.do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none; }

Wednesday, 31 October 2012

di Persimpangan Jalan (Senapan runduk M110)

US Marines with M110


Militer AS yang saat ini berada di persimpangan jalan, dengan tanda-tanda dua operasi militer yang hampir usai (operasi militer di Irak dan Afghanistan), pemotongan anggaran Pentagon, dan perkembangan teknologi yang memaksanya untuk mengubah doktrin mereka.

Pemotongan anggaran Amerika Serikat memang tidak banyak, namun hal ini merupakan pertanda untuk masa mendatang. Militer harus fokus untuk meningkatkan kapabilitas para prajuritnya melalui sejumlah reformasi dalam hal teknologi persenjataan. Dalam 2-3 tahun terakhir ini, baik Angkatan Darat AS maupun Korps Marinir AS, banyak memperkenalkan senjata-senjata baru ke dalam struktur infanteri (AD) maupun scout sniper platoon (korps marinir AS). Bahkan korps marinir AS, dapat memutuskan untuk tidak lagi secara ekslusif mengandalkan pada senapan runduk M40A4 sebagai pijakan utama alias senjata utama untuk para penembak jitu mereka.

Tipikal pertempuran yang berubah telah banyak mengubah daftar prioritas yang mereka cari selama ini dari sebuah senapan runduk. Untuk tipikal urban, maka tingkat akurasi pada jarak 300-500 meter harus sudah memadai, yang terpenting adalah kapasitas magazin besar dan kecepatan tembak tinggi sehingga penembak runduk memiliki kesempatan melawan musuh yang jauh lebih besar dan mungkin dapat segera menjangkau mereka.

Ketiga persyaratan tersebut, tak dapat dipenuhi sepenuhnya oleh senapan runduk dengan mekanisme bolt-action. Ketika Knights Armament Company dapat menghasilkan satu sistem senjata untuk 3 jenis pengguna (Scout Sniper, US-SOCOM, dan sniper/designated marksman AD AS), yang tersirat hanya satu kata, “Luar Biasa”!! ketiga pengguna ini memiliki persyaratannya tersendiri yang sukar untuk dipenuhi oleh satu jenis produk saja. Buktinya, Scout sniper dan Angkatan Darat AS selama puluhan tahun mengadopsi 2 jenis senapan yang berbeda, yakni keluarga besar M24 untuk AD dan senapan M40 untuk kalangan korps marinir, walaupun keduanya merupakan senapan penembak jitu dengan mekanisme bolt-action.

Jadi, ketika M110 SASS (Semi Automatic Sniper System) akur untuk dijadikan sebagai model umum, tentunya senapan ini mempunyai keunggulan tersendiri. Hal ini terlihat dari 3 kode yang disandang oleh senapan ini: M110 SASS (desain khusus AD), Mk11 Mod 1/2 (desain khusus US-SOCOM/Korps marinir), atau SR-25. Tembakan semi-otomatis berbekal mekanisme simpel direct-gas impingement menghasilkan daya hentak minim yang tak mengubah arah bidikan. Kapasitas magazin 20 butir peluru yang mudah dilepas pasang adalah keunggulan lainnya.



 Senapan runduk M110



M110 memiliki gelar sekelas bangsawan, hal ini sudah tak dapat dipungkiri lagi, karena darah AR-10 yang mengalir didalamnya adalah buktinya. Awalnya didesain sebagai battle rifle, M110 yang merupakan turunan kedua (sebelumnya bernama SR-25) adalah sebuah penyempurnaan akhir dari satu sistem senjata yang pada awalnya sempat dikira layu sebelum berkembang.

Pilihan peluru standar NATO 7,62x51mm adalah satu keniscayaan, namun bukan keputusan akhir. AD sudah nampak bergerak untuk menstandarisasi .300WinMag sebagai kaliber baru untuk jenis senapan penembak jitu. Dapat memberikan kemampuan tembak hingga jarak 1.200 – 1.500 meter sebelum harus melibatkan senapan yang lebih berat dan besar seperti M107 SASR. Untuk posisi kosong yang ditinggalkan, M110 menempatinya dengan sangat manis.


 Peluru standar NATO untuk sniper (Standard Rifle Bullet - 7.62mm)



Perubahan paradigma dalam alutsista dan peran dari bolt-action ke sistem semi-otomatis, dan kemunculan designated marksman, adalah jawaban dari tuntutan perubahan itu sendiri. Struktur regu dalam kecabangan Angkatan Darat AS dituntut untuk mampu mandiri dan mampu memproyeksikan kekuatannya sendiri tanpa harus menunggu dukungan khusus dari spesialis penembak jitu. Pilihan senapan runduk M110, dan kemudian AD konon, kabarnya menginginkan varian yang lebih pendek, adalah sebuah kabar gembira, pasalnya, designated marksman di AD yang selama ini menggunakan M14 surplus yang merupakan senapan tua dan akurasinya bisa berbeda dari satu senapan ke senapan lain (dalam jenis senapan yang sama). Beberapa regu bahkan harus saweran untuk bisa membeli kit EBR (Enhanced Battle Rifle) untuk senapan M14 yang mereka peroleh.

Dengan men-standarisasi senjata ke satu jenis yaitu M110, tidak hanya lethalitas-nya yang meningkat, namun juga urusan logistik dipermudah karena mereka mampu mendukung satu jenis senjata yang memang sudah jelas dibagikan untuk mereka prajurit yang berada di garis depan.







 Disadur dari Majalah Commando Volume VIII / Edisi No.4 / Tahun 2012


No comments:

Post a Comment