Friday, 22 January 2016

Pesawat Tempur (Introduction to 4.5/5th Generation)



Sejak penerbangan perdana The Flyer karya Wilbur Wright dan Orville Wright, pesawat terbang dalam waktu singkat telah menjelma menjadi wahana udara dengan fungsi beragam (meski belum seberagam sekarang), termasuk kegunaan yang dimanfaatkan untuk kepentingan militer. Sementara istilah pesawat tempur (fighter aircraft/fighter jet) baru dikenal usai ajang konflik Perang Dunia Pertama di abad ke-20.

Dalam PD-I, Royal Flying Corps Inggris menyebut pesawat militer yang dilibatkan dalam perang tersebut sebagai scouts lantaran perannya yang didominasi untuk misi pengintaian di garis depan untuk kepentingan pasukan darat. AD AS (US Army) selangkah lebih maju dengan menyebutnya pursuit aircraft atau pursuit saja. Lantaran pursuit aircraft digunakan terutama untuk mengejar (pursuit) atau menyergap pesawat lawan.

Sebutan yang diperkenalkan sekitar pertengahan dekade 1910-an ini bertahan hingga lebih dari 20 tahun, yaitu hingga menjelang akhir dekade 1940-an. Sebagai penyegar ingatan, kala itu US Air Force (AU AS) belum terbentuk. Yang ada adalah komando penerbangan dibawah naungan US Army dengan nama USAAF (US Army Air Force).

Secara umum terminology fighter aircraft (pesawat tempur) diartikan sebagai pesawat militer yang didesain dan digunakan terutama untuk pertempuran udara melawan pesawat musuh. Meskipun kemudian (apalagi di era modern saat ini) pesawat tempur sudah lazim pula dipakai untuk menyerang target di darat, namun fungsi utamanya tetaplah untuk bertempur di udara (melawan pesawat musuh). Jadi hal itu jelas berbeda dengan jenis pesawat pembom yang sejak awal memang sudah didesain untuk menyerang sasaran darat (terutama dengan menjatuhkan bom).

Di era modern saat ini, istilah fighter masih ada saja yang terkaburkan untuk beberapa kasus. Pesawat tempur multi-peran (multirole) memang sah-sah saja jika disebut sebagai pesawat tempur. Tapi dalam beberapa kasus pesawat militer serang darat yang bukan pesawat pembom pun kerap dilabeli sebagai pesawat tempur. Sebut saja A-10 Thunderbolt II, SEPECAT Jaguar, MiG-27, Tornado GR.4 hingga pesawat serang siluman F-117A Nighthawk. Meski untuk pesawat yang disebut terakhir alasan pengelabuhan intelijen dan politislah yang lebih pegang peranan.


F117 - Sebuah pesawat tempur pembom berkonsep siluman (stealth).
Diproduksi oleh Lockheed dan diperkenalkan pada Oktober 1983.
F117 memakai teknologi berkonsep "Have Blue", eksistensi 
F117 awalnya dirahasiakan pemerintah hingga secara resmi 
diungkap ke publik pada 1988



Sebutan Nighthawk sebagai jet tempur siluman adalah kesengajaan Angkatan Udara Amerika Serikat yang memberikan kode desainasi keliru, yaitu prefiks F (fighter) yang sejatinya adalah kode bagi pesawat tempur, bukan prefiks A (attack) untuk pesawat serang. Tujuan dari kesengajaan tersebut adalah untuk mengecoh pihak luar kalau sampai ada kebocoran mengenai eksistensinya yang semula memang ditutup rapat-rapat. Meski eksistensi F-117A resmi dibuka ke publik tahun 1988, hingga pensiunnya Nighthawk pun kode desainasi nya (yakni fighter) tetap dipertahankan.
Lantas apa sebenarnya ciri sejati jet fighter? Kalau mau ditilik sampai ke akarnya, ada tiga aspek yang senantiasa ada mulai dari pesawat tempur generasi awal hingga generasi anyar saat ini. Ketiganya ialah kemampuan manuver, kecepatan tinggi, dan dimensi yang kecil.

Dua aspek yang disebut terakhir tadi bersifat relatif teradap pesawat jenis lain di era yang sama. Jadi jangan meledek penempur P-51 Mustang (era PD-II) yang kecepatan maksimumnya 700-an km/jam kala membandingkannya dengan jet tempur F16 Fighting Falcon yang mampu melesat hingga 2 kali lipat kecepatan suara alias sekitar 2.400 km/jam. Di zamannya, Mustang termasuk pesawat militer tercepat. Gampangnya, bandingkan dengan pesawat angkut C-47 Skytrain (DC-3 Dakota) yang sezamannya, yang kecepatan maksimumnya bertengger di sekitar angka 365km/jam.

Begitu pun perihal dimensi, relatif pula komparasinya. Di satu sisi F16 jelas-jelas lebih besar ketimbang P-51, namun terhadap sesama pesawat militer lain di era yang sama (terutama pesawat angkut), biarpun transport kelas medium semacam CN-295), F16 jelas berdimensi lebih kecil. Bagaimanapun perkembangan fungsi dan kecanggihannya, pesawat tempur diakui sebagai salah satu alutsista penting, kalau bukan disebut sebagai yang utama di matra udara. Pesawat tempur telah banyak berubah semenjak era baru tahun 1903 di era Kitty Hawk, kala pesawat terbang bermesin pertama di dunia diterbangkan Wright bersaudara.

Belum jauh dari seabad tonggak perjalanan tersebut, kini kian jelas bahwa era baru telah siap menanti. Pesawat terbang berkemampuan tempur tanpa awak (tanpa pilot) telah banyak dikembangkan dan bermunculan, dan bukannya tidak mungkin pesawat tempur tanpa pilot kelak akan menggantikan pesawat tempur konvensional. Pesawat tempur generasi ke 4,5 (4+) hingga generasi terbaru saat ini (generasi ke-5) kelihatannya ikut menemani kita menyongsong era baru pesawat tempur modern yang semakin mematikan.

Perbandingan pesawat tempur generasi terkini (generasi 5) dengan generasi awal sudah bagaikan langit dan bumi. Kecanggihan, letalitas, sampai harganya pun sudah sangat berbeda jauh. Faktor yang terakhir inilah yang membuat populasi pesawat tempur dunia kian menurun.Tak percaya? Simak jumlah pesawat tempur garis depan AS dari era Perang Dunia ke-2, di akhir era Perang Dingin, dan data terkini di tahun 2011 lalu. Kuantitasnya menunjukkan suatu tren yang kian menurun. Tidak bisa tidak, faktor harga memang pegang peranan yang dominan.
Seperti halnya alutsista lain, harga pesawat tempur hanya mencerminkan sebagian kecil biaya total yang harus dikeluarkan pihak operator selama usia pakai pesawat. Jika ditelaah secara menyeluruh, meliputi harga beli, biaya operasi, biaya pelatihan pilot dan kru darat, biaya pemeliharaan, dan biaya peningkatan kemampuan seiring perkembangan teknologi, Anda boleh saja geleng-geleng kepala memikirkan total biaya yang harus dikeluarkan.

Jangan lantas menuding bahwa pesawat tempur merupakan alutsista penyedot anggaran saja. Secara obyektif, besarnya total cost tersebut lebih banyak disebabkan karena sifat alutsista ini yang memang tergolong beresiko tinggi, bahkan diluar kondisi perang sekalipun.

Tanpa bermaksud merendahkan, katakanlah tank atau kapal perang, nyata sekali perbedaan resiko antara alutsista matra darat dan laut itu, jika dibandingkan dengan pesawat tempur. Dalam setiap kondisi mulai dari non-perang hingga operasi militer, resiko kehilangan pesawat tempur masih tinggi. Dalam latihan rutin (kondisi damai), sangat jarang ada berita tank yang meledak atau hancur saat latihan sehingga dinyatakan total lost (rusak parah sehingga tak dapat diperbaiki dan harus diganti baru). Begitu pula dengan kapal perang, bukan berarti tak pernah ada kecelakaan atau kerusakan saat latihan, namun kecelakaan dalam latihan yang berbuntut total lost masih tergolong kejadian langka.

Berbeda dengan pesawat tempur yang dalam latihan rutin saja bisa celaka dan jatuh. Kalau jatuh, ya otomatis sudah pasti total lost. Jangankan jatuh dalam keadaan terbang, pendaratan darurat pun, bagi pesawat tempur, bisa juga berujung pada total lost. Selain itu perkembangan spectrum kemampuan pesawat tempur lebih drastis ketimbang alutsista matra lainnya. Sekali lagi tanpa bermaksud merendahkan, ambil perbandingan dengan tank dan kapal perang lagi. Sejak PD-II, sampai saat ini, perkembangan kecanggihan tank dan kapal perang memang pesat dan mengagumkan. Tapi toh fungsi dan misi yang diemban kedua alutsista itu sejatinya tidak banyak perubahan seperti yang terjadi dalam teknologi dan cakupan misi pesawat tempur.

Berbeda dengan pesawat tempur. Perkembangan senjata (rudal dan bom berpresisi) untuk pesawat tempur membuat alutsista yang satu ini memiliki perkembangan spectrum kapabilitas yang fantastis ketimbang pendahulunya di era PD-II. Mulai dari fungsi utama sebagai penjagal pesawat musuh maupun sebagai penghancur sasaran darat hingga dalam PD II tak terbayangkan misalnya melumpuhkan situs radar lawan dari jarak jauh (misi SEAD) atau peperangan elektronik untuk mengacaukan deteksi dan komunikasi lawan.

Hebatnya, kemampuan melakoni sekian banyak misi sekaligus dalam sekali terbang sudah bukan hal aneh lagi bagi pesawat tempur generasi ke 4,5 (4+) atau generasi ke-5. Jet tempur F-15E Strike Eagle andalan AS dan Rafale kebanggaan Perancis merupakan dua dari jet tempur era terkini yang diklaim mampu menjalani berbagai misi berbeda sekaligus dalam satu sorti penerbangan.

No comments:

Post a Comment