Skenario dibalik
Penembakan Abe Agung
Malam itu, 14 April
1865, Abraham Lincoln tampak bersiap-siap menuju Ford Theater,
Washington DC, untuk berangkat menuju pertunjukan teater. Sebelum
berangkat, beliau terlebih dulu bercanda gurau bersama ajudannya,
Alfred, sambil menunggu istrinya, Marry Tod, yang sedang
bersiap-siap.
Tak ada raut wajah cemas
membayangi mereka. Bahkan, mereka tampak bersemangat menyaksikan
teater yang berjudul Our American Cousin. Abraham tidak menyangka
bahwa malam itu adalah malam terakhirnya.
Penjagaan pada malam itu
tampak berbeda dari sebelumnya, cukup lengang. Presiden AS ke-16 ini
hanya dikawal oleh satu orang ajudan penjaganya saja, yaitu Alfred.
Ajudan yang lain, Ward H. Lamon tidak dapat mengawal Abraham karena
ia sedang ditugaskan ke Virginia.
Hal ini tentu
mengkhawatirkan Alfred, ajudan sang Presiden. Ketika pertunjukan
teater berlangsung, Alfred sempat berbisik kepada Abraham Lincoln,
“Bos, apa ini tidak apa-apa kalau yang menjaga hanya satu orang?”
ujar Alfred dengan penuh kecemasan.
Abraham pun
menenangkannya, “Kau harus tenang Alfred, Aku yakin semuanya akan
baik-baik saja,” ujar sang Presiden.
Pertunjukan teater pun
berlangsung, para penonton tampak antusias menyaksikan pertunjukan
tersebut. Abraham pun menyaksikannya dari atas balkon tanpa ada
kecemasan di raut wajahnya. Ia dengan sangat santai menikmati
pertunjukan tersebut.
“You sock-dologizing
old man trap!” suara seseorang menggema di dalam ruangan saat
pertunjukan teater berlangsung. Ruangan tersebut pun dipenuhi oleh
gelak tawa penonton yang tampak antusias. Namun, ketika tawa itu
sedang bergemuruh memenuhi tempat pertunjukan, tiba-tiba mereka
dikejutkan oleh bunyi yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
“Dooor!!”
Bunyi tembakan pun tiba-tiba terdengar. Dan tembakan tersebut ternyata ditujukan ke arah sang
Presiden, tepat berasal dari arah belakang kepala Abraham. Ajudannya
segera melihat pembunuh tersebut, dia mengenali orang tersebut yang
ternyata seorang aktor.
Mayor Henry R. Rathbone, yang ketika itu juga duduk bersama Abraham Lincoln, langsung menyerang sang penembak. Namun, sang penembak membawa pisau dan dengan sigap membela diri dengan menancapkan pisau ke tangan Rathbone, yang segera melepaskan tangannya dari si penembak. Penembak pun dengan segera melompat dari atas balkon menuju panggung teater.
“Sic semper
thyrannis!” (Thus always to tyrant!). “Aku sudah melakukannya,
Selatan sudah membalasnya!” teriak si penembak sambil melarikan
diri. Rathbone pun menyuruh petugas untuk segera menangkap sang
penembak.
Suasana di gedung
pertunjukan teater tiba-tiba berubah mencekam. Alfred, sang ajudan
segera membawa bosnya untuk mencari pertolongan medis. Alfred lalu
membawa sang Presiden ke Peterson House yang berada di depan gedung
teater.
Abraham Lincoln dengan
segera ditangani oleh dokter Charles Leale. Peluru tembakan tersebut
ternyata menembus hingga ke otak. Kecil kemungkinan sang Presiden
untuk dapat bertahan hidup. Hampir sembilan jam orang-orang terdekat
Abraham menunggu dan berharap cemas akan penantian terhadap nasib
Presiden. Namun sayang, Abraham pun tak dapat tertolong lagi, beliau
menghembuskan nafas terakhirnya pada hari itu, 15 April 1865 dalam
usia 65 tahun. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Springfield,
Illinois.
Jenazah Abraham Lincoln setelah kematiannya
Abraham Lincoln memang
Presiden yang dianggap sukses memimpin Amerika Serikat. Bahkan, 65
pakar sejarah mengakui bahwa Abraham Lincoln merupakan sosok presiden
terbaik yang pernah dimiliki Amerika. Jasa-jasa beliau dan hal-hal
yang pernah beliau lakukan terhadap Amerika dan masyarakatnya begitu
banyak. Termasuk ketika beliau dianggap berhasil menyelamatkan negara
dari ancaman perang saudara. Beliau juga berhasil menerbitkan
emancipation proclamation pada 22 September 1862 yang merupakan tanda
bagi berakhirnya perbudakan di Amerika Serikat. Proklamasi tersebut
menyatakan bahwa semua budak belia di negara-negara bagian ataupun di
daerah-daerah negara bagian yang melawan Amerika Serikat, akan mulai
dibebaskan pada 1 Januari 1863. Jasa-jasa beliau luar biasa.
Sayangnya, hidupnya harus berakhir di tangan sang pembunuh dengan
pembunuhan yang begitu tragis.
Sumber: Buku berjudul Assassinations - Pembunuhan Para Penguasa yang paling Mengguncang Dunia. Agung Budiono & Saktiana Dwi Hastuti. visimedia. cetakan pertama, Juli 2012.
Sumber: Buku berjudul Assassinations - Pembunuhan Para Penguasa yang paling Mengguncang Dunia. Agung Budiono & Saktiana Dwi Hastuti. visimedia. cetakan pertama, Juli 2012.
No comments:
Post a Comment