US Marines with M110
Militer
AS yang saat ini berada di persimpangan jalan, dengan tanda-tanda dua
operasi militer yang hampir usai (operasi militer di Irak dan
Afghanistan), pemotongan anggaran Pentagon, dan perkembangan
teknologi yang memaksanya untuk mengubah doktrin mereka.
Pemotongan
anggaran Amerika Serikat memang tidak banyak, namun hal ini merupakan
pertanda untuk masa mendatang. Militer harus fokus untuk meningkatkan
kapabilitas para prajuritnya melalui sejumlah reformasi dalam hal
teknologi persenjataan. Dalam 2-3 tahun terakhir ini, baik Angkatan
Darat AS maupun Korps Marinir AS, banyak memperkenalkan
senjata-senjata baru ke dalam struktur infanteri (AD) maupun scout
sniper platoon (korps marinir AS). Bahkan korps marinir AS, dapat
memutuskan untuk tidak lagi secara ekslusif mengandalkan pada senapan
runduk M40A4 sebagai pijakan utama alias senjata utama untuk para
penembak jitu mereka.
Tipikal
pertempuran yang berubah telah banyak mengubah daftar prioritas yang
mereka cari selama ini dari sebuah senapan runduk. Untuk tipikal
urban, maka tingkat akurasi pada jarak 300-500 meter harus sudah
memadai, yang terpenting adalah kapasitas magazin besar dan kecepatan
tembak tinggi sehingga penembak runduk memiliki kesempatan melawan
musuh yang jauh lebih besar dan mungkin dapat segera menjangkau
mereka.
Ketiga
persyaratan tersebut, tak dapat dipenuhi sepenuhnya oleh senapan
runduk dengan mekanisme bolt-action. Ketika Knights Armament Company
dapat menghasilkan satu sistem senjata untuk 3 jenis pengguna (Scout
Sniper, US-SOCOM, dan sniper/designated marksman AD AS), yang
tersirat hanya satu kata, “Luar
Biasa”!! ketiga pengguna ini memiliki persyaratannya
tersendiri yang sukar untuk dipenuhi oleh satu jenis produk saja.
Buktinya, Scout sniper dan Angkatan Darat AS selama puluhan tahun
mengadopsi 2 jenis senapan yang berbeda, yakni keluarga besar M24
untuk AD dan senapan M40 untuk kalangan korps marinir, walaupun
keduanya merupakan senapan penembak jitu dengan mekanisme
bolt-action.
Jadi,
ketika M110 SASS (Semi Automatic Sniper System) akur untuk dijadikan
sebagai model umum, tentunya senapan ini mempunyai keunggulan
tersendiri. Hal ini terlihat dari 3 kode yang disandang oleh senapan
ini: M110 SASS (desain khusus AD), Mk11 Mod 1/2 (desain khusus
US-SOCOM/Korps marinir), atau SR-25. Tembakan semi-otomatis berbekal
mekanisme simpel direct-gas impingement menghasilkan daya
hentak minim yang tak mengubah arah bidikan. Kapasitas magazin 20
butir peluru yang mudah dilepas pasang adalah keunggulan lainnya.
Senapan runduk M110
M110
memiliki gelar sekelas bangsawan, hal ini sudah tak dapat dipungkiri
lagi, karena darah AR-10 yang mengalir didalamnya adalah buktinya.
Awalnya didesain sebagai battle rifle, M110 yang merupakan turunan
kedua (sebelumnya bernama SR-25) adalah sebuah penyempurnaan akhir
dari satu sistem senjata yang pada awalnya sempat dikira layu sebelum
berkembang.
Pilihan
peluru standar NATO 7,62x51mm adalah satu keniscayaan, namun bukan
keputusan akhir. AD sudah nampak bergerak untuk menstandarisasi
.300WinMag sebagai kaliber baru untuk jenis senapan penembak jitu.
Dapat memberikan kemampuan tembak hingga jarak 1.200 – 1.500 meter
sebelum harus melibatkan senapan yang lebih berat dan besar seperti
M107 SASR. Untuk posisi kosong yang ditinggalkan, M110 menempatinya
dengan sangat manis.
Peluru standar NATO untuk sniper (Standard Rifle Bullet - 7.62mm)
Perubahan
paradigma dalam alutsista dan peran dari bolt-action ke sistem
semi-otomatis, dan kemunculan designated marksman, adalah jawaban
dari tuntutan perubahan itu sendiri. Struktur regu dalam kecabangan
Angkatan Darat AS dituntut untuk mampu mandiri dan mampu
memproyeksikan kekuatannya sendiri tanpa harus menunggu dukungan
khusus dari spesialis penembak jitu. Pilihan senapan runduk M110, dan
kemudian AD konon, kabarnya menginginkan varian yang lebih pendek,
adalah sebuah kabar gembira, pasalnya, designated marksman di
AD yang selama ini menggunakan M14 surplus yang merupakan senapan tua
dan akurasinya bisa berbeda dari satu senapan ke senapan lain (dalam
jenis senapan yang sama). Beberapa regu bahkan harus saweran untuk
bisa membeli kit EBR (Enhanced Battle Rifle) untuk senapan M14 yang
mereka peroleh.
Dengan
men-standarisasi senjata ke satu jenis yaitu M110, tidak hanya
lethalitas-nya yang meningkat, namun juga urusan logistik dipermudah
karena mereka mampu mendukung satu jenis senjata yang memang sudah
jelas dibagikan untuk mereka prajurit yang berada di garis depan.
Disadur dari Majalah Commando Volume VIII / Edisi No.4 / Tahun 2012
No comments:
Post a Comment