Ketika memasuki musim dingin tahun 1939-1940, banyak
pelabuhan yang ada di wilayah Baltik membeku sehingga banyak U-Boat yang
berpatroli di laut tidak dapat kembali ke pelabuhan untuk mengisi ulang bahan
bakar dan pasokan suplai. Sedangkan sejumlah U-Boat yang baru selesai dibuat
atau yang tengah bersandar di pelabuhan, sama sekali tidak dapat bergerak
kemana-mana karena terperangkap di dalam es. Musim dingin yang membekukan
sejumlah pangkalan U-Boat Jerman itulah yang menjadi satu pertimbangan Hitler
dalam menyetujui usulan Laksamana Raeder untuk menginvasi wilayah Norwegia dan
Denmark pada Maret 1940.
Dengan
dikuasainya sepanjang pesisir barat pantai Norwegia, AL Jerman bisa membangun
pangkalan U-Boat yang lebih terbuka dan langsung menghadap ke Laut Atlantik
Utara dan Laut Utara. Mengingat apabila armada U-Boat diberangkatkan dari Kiel,
maka akan banyak menghabiskan waktu dan biaya karena zona patroli dan perburuan
U-Boat berada di perairan Laut Inggris sebelah utara. Dengan dikuasainya
Norwegia, maka akan dapat lebih mudah dan cepat untuk menjangkau perairan laut
Inggris. Tapi selain Norwegia, ada wilayah lain yang lebih dekat dan menghadap
langsung ke perairan Laut Inggris dan Samudera Atlantik, yaitu wilayah pesisir
pantai barat Eropa, atau tepatnya wilayah Perancis.
Pada
10 Mei 1940, Tentara Jerman melancarkan serangan yang telah lama dinanti-nanti,
yaitu menginvasi Perancis. Di malam hari, pasukan panzer Jerman bergerak
menyerang melalui wilayah Belanda dan Luxemburg, lalu terus menembus menuju ke Belgia.
Pada 25 Mei 1940, tentara Inggris terdesak mundur hingga terkepung di wilayah
Dunkrik. Tiga hari kemudian, Belgia menyatakan menyerah kepada Jerman. Kini,
Blitzkrieg (serangan kilat) Jerman telah berhasil mencaplok wilayah Polandia,
Denmark, Norwegia, Belanda, dan setelah Belgia, mereka bersiap memasuki wilayah
Perancis dan menguasai Ibukota Paris. Tanggal 22 Juni 1940, pertempuran di
Perancis pun berakhir. Tentara Nazi Jerman dengan mudah dapat menghancurkan
tentara Perancis yang berjumlah lebih besar, dan langsung menguasai wilayah
negara tersebut.
Inilah salah satu gambaran dari berbagai jenisU-Boat Jerman terlibat dalam
kancah PD-II di Laut Atlantik
Tak lama setelah Perancis jatuh, kota-kota pelabuhan
ini dengan derasnya dikunjungi oleh U-Boat Jerman. Mereka berkumpul untuk
mengisi kembali bahan bakar dan perbekalan, juga me-reload torpedo dan memperbaiki
kerusakan. Untuk itu dibuatlah pangkalan-pangkalan khusus U-Boat, seperti yang
dibangun di Lorient yaitu berupa bunker-bunker beton di atas permukaan laut
sebagai “garasi” bagi kapal-kapal U-Boat yang tengah berlabuh untuk melindungi
mereka dari serangan udara.
Selanjutnya dengan tereliminasinya Angkatan Laut
Perancis, membuat Inggris kehilangan sekutu terkuatnya di Eropa. Pada tahun
1940, AL Perancis adalah AL terbesar keempat di dunia setelah Inggris, Amerika,
dan Jepang. Dengan telah hilangnya sekutu potensialnya, memaksa Inggris harus
mengkover semua tugas Angkatan Laut Perancis sebelumnya, yaitu mengamankan
wilayah perairan Mediterrania dari Armada Italia yang memihak kepada Jerman,
terutama untuk mengamankan tanah jajahan dan jalur pelayaran utamanya di Selat
Gibraltar dan Terusan Suez dari ancaman Armada AL Italia. Sekalipun AL Inggris
adalah angkatan laut terbesar dan terkuat di dunia pada waktu itu, tapi karena
begitu luasnya wilayah laut yang harus dikover tak urung membuat jumlah kapal perusak
Inggris yang operasional untuk mengawal konvoi kapal dagangnya dan melawan
U-Boat di lautan jadi menyusut drastis karena digunakan untuk mengamankan
wilayah perairan strategisnya. Terbatasnya jumlah kapal pengawal membuat
ancaman bahaya wabah serangan U-Boat terhadap konvoi kapal dagang Inggris di
Atlantik kembali terus berlanjut.
Tak mau kalah, AL Italia (Regia Marina) juga
berinisiatif membuat pangkalan armada kapal selamnya untuk wilayah Atlantik.
Dari pangkalan kapal selam Betasom di Bordeaux, Perancis, sejak bulan November
1940, armada kapal selam Italia telah beroperasi dibawah komando kendali
operasi Jerman, namun tetap dipimpin oleh Komandan dari Italia dan bertanggung
jawab kepada armada Italia. Adanya kerjasama ini cukup membantu Doenitz dalam
memperkuat armada kapal selam Jerman yang masih sangat kurang.
Bulan Juli 1940 dimulailah masa “pesta” bagi armada
U-Boat Jerman. Setelah pihak Intelijen Jerman berhasil memecahkan kode
pelayaran kapal-kapal Inggris, mereka dapat dengan mudah mempersiapkan dan
mengatur rencana pengeroyokan di laut. Pihak BdU kini mengetahui secara pasti
jadwal keberangkatan dan tibanya kapal-kapal dagang sekutu, juga beserta dengan
jalur pelayaran yang mereka pergunakan. Tak jarang juga ditambah dengan
informasi mengenai jadwal kapal perusak yang jadi pengawal konvoi. Akibatnya,
armada U-Boat bisa dengan leluasa berpesta pora membantai konvoi kapal dagang
Sekutu hingga ludes tak tersisa dengan menerapkan taktik Wolf Pack yang
dikoordinasikan Doenitz dari markasnya di Lorient secara bersamaan, gelombang
demi gelombang. Karena telah mengetahui jadwal itu, armada U-Boat Jerman kini
tak perlu bersusah-susah lagi keluyuran mencari konvoi kapal dagang seperti
yang sebelumnya dilakukan, tetapi cukup dengan menunggu di jalur lintasan
mereka di sektor wilayah laut yang paling aman. Pada periode ini para awak
U-Boat menyebutnya sebagai “masa-masa bahagia”.
Taktik Wolf Pack adalah serangan terkoordinasi yang
dilakukan secara massal oleh beberapa U-Boat terhadap satu konvoi kapal.
Pertama, apabila sebuah U-Boat menemukan konvoi kapal dagang Sekutu, U-Boat
tersebut tidak boleh langsung menyerangnya, melainkan hanya boleh mengintainya
sambil memberikan informasi perihal banyaknya konvoi, lokasi mereka, dan
kecepatan kapal mereka, dengan melapor kepada Pusat Komando Armada U-Boat
Jerman (BdU) yang akan diterima langsung oleh Karl Doenitz sebagai koordinator
serangan. U-Boat pelapor ini kemudian disebut Shadower, dan ia harus terus
menjaga jarak dengan kapal konvoi agar tetap tidak terdeteksi keberadaannya.
Tugas ini bisa berlangsung selama berhari-hari sebelum kekuatan penyerang yang
terdiri dari beberapa U-Boat terbentuk di lokasi yang telah dilaporkan.
Usaha ini kadangkala dibantu oleh pesawat pengintai
jenis Focke Wulf Fw-200 Condor yang membantu komunikasi radio antara kapten
U-Boat dengan pihak BdU sebagai stasiun relay (penghubung). Bahkan tak jarang
yang menjadi shadower ini adalah pesawat Fw-200 sendiri yang misinya memang
terbang berkeliaran mencari mangsa di atas Laut Atlantik. Ketika pesawat ini
menemukan konvoi kapal dagang Inggris, pesawat ini pun akan berputar-putar di
atas konvoi seperti seekor elang yang tengah mengintai mangsanya. Sambil
berputar-putar, pilot pesawat Condor akan mengirimkan informasi perihal konvoi
kapal BdU. Tak heran jika Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill, menjuluki
pesawat ini sebagai “Momok Laut Atlantik”.
Kawanan U-Boat biasanya akan berusaha mendekati
konvoi sambil menyelam mengendap-endap, lalu muncul lagi ke permukaan air dan
menyerang secara tiba-tiba pada malam hari dengan posisi membelakangi bulan
agar siluet mereka tidak terlihat jelas oleh kapal konvoi. Dengan muncul ke
permukaan air, maka perangkat deteksi bawah air (ASDIC – Allied Submarine
Detection Investigation Committe) pada kapal perusak pengawal sama sekali tidak
berguna lagi. Sampai teknologi radar yang telah cukup maju ditemukan dan
digunakan secara massal pada kapal perusak, taktik U-Boat ini biasanya tidak
pernah terdeteksi.
U-Boat lalu akan bergerak maju lebih cepat dari
kapal pengawal konvoi yang biasanya dari jenis kapal tua sisa peninggalan PD-I
yang berkecepatan rendah dan dirancang untuk menghadapi kecepatan kapal selam
yang tengah bergerak dibawah air. Kapal pengawal memang tidak perlu cepat dalam
mengawal konvoi karena kapal dagang yang dikawalnya adalah jenis kapal yang
berkecepatan lambat, walaupun sudah dipacu dalam kecepatan maksimum,
kapal-kapal pengawal tetap bisa mengimbanginya. Karena kecepatan yang lambat
inilah, U-Boat mampu menyerang secara simultan dari jarak sejauh 700 hingga
1.500 meter. Torpedo pertama akan diluncurkan ke sasaran terdekat, sehingga
hasilnya adalah kapal-kapal dalam konvoi akan meledak secara bersamaan. Sebelum
pihak Inggris menemukan cara untuk mengatasi kelemahan pada konvoi kapal dagang
mereka, metode Wolf Pack yang dipraktekkan oleh armada U-Boat Jerman sangatlah
sukses dalam menghabisi konvoi-konvoi kapal dagang Sekutu.
Dari bulan Juli hingga Agustus 1940, lebih dari 220
kapal Sekutu telah tenggelam. Sukses pertama taktik Wolf Pack ini terjadi saat
serangan pada malam hari tanggal 24 September 1940. Konvoi berkode HX72 yang
terdiri dari 42 kapal dagang diserang secara bergelombang berulang kali oleh 4
kapal U-Boat. Sebanyak 11 kapal tenggelam dan 2 kapal lainnya rusak berat.
Selama hampir 3 jam proses pembantaian tersebut, Kapitanleutnant (Kapten) Otto
Kretschmer, Kapten U-99, berhasil menenggelamkan 3 kapal. Joachim Schepke
Komandan U-100 juga berhasil menenggelamkan 7 kapal. Kapten Bleichrodt
menenggelamkan satu kapal dan satu kapal lainnya dirusak oleh Kapten Jenisch,
Kapten U-32.
Sumber: Buku U-Boat The Battle of Atlantic, Ari Subiakto.2010
Sumber: Buku U-Boat The Battle of Atlantic, Ari Subiakto.2010
Everything is very open with a really clear explanation of the
ReplyDeleteissues. It was definitely informative. Your site is extremely helpful.
Many thanks for sharing!
Also visit my webpage rc truck
U Boat Jerman memang legenda
ReplyDeleteKekuatan laut Jerman memang dahsyat, komentar juga ya di blog saya www.goocap.com
ReplyDelete