.do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none; }

Monday 11 February 2013

Tragedi Amerika – Saat PMC Terbantai (Blackwater Bridge)




MARET 2004,


 seperti inilah tampilan PMC pada umumnya- biasanya hanya mengenakan pakaian sipil
dan membawa senapan standar seperti senapan serbu M4 dan pistol Glock



Dengan bayaran yang tinggi yang diterima setiap harinya, personel PMC (Private Military Contractor), atau biasa disebut Tentara Bayaran, rela bekerja di medan-medan sulit yang penuh dengan resiko, demi uang. Mereka bekerja dengan cara mereka sendiri. Setiap personel PMC yang dikirim ke medan tempur memiliki resiko kehilangan nyawa yang besar. Apalagi dalam setiap misi mereka, tugas pengawalan, personel PMC tidak mendapatkan perlindungan dari pasukan militer reguler AS atau Pasukan Irak (Tentara/Polisi lokal). Semua kebutuhan di lapangan dipenuhi oleh institusi dan mereka tinggal menjalankan tugas mereka saat perintah tiba. Namun jika tugas beresiko tinggi yang diterima mereka tidak beres, jelas, nyawa lah yang menjadi taruhannya. Insiden yang berakibat fatal itu dialami oleh empat personel PMC Blackwater saat mereka bertugas di Fallujah, Irak, 2004.








Bulan November 2004, personel Blackwater yang bertugas di Irak dan dikendalikan dari markas Blackwater di Regency Hotel and Hospitality Company, Kuwait, mendapat tugas mengirimkan logistik bagi kepentingan militer AS yang bertugas di seluruh Irak, Logistics Civil Augmentation Program (LOGCAP). Untuk kepentingan logistik militer AS di Irak, semua perbekalan dikirim melalui perusahaan bernama ESS (Eurest Support Services). Meskipun tugas yang akan dilaksanakan Blackwater terbilang mudah, namun pasukan reguler AS yang berada di Irak sama sekali tidak memberikan pengawalan selama aktivitas tersebut berlangsung, selama tugas tersebut diemban oleh pihak swasta atau orang sipil (orang non-militer).

 

Ada empat orang yang akan ditugaskan untuk misi pengantaran logistik tersebut. Mereka diantaranya adalah;

         Wesley JK Batalona, dia adalah mantan anggota US Ranger dan ketika pensiun, pangkat terakhirnya adalah sersan. Ketika perang Irak meletus, Weskey kesulitan keuangan dan harus menanggung sendiri biaya ayahnya yang sakit-sakitan hingga kemudian ia memutuskan untuk bergabung dengan PMC. Namun faktor utama Wesley bergabung dengan PMC ialah ia sudah lama merindukan dunia petualangan dan pertempuran seperti saat dirinya masih aktif berdinas di Ranger.

         Personel PMC kedua adalah seorang pemuda 32 tahun berdarah Kroasia, Jerry Zovko, dan merupakan teman akrab Wesley. Zovko dulunya pernah bergabung dengan US Army (Angkatan Darat AS), dan kemudian bertugas sebagai Polisi Militer di Fort Bragg. Ia pernah ditugaskan ke Kroasia namun naluri militernya lebih mengarahkan dirinya sebagai sherif atau bodyguard. Sebelum bergabung dengan Blackwater, Zovko bekerja pada DynCorp. Tahun 1997 ia pernah ditugaskan ke Qatar dan sempat juga mempelajari bahasa Arab.

        Personel PMC yang ketiga adalah Michael Teague. Setelah bertugas di Ranger, ia kemudian bergabung dengan satuan Pasukan Elite SOAR (Special Operations Aviation Regiment) sebagai door gunner. Selama 12 tahun berdinas di militer, Michael pernah bertempur di Grenada, Panama, dan Afghanistan. Karena kesulitan finansial pula lah, akhirnya Michael pun memutuskan pensiun dari militer dan memilih bergabung dengan Blackwater.

        Anggota PMC yang keempat yang tergabung dalam Blackwater adalah Scott Helvenston, dia adalah satu-satunya orang dari keempat orang Blackwater yang bukan jebolan Ranger, tapi SEAL. Bagi mantan Anggota Pasukan Khusus US Navy SEAL, yang biasa beroperasi di laut, bertugas di daratan Irak memang merupakan hal baru apalagi Scott yang juga dikenal sebagai aktor itu belum memiliki pengalaman perang. Pada 2001, bisnis di industri perfilman mulai surut dan Scott pun mengalami kebangkrutan yang memaksanya terjun ke Blackwater sebagai Tentara Bayaran. Ia juga harus menghidupi istri dan kedua anaknya, itulah alasan Scott bergabung dengan Blackwater, Jasa Perusahaan Tentara Swasta. 

         Perlu diketahui, Blackwater sebenarnya lebih suka menerima tenaga profesional yang memiliki pengalaman tempur di darat dan bukan kemampuan spesialisasi beroperasi di laut seperti yang biasa dilakukan Pasukan Khusus SEAL. Bagi Blackwater, motivasi Pasukan Khusus SEAL, saat menjalankan misi mereka, juga berbeda dengan Pasukan Elite AS lainnya, itu karena dalam menjalankan setiap tugas mereka, US Navy SEAL harus selalu melakukannya secara rahasia demi membela negara dan bukan karena faktor uang dan ingin mencari kepopuleran. Sedangkan pasukan yang biasa bertugas di darat menurut pemahaman Blackwater, telah terbiasa melaksanakan sejumlah operasi tempur darat (Perang terbuka), mereka juga tak tabu untuk membicarakan soal gaji.

 

Sebagai anggota tim November One, posisi Scott sebenarnya telah diisi oleh T-Boy, mantan anggota USMC (Marinir AS). Namun pada waktu yang ditentukan, pesawat komersial yang ditumpangi T-Boy mengalami kendala sehingga T-Boy terlambat tiba di Kuwait. Saat tim November One diberangkatkan dari Kuwait menuju Irak, rupanya T-Boy yang ditunggu-tunggu belum juga muncul sehingga Scott dan ketiga rekannya segera diberangkatkan.

Keempat orang itulah yang nantinya menjadi bagian dari Tim November One, dalam misi mengantar logistik bagi kepentingan militer AS di Irak.

 





Gambaran para personel PMC yang biasa bertugas di Irak dan Afghanistan.
Bekerja demi uang, nyawa taruhan mereka.







TEWASNYA PERSONEL PMC

        Tanggal 29 Maret, Tim November One yang telah tiba di Baghdad, Irak, mulai berkemas-kemas di sebuah hotel yang juga merupakan Markas Besar Blackwater. Tim November One tampak sedang serius mempelajari proses pengiriman logistik menuju Taji yang akan dilaksanakan keesokan harinya.

        Bagi Batalona dan Zovko yang pernah bertugas di kawasan yang harus dilewati tiga truk ESS itu terasa ringan karena bukan merupakan pengawalan barang hidup seperti bus penumpang. Demikian juga bagi Helvenston dan Teague, terasa tak ada kendala. Hanya saja mereka belum pernah memasuki kawasan yang akan dilintasi sehingga jika mendapat serangan keduanya bisa kehilangan orientasi dan berakibat fatal.

        Esok harinya, 31 Maret, setelah beristirahat sehari, tim berangkat menuju Taji. Untuk memperjelas identitas, Batalona dan Zovko mengendarai Mitsubishi Pajero warna merah. Perjalanan menuju kota Taji untuk menjemput tiga truk ESS berjalan lancar. Konvoi kemudian melanjutkan perjalanan menuju Camp Ridgeway. Formasi konvoi kendaraan itu terdiri dari 3 truk Mercedez Benz, 2 Pajero Blackwater, dan 2 truk milik Pasukan Pertahanan Sipil Irak. Selama perjalanan posisi Pajero yang dikendarai Batalona dan Zovko diikuti 3 truk milik ESS. Paling belakang adalah Pajero yang dikendarai Helvenston dan Teague.

        Ketika perjalanan konvoi memasuki kota Fallujah, semua kendaraan melaju di jalan raya Highway 10 dan terus menuju pusat kota yang kiri-kanan jalannya dipenuhi bangunan-bangunan industri. Perjalanan melintasi setengah kota itu berjalan cukup lancar meskipun jalanan cukup padat, hingga tiba-tiba, situasi berubah drastis. Ketika tiba di perempatan jalan yang sibuk, truk milik Pertahanan Sipil yang berada di posisi paling depan berhenti mendadak. Otomatis semua kendaraan dibelakangnya berhenti dan mereka bertanya-tanya dalam hati apa yang kemudian akan terjadi. Semua personel Blacwater masih berada di tempat mereka di dalam mobil Pajero mereka dan mengira bahwa penghentian mendadak tersebut dikarenakan kepadatan lalu lintas. Mereka bahkan tidak menaruh curiga dan mengganggap kemacetan itu merupakan hal biasa.

     Tanpa diduga, ketika semua mobil berhenti dan semua dalam keheningan di tengah kepadatan kota Fallujah, sekelompok pemuda Fallujah yang dari tadi bersembuyi di belakang sebuah toko tiba-tiba muncul dengan menembakkan senjata AK-47. Rentetan dan berondongan peluru 7.62mm itu ternyata ditujukan kepada mobil Pajero yang berada di posisi paling belakang. Rentetan deras peluru AK-47 dari arah belakang mobil dengan mudah menembus kaca belakang Pajero dan bodi mobil. Akibatnya Helvenston dan Teague keburu tewas sebelum mereka sempat meraih senjata dan mengadakan perlawanan.

     2 orang pengemudi truk ESS pun ketakutan setengah mati begitu mendengar suara tembakan membabi-buta, mereka pun langsung kabur dari formasi konvoi dan segera meninggalkan tempat tersebut dengan truk mereka. Zovko dan Batalona tak bereaksi terhadap 2 truk ESS yang kabur. Mereka langsung memutar balik menuju Pajer yang ditumpangi Helvenston dan Teague yang saat itu sudah menjadi mayat. Tapi manuver Pajero Zovko hanya berlangsung sementara dan akibat berondongan peluru yang datang dari segala arah dan dari jarak yang dekat, membuat mobil Pajero tersebut oleng hingga menabrak sebuah mobil Toyota berwarna putih. Zovko dan Batalona pun tewas seketika dengan luka tembak di sekujur tubuh, juga tanpa sempat memberikan perlawanan.

         Melihat para korbannya yang sudah menjadi mayat. Sekelompok resistan Fallujah pun ramai-ramai turun ke jalan dan bersorak-sorai penuh kemenangan di dekat dua mobil Pajero yang didalamnya terdapat empat mayat tak berdaya. Orang-orang Fallujah pun menjadi beringas. Beberapa orang bahkan sempat merekam mayat 4 personel Blackwater yang bersimbah darah, beberapa orang lainnya melepaskan tembakan ke udara sebagai tanda kemenangan, dan hampir semua orang berteriak-teriak dan berdansa untuk merayakan “kemenangan” mereka terhadap Amerika. Seketika itu juga bensin mulai disiramkan ke dua mobil Pajero dan api pun segera menyalak menghanguskan seluruh mobil dan juga membakar 4 personel PMC Blackwater yang terdapat di dalam mobil. Suasana horor pun muncul di kota Fallujah, dan semakin mencekam. 

 



 Horor terus berlanjut, semua jasad personel Blackwater yang telah menjadi arang kemudian diikatkan tali dan jasad-jasad tersebut kemudian diseret bemper mobil dan diarak sepanjang jalan-jalan utama kota Fallujah. Di sepanjang jalan tersebut, penduduk Fallujah meneriakkan kemenangannya terhadap penjajah AS dan Israel. Polisi Irak yang menyaksikan peristiwa itu pun tak dapat berbuat banyak dan hanya menonton saja, mereka tak berani berbuat apa-apa lantaran massa yang semakin beringas, dan mengganggap insiden tersebut merupakan urusan AS. Jasad keempat mayat tadi lalu digantung di sebuah Jembatan sungai Euphrat, digantung di besi-besi jembatan sambil terus diiringi teriakan-teriakan kemenangan penduduk Fallujah. Tulisan dan coretan yang mencerminkan rasa puas serta ancaman di sepanjang jembatan tersebut, bahwa Fallujah, “Akan menjadi kuburan terakhir bagi Tentara AS”. 

 


 Rekaman yang dibuat para resisten terhadap aksi pembantaian keempat personel Blackwater di Fallujah, segera tersebar luas melalui internet. Marinir AS yang bermarkas di Camp Fallujah pun telah mendengar peristiwa brutal tersebut tapi untuk sekian jam mereka masih belum melakukan sesuatu. Marinir AS lalu meminta Polisi Irak agar segera menurunkan jasad-jasad yang digantung di Jembatan tersebut, namun untuk bergerak sendiri mereka tidak punya nyali. Akhirnya Polisi Irak dan Marinir AS sama-sama menuju Jembatan untuk menurunkan semua jenazah dan lalu membawanya ke Pangkalan Air Force Base guna otopsi lebih lanjut.





terlihat Para Personel Blackwater sedang berjaga-jaga dan berpatroli 
pasca pembantaian rekan mereka di Fallujah







BALAS DENDAM AMERIKA

Reaksi di Amerika atas tewasnya empat personel Blacwater mendapat perhatian besar termasuk dari bakal calon Presiden Barack Obama. Yang jelas sehari setelah insiden pembantaian tersebut, yang mirip dengan pembantaian Tentara AS di Somalia, Deputi Operasional Pasukan Koalisi yang bertugas di Irak, Brigadir Jenderal Mark Kimmit juga langsung memberikan respon terhadap peristiwa pembantaian Fallujah. Kimmit menekankan pasukan koalisi akan segera bertindak untuk menangkap para pelaku pembantaian, kalau perlu, membunuh mereka semua, dan sekaligus juga membumi-hanguskan kota Fallujah. Brigjen Kimmit juga menekankan meskipun yang tewas merupakan Tentara Swasta atau Tentara Bayaran, api aksi biadab warga Fallujah terhadap keempat personel PMC tersebut tidak dapat ditoleransi lagi.

 





 Tulisan untuk mengenang tragedi pembantaian biadab
yang menewaskan empat personel PMC.





Pasukan Koalisi di Irak pun mulai dipersiapkan untuk menggempur Fallujah. Untuk menguasai Fallujah Marinis AS sampai-sampai melancarkan serangan besar-besaran sampai dua kali, yakni pada Operation Vigilant Resolve dan Operation Phantom Fury. Operasi tempur yang mengerahkan semua persenjataan itu memang berhasil menghancurkan Fallujah. Tapi perlawanan yang diberikan kepada sekelompok resisten Fallujah itu justru menyalakkan semangat perlawanan bagi pejuang di seantero Irak.

Tanggal 31 Maret 2006, setahun setelah insiden pembantaian tersebut. Direktur Blackwater, Mike Rush, menyempatkan diri berkunjung ke markas Marinir AS yang berada di sebelah timur Fallujah, Campa Bahariah. Pada kesempatan itu juga Rush dikawal sejumlah personel Blackwater mengunjungi jembatan Euphrat dan mengheningkan cipta sejenak. Rush lalu berpidato singkat dan menyatakan terima kasihnya kepada Marinir AS yang telah banyak membantu. Untuk mengenang jasa para rekannya, Rush pun “mengubah” nama jembatan Euphrat Rives dengan nama “Blacwater Bridge”.

 






  Pembukaan kembali Jembatan "Blackwater Bridge" pasca insiden pembantaian,
dan setelah penggempuran terhadap kota Fallujah









Disadur dari Majalah Angkasa Edisi Koleksi. Private Military Companies. Edisi no.66/ 2010

1 comment:

  1. Ratusan senapan lawan 4 orang yang belum siap....LUAR BIASA KEBANGGAAN warga iraq yang akkhirnya dibalas dengan kematian ribuan ayah, ibu, suami, istri dan anak-anak yang menyerbu tersebut....he....he.....enak juga yel-yel habis ngeroyok 4 orang yah...di Indonesia mah anak smp juga bisa gitu...xixixi

    ReplyDelete