief,
untuk menyediakan bantuan pangan dan bahan makanan. Hasilnya secara
umum sukses, namun situasi pun bertambah runyam di Mogadishu, Ibukota
Somalia. Situasi yang tidak kondusif tersebut mendorong
dilancarkannya Operasi Restore Hope, yakni respon berupa operasi
militer terbatas untuk membawa perdamaian ke jalan-jalan di Somalia.
Ada satu Warlord yang mengancam operasi PBB, yakni Muhammad
Farrah Aidid. Milisinya dipersenjatai dengan senapan serbu AK-47,
peluncur roket RPG, dan bahkan beberapa Tank. Setelah berbagai
serangan yang dilancarkan pendukung Aidid terhadap para personel PBB,
penangkapan Aidid menjadi prioritas utama dalam operasi. Pasukan
khusus US Delta Force dan US Ranger pun diterjunkan.
Pada 3 Oktober 1993, satu flight Blackhawk dari 160th SOAR yang mengantarkan 140 personel elite Delta Force dan Army Ranger ke Mogadishu, Somalia. Misi mereka yakni menangkap para pendukung seorang Warlord terkemuka, dan mulai berjalan tidak sesuai harapan. Dua heli ditembak jatuh, dan 19 orang prajurit AS gugur dan sekitar 100 prajurit lainnya terluka. Ini adalah salah satu masa terburuk dalam sejarah militer dan perang AS, dan juga merupakan ajang pembuktian tindakan nekat yang sangat heroik dan berani.
Amerika Serikat hadir di
Somalia sebagai bagian dari operasi penjaga perdamaian PBB. Di
hadapkan pada sebuah agresi yang meningkat terhadap pasukan perdamaian PBB, satu
rencana pun disusun untuk merespon atas serangan yang dilakukan salah
satu Warlord, Farah Aidid dan para pendukungnya. Data intelijen dari
agen di darat menyatakan bahwa dua tangan kanan utama Aidid akan
bertemu di pusat kota Mogadishu, ibukota Somalia. Akhirnya diputuskan
bahwa mereka akan ditangkap dalam operasi “Snatch” (penangkapan
cepat).
Misi itu dinamakan Nperasi Task Force Ranger (TFR), diluncurkan tengah hari. MH-60 Black Hawk dari 160th SOAR menerbangkan para personel pasukan elite ke dalam area operasional dan juga menyediakan dukungan udara. Saat heli mendekat, mereka tidak ditembaki dari darat. Delta Force dan Army Ranger turun dari heli menggunakan tali. Ranger menyerbu rumah-rumah target dan pasukan Delta menyerbu gedung. Mulai saat itu, semuanya mulai berjalan tidak sesuai rencana. Tembakan senjata ringan dari para pendukung Aidid semakin gencar dan membabi-buta. Kendaraan konvoi AS yang dikirim untuk menjemput para milisi lokal yang tertangkap juga ikut terkena tembakan mortir. Sebuah proyektil RPG berhasil menjatuhkan satu heli MH-60.
Kebrutalan para milisi Somalia- terlihat dalam gambar
Pasukan AS ditelanjangi dan diseret ke jalan-jalan
di kota Mogadishu untuk melampiaskan kemarahan mereka
Heli AS lain terbang ke
lokasi jatuhnya MH-60 untuk menyelamatkan kru yang terluka. Tim
pasukan khusus turun dengan tali ke tempat kejadian dari MH-60 yang
melayang statis, namun 3 dari heli ini juga ikut tertembak. Satu heli
jatuh ke tanah setelah dihantam peluncur roket RPG dibagian
baling-baling ekornya.
Sepanjang malam pasukan
AS yang tertinggal di darat menahan serangan ratusan milisi
bersenjata Somalia dalam aksi baku tembak yang intens. Mereka
berjuang sekuat tenaga menahan serangan dan jumlah mereka pun tak
sebanding dengan para milisi. Tim penyelamat baru tiba pada subuh
dini hari, dengan kedatangan Quick Reaction Force yang dikumpulkan
dengan terburu-buru. Mereka terdiri dari pasukan PBB yang bermarkas
di daerah yang tidak jauh dari tempat kejadian.
Situasi yang kacau dan tidak terkendali di jalan-jalan Mogadishu-
para anak-anak dipersenjatai dan mereka sering terlibat dalam
perang saudara/sipil antara warlord-warlord yang berkuasa
Prajurit dan pilot-pilot AS menunjukkan keberanian yang luar biasa dalam menghadapi peluang yang kecil. Dalam istilah militer yang tegas, operasi tersebut sukses karena 24 tahanan berhasil ditangkap. Namun korban jiwa pun sangat tinggi, 19 Prajurit AS tewas, sekitar 100 prajurit lainnya terluka, dan 500 warga Somalia terbunuh. Pengalaman pahit dalam operasi di Somalia ini membuat banyak orang, termasuk publik AS sendiri, bertanya-tanya tentang kredibilitas dan profesionalisme Pasukan Khusus AS.
PROFIL
Muhammad Farrah Aidid,
yang mengangkat dirinya sebagai Jenderal klan Hawiye yang besar,
adalah tokoh utama dibalik penggulingan Presiden Somalia Siad Barre
(1919-1995), setelah bekerja untuknya bertahun-tahun. Aidid sangat
berperan dalam perang-perang saudara sesudahnya. Para milisinya pun
dipersenjatai dengan baik, berkelakuan kejam dan brutal, serta
menjadi duri bagi pasukan PBB. Untuk menghindari penangkapan PBB
terhadap dirinya, ia pun mengumumkan dirinya sebagai Presiden
Somalia, setelah memaksa mundur pasukan PBB untuk meninggalkan negeri
itu pada 1995. Akan tetapi, dominasinya berumur pendek, ia ditembak
mati dalam pertempuran antar faksi yang berlangsung di tahun 1996.
Amerika kesulitan di Somalia
ReplyDelete