Setiap kali muncul krisis geopolitik baru yang mengancam stabilitas kawasan, kita terbiasa mendengar berita bahwa Amerika Serikat menggelar gugus tempur Kapal Induk mereka. Namun ada satu lagi kekuatan besar AS yang kerap diabaikan. Kekuatan itu justru inti dari gugus tempur AS yang dikirim ke wilayah konflik yang memanas.
Terminologi Amphibious Ready Group (ARG) memang tak setenar CSG (Carrier Strike Group). Sejatinya, ARG inilah kekuatan utama yang dinantikan panglima mandala jika situasi memanas dan kemudian meletus menjadi konflik kawasan. Pasalnya, Amphibious Ready Group ini merupakan kekuatan pemukul garis depan maritim yang mampu melaksanakan misi intervensi langsung di titik-titik konflik.
Secara politis, pengiriman atau penggelaran gugus tugas tempur kapal induk memang membawa efek penggentar (detterent) yang ampuh. Kapal induk AS mampu mendominasi ruang udara dan melaksanakan misi penyerangan presisi ke arah lawan. Kapabilitas ofensif tersebut masih lagi diperkuat dengan eksistensi rudal penjelajah di kapal penjelajah dan kapal perusak (destroyer), serta tambahan kapal selam penyerang AL AS yang ikut menyertai kapal induk. Gabungan kekuatan tersebut dipandang mumpuni dalam melaksanakan penyekatan maritim dan untuk menghadapi kekuatan tempur lawan melalui maritim.
Namun secara strategi kemiliteran, kekuatan inti yang paling wajib diwaspadai adalah gugus siaga amfibi alias ARG. Jangan ragukan kapabilitasnya, singkatnya, jika Amerika mengirim kapal induk, negeri adidaya itu mengirim pesan begini, “jangan main-main dengan kami, inilah kekuatan digdaya yang kami miliki”. Tapi jika yang dikirim adalah ARG plus CSG nya, pesannya singkat dan jelas, yakni; “Kami sudah siap Perang!!”
Di sisi lain, inilah peran yang dibawakan secara total oleh ARG. Karena ARG pada dasarnya merupakan kekuatan tempur yang mampu melakukan misi serbuan amfibi secara lengkap dan terpadu. Kekuatan ARG sejatinya sudah cukup memadai. Bukan berarti juga saking PeDe nya lantaran ARG juga membawa aset-aset tempur udara mereka, walaupun jumlahnya terbatas.
Seperti diketahui, Amphibious Ready Group saat ini senantiasa memboyong armada jet tempur AV-8B Harrier II, baik varian khusus serangan darat (AV-8B Harrier “Night Attack”) maupun varian yang dilengkapi radar multimoda (AV-8B Harrier II Plus), layaknya AL AS. Kedigdayaan jet-jet tersebut memang masih dibawah armada fighters Angkatan Laut, namun jika ARG dikirim menghadapi kekuatan musuh, misalnya saja yang setara dengan Myanmar saja, armada jet tempur AU negeri itu belum tentu bisa berkutik.
Penting dicatat bahwa ARG sama sekali bukanlah pembesaran dari CSG dan tidak bisa menggantikan peran CSG. ARG merupakan komponen pelengkap CSG dan keduanya tidak dapat saling menggantikan melainkan saling mengisi. Sebut saja aspek dominasi udara tadi. Meski cukup kapabel, armada Harrier II milik Korps Marinir AS (USMC) memiliki keterbatasan dalam melaksanakan misi air dominance lantaran ARG tidak dibekali dengan aset kendali dan peringatan dini atau AWACS (Airbone Warning And Control System). Beda dengan kapal induk AS yang memang membawa sejumlah jet tempur AWACS E-2C/D Hawkeye.
Dengan peran utamanya sebagai kelompok proyeksi kekuatan tempur dari laut, ARG dituntut untuk mampu menjalankan perannya secara maksimal dengan bertransformasi menyesuaikan alutsista serta sumber daya personel militernya dengan tuntutan zaman yang ada.
Dengan banyak kepentingan yang tersebar di seluruh pelosok dunia, wajar jika AS menyebar sejumlah aset perang mereka. Penggelaran gugus siaga amfibi merupakan penerapan doktrin forward presence yang memang sudah lama dianut Angkatan Laut AS, dan merupakan salah satu doktrin kunci AS.
Walaupun tidak banyak terdapat konflik global, AS pun senantiasa menyiapkan sedikitnya 3 ARG yang selalu siaga di garis perairan terdepan, yakni di wilayah perairan Laut Tengah (Mediterania), sekitar Samudera Hindia, dan wilayah perairan Pasifik Barat. Khusus Pasifik yang menjadi tanggung jawab ARG adalah wilayah Pantai Barat, kekuatannya pun sewaktu-waktu bisa ditambah oleh satu ARG yang memang telah siaga di pangkalan aju di Jepang. ARG di Jepang selalu sigap dan siap untuk diterjunkan, itu tak lain untuk mengantisipasi ancaman di wilayah tersebut yang berpotensi melahirkan konflik maritim, dan sewaktu-waktu bisa meletus menjadi perang terbuka. Sebut saja krisis politik China-Taiwan dan Semenanjung Korea.
Gabungan unsur-unsur ARG didesain sedemikian rupa sehingga bersifat modular, dan membuatnya mampu meningkatkan kekuatan tempur dari elemen-elemen yang berbeda. Peningkatan tersebut dapat dilakukan berjenjang mulai dari yang terkecil yaitu ARG yang berisi MEU (SOC), ke level Marine Expeditionary Brigade (MEB), hingga Marine Expeditionary Force (MEF). Nah, yang terakhir itulah (MEF) yang dipersiapkan untuk menghadapi Perang Skala Besar (Major Theater War).
ARG didapuk mampu melakoni misi dalam rentang varian yang cukup lebar. Mulai dari misi tempur dengan kekuatan penuh, serangan terbatas, penanggulangan bencana hingga misi bantuan kemanusiaan. Sifat modularnya bukan hanya memungkinkan ARG ditingkatkan level dan ukuran kekuatannya, melainkan sebaliknya bisa juga dilepas untuk elemen-elemen yang memang tidak terlalu dibutuhkan. Penggelaran Amphibious Ready Group memang membuat ARG menjadi aset tempur maritim yang selalu sigap dan lincah (agile).
Disadur dari; Majalah Commando Volume VIII No.4 Tahun 2012
No comments:
Post a Comment