Gabriel Garcia Moreno - Presiden Ekuador
(1821 – 1875)
Hari itu, 6 Agustus
1875, pemilik nama lengkap Gabriel Garcia Moreno ini tidak menyangka
hal buruk akan menimpanya, bahkan lebih buruk lagi, yakni pembunuhan
sadis. Hari itu, sang Presiden Ekuador menjalani rutinitas seperti
hari-hari biasanya. Namun, ada yang berbeda. Dia telat untuk datang
ke istana karena sedang mengerjakan sesuatu terlebih dahulu di
rumahnya. Ketika waktu beranjak siang, beliau pun berhasil
menyelesaikan pekerjaannya dan pada jam 1 siang beliau bergegas
berangkat menuju istana.
Dalam perjalanan menuju
istana di Quito, beliau sempat singgah sejenak untuk bertemu kangen
bersama mertuanya, keluarga Alcazar di Sucre Street. Mereka kemudian
berbincang sebentar. Tak lama kemudian, Moreno pun melanjutkan
perjalanannya.
Setelah sampai di depan
gereja, tak disangka, di tangga kepresidenan, beliau sudah ditunggu
oleh sekelompok orang bersenjata. Mereka membawa pedang, kapak, dan
pistol revolver. Tanpa mengetahui apa-apa, Gabriel langsung diserang
dengan menggunakan kapak. Dengan cepat dan dengan penuh emosi, mereka
mengarahkan kapak dan mengenai tangan moreno yang berusaha
menangkisnya. Tangan kanannya pun putus terkena sabetan kapak.
Tak hanya di eksekusi
dengan menggunakan kapak, beliau juga dilumpuhkan dengan pistol dan
senjata tajam lainnya. Ketika mengeksekusi Moreno, salah satu dari
kelompok tersebut meneriakkan, “Matilah engkau, Tiran!”
Meskipun dihujani
luka-luka pukulan dan sabetan serta tembakan, Moreno masih sempat
bertahan hidup. Beliau masih sempat membalas perkataan kelompok
tersebut. Ia mengungkapkan, “Tuhan tidak mati! Aku hanya seorang
pria yang dapat dibunuh dan diganti. Tapi, Tuhan tidak mati!”
Gabriel Gracia Moreno
berusaha sekuat tenaga untuk membela diri. Beliau mencoba membuka
kancing jaketnya untuk mengambil pistol yang ada di sakunya. Namun,
belum sempat mengambil pistol, penyerang tersebut kembali menghantam
tangan kiri Moreno dengan kapak yang nyaris memutuskan tangan kiri
sang Presiden. Tembakkan pun diluncurkan oleh kelompok penyerang
sambil meneriakkan, “Mati kau pecinta Yesus!”
Moreno pun tak berdaya
bersimbah darah setelah dihujani begitu banyak pukulan, sabetan dan
tembakan. Beliau pun tersungkur ke tanah.
Suara tembakan tersebut
tampaknya menarik perhatian orang-orang yang berada di alun-alun dan
kantor kemiliteran. Mendengar tembakan tersebut, wanita yang sedang
berjaga di toko-toko segera bergegas menuju ke asal suara tembakan
dan mengerumuni Presiden.
Jenderal Salazar, yang
pada hari itu bekerja di kantor kemiliteran terdekat, lalu dengan
segera memerintahkan untuk mengerahkan pasukannya ke luar menuju
tempat terjadinya insiden tersebut.
Seorang Sersan, Rayo,
akhirnya berhasil menembak sang penyerang utama. Rayo tertembak dan
mati di tengah alun-alun. Orang-orang yang berada di sekitar tempat
kejadian pun menyeret mayatnya di tengah jalan.
Jenazah Gracia Moreno setelah kematiannya
Jenderal Salazar
memerintahkan petugasnya untuk membawa Gracia Moreno ke gereja
Katedral. Sebelum dimakamkan, jenazah Presiden Ekuador tersebut
diletakkan pada kursi di sudut lantai katedral. Lima penjaga
kehormatannya berdiri di belakangnya. Hal tersebut dilakukan sebagai
sebuah penghormatan atas jasa-jasa beliau. Akhirnya, Moreno
dimakamkan di Katedral.
Sumber: Buku berjudul Assassinations - Pembunuhan Para Penguasa yang paling Mengguncang Dunia. Agung Budiono & Saktiana Dwi Hastuti. visimedia. cetakan pertama, Juli 2012.
No comments:
Post a Comment