US Army
Seolah
tak kapok-kapok, Pentagon lagi-lagi mengeluarkan kebijakan
kontroversial. Bukannya tunduk pada tekanan berbagai pengamat dan
pemerhati kemiliteran, jutaan dolar pun dikucurkan hanya untuk
menyempurnakan peluru standar NATO M855 yang digunakan di seluruh
kecabangan militer Amerika Serikat.
Adalah
benar bahwa AS adalah negara pertama yang mengembangkan peluru
berkaliber 5,56mm M193 yang digunakan untuk senapan serbu M16. Saat
pertama kali keluar, peluru ini memang revolusioner; kecil, bisa
diisikan dalam jumlah yang banyak ke dalam magasin, tembakannya dalam
mode otomatis jauh lebih terkontrol daripada peluru 7,62x51mm NATO
yang digunakan pada saat itu. Akan tetapi, dalam perjalanannya, NATO
membalas dan membalikkan kedudukan saat munisi SS109 buatan FN
Herstal Belgia akhirnya ditetapkan sebagai peluru standar, dan AS
mengikutinya dengan munisi M855.
Peluru munisi M855A1 EPR - hasil sebuah penyempurnaan
Seiring
berjalannya waktu, suara-suara sumbang pun mulai bermunculan terhadap
M855, terlebih lagi setelah Angkatan Darat AS resmi mengadopsi
senapan serbu M4 Carbine dengan laras 14,5” yang lebih pendek.
Terminal balistik yang tentunya lebih inferior ditambah dengan jarak
efektif yang lebih pendek membuat M855 dianggap “kurang ideal”
untuk munisi militer. Belum lagi ditambah dengan cerita dari medan
pertempuran itu sendiri, mengenai kapabilitas stopping power dari
munisi M855. Beberapa kisah menyebutkan, bahkan setelah ditembus oleh
5-8 butir peluru, lawan masih bisa bergerak dan bahkan menerjang ke
arah pasukan AS.
Sebenarnya
Pentagon tak tinggal diam. Beberapa kali telah mengeluarkan
penyempurnaan namun tetap di dalam kaliber yang sama, 5,56mm. Mk262
Mod 1 dan Mk318 SOST (Special Operations & Science Technology)
Mod 0 (62 grain)/ Mod 1 (77 grain) adalah dua yang paling umum
diadopsi. Awalnya dikembangkan untuk komando pasukan elite US-SOCOM
yang para personelnya rata-rata menggunakan karbin/senapan serbu
dengan laras 14,5” ke bawah, dua peluru tersebut mengoptimalkan
akurasi dan terminal balistik munisi 5,56mm pada kecepatan yang lebih
rendah.
Kedua
peluru tersebut, yang telah dibahas, juga sudah mulai diadopsi oleh
kesatuan reguler, Korps marinir menggunakan Mk318 SOST mulai Januari
2010 dan menemukan bahwa kedua peluru memang meningkat performanya
dibandingkan dengan munisi M855 biasa. Namun ada lagi masalahnya;
Mk262 yang dibuat oleh Black Hills dan Mk318 buatan Federal/ATK
adalah peluru closed source, alias hak patennya masih dipegang kedua
perusahaan tersebut. Banderol per butirnya tentu lebih mahal
ketimbang M855 biasa yang sudah di sub-kontrakkan ke berbagai
perusahaan.
Oleh
karena itu, banyak lagi yang menyarankan agar AS sekalian beralih ke
kaliber munisi baru seperti 6,8mm SPC, atau yang paling murah
tentunya kaliber 7,62x51mm NATO. Pilihan itu tentu tak salah,
mengingat tipikal medan pertempuran yang dilakoni AS saat ini adalah
wilayah Afghanistan atau wilayah-wilayah di timur tengah yang jarak
baku tembak berkisar antara 200 hingga 400 meter, tentunya jarak
tembak tersebut sudah diambang batasan munisi M855 namun mudah
dijangkau oleh peluru kaliber dengan ukuran di atasnya.
M855A1
Akan
tetapi bukan Pentagon dan AD AS namanya jika mereka tetap bersikeras
alias keras kepala. Bukannya memikirkan untuk mencari senapan baru
atau peluru baru, mereka lebih memilih untuk berkutat di sekitar
munisi M855. AD terus mencoba dan mencoba untuk meningkatkan
kemampuan senapan yang dianggapnya mampu untuk bersaing dan menjadi
munisi yang lebih baik. AD juga mencoba untuk mengikuti tren green
army, yaitu Angkatan Bersenjata yang hanya meninggalkan sedikit jejak
karbon atau pencemar lain yang merusak lingkungan. Walau Nammo yang
membuat peluru hijau untuk Norwegia sudah mengalami kendala terlebih
dahulu, namun AS tetap jalan terus, dengan peluru ramah lingkungan
mereka. Akhirnya lahir dengan kode munisi M855A1, atau lengkapnya
5,56mm, 62 grain, ball, M855A1 Enhanced Performance Round (EPR),
bahkan telah meraih penghargaan Army Greatest Inventions 2011.
Satu
hal yang mencolok adalah biaya pengembangan M855A1 EPR, untuk
mencapai produk finalnya, biaya pengembangan yang dikeluarkan senilai
32 juta dolar AS. Dengan jumlah sebanyak itu, satu negara bisa
membeli ranpur sekelas BMP-3. Lalu apa yang membuat peluru ini begitu
mahal??
Kemampuan
M855A1 diluar dugaan mampu mengalahkan peluru kaliber 7,62x51mm M80
dalam hal menembus pelat baja dari jarak 300 meter. Project Manager
dari AD AS mengatakan, ia mengklaim bahwa M80 akan dihentikan oleh
pelat baja, namun munisi M855A1 dapat menembusnya. Pendapat ini pun
didukung oleh seorang user website (www.ar15.com)
dengan user id combat_jack, seorang mantan advisor dari Afghan
National Army. Dirinya yang iseng menggunakan M855A1 untuk menembak
rongsokan hull BMP-1 AD Irak, mendapati bahwa tembakannya mampu
menembus satu sisi ranpur tersebut.
Setiap
hal baik pasti memiliki sisi buruknya, persis seperti dua sisi mata
uang. Dengan tekanan besar yang dihasilkannya, dijamin seluruh
komponen yang dilintasi peluru mulai dari kamar peluru, laras, dan
crown/pangkal flash hider, akan mengalami keausan yang jauh lebih
cepat. Bahkan dikatakan bahwa laras senapan serbu M4 yang digunakan
untuk menembak, kehilangan setengah dari umur pakainya apabila M855A1
dipakai terus-menerus. Beberapa orang juga mempertanyakan tekanan
puncak, 62.000 psi yang mendekati atau bahkan melampaui tekanan dari
munisi proofing/test yang digunakan untuk menguji senapan baru di
pabrik. Apabila tekanan puncak ini terus terlewati, dan kualitas
senapan serbu M4 yang dibuat saat ini tidak terjaga/tidak terawat,
maka tinggal menunggu waktu saja untuk mendengar kasus senapan
meledak akibat peluru yang terlalu hot & high.
Prajurit AD AS saat menguji munisi M855A1 dalam senapan serbu M4 nya.
Hal
kedua, terkait biaya pembuatan. Munisi M855 hanya membutuhkan dua
metode pembuatan, yaitu pressing antara proyektil dan selongsong yang
telah diisikan bubuk mesiu. Pada M855A1, karena memiliki keunikan
pada bagian proyektil yang tampil terbuka, metode pemasangan kepala
proyektil dan slug ke dalam selubung jaket membutuhkan proses ekstra
yang lebih yang berarti lebih banyak biaya yang digelontorkan. Namun
mengingat AS merupakan negara adidaya, nampaknya mereka tak
menganggap hal ini sebagai masalah yang berarti.
Buktinya,
ketika M855A1 pertama kali dioperasikan pada pertengahan tahun 2010,
AS sudah memiliki 1,1 juta butir peluru yang dikirimkan ke Irak dan
Afghanistan. Kelemahan ketiga dan juga tidak dibahas dalam rilisan AD
AS adalah, bahwa M855A1 sama mandulnya saat harus menghadapi pelat
keramik SAPI Level IV. Padahal jika ditarik relevansinya, rompi
Anti-peluru dengan hard insert sudah menjadi lumrah dalam dunia
kemiliteran. Bahkan Rusia sebagai satu negara yang memimpin dalam
dunia rompi Anti-peluru memiliki pelat keramik, yang dikombinasikan
dengan titanium sehingga makin sulit saja untuk ditembus penetrasi
peluru.
Munisi
M855A1 memang masih penuh kontradiksi. Laporan awal dari garis depan
di lapangan menyebutkan bahwa peluru ini memiliki lintasan lurus dan
penetrasi yang baik. Di sisi lain, beberapa juga menemukan bahwa
senapan mereka menjadi sangat kotor dan sering macet saat diisi
dengan M855A1, nampaknya satu masalah klasik era Vietnam kembali
terulang. Sementara korps marinir yang diberi sampel M855A1 tidak
menyukainya, walaupun notabene performanya dari M16A4 yang berlaras
20” pasti lebih baik ketimbang digunakan pada senapan serbu M4.
Angkatan
Darat AS dengan segala kebijakannya yang kontroversial, seperti
mempertahankan senapan M4, pada akhirnya memang mengikuti nalar
mereka yang berkeras hati berpindah ke munisi M855A1.
hasil penembakan dari munisi M855A1 saat ditembakkan ke pelat baja
Disadur dari Majalah Commando Volume VIII / Edisi No.2 / Tahun 2012
No comments:
Post a Comment